Site icon Parade.id

Ada atau Tidaknya SE, Perusahaan Wajib Bayar THR ke Pekerjanya

Foto: Mirah Sumirat (Presiden ASPIRASI)

Jakarta (parade.id)- Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat menanggapi Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2023 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, yang diterbitkan Menaker Ida Fauziyah.

Menurut Mirah, soal itu, sebenarnya tanpa ada atau tidaknya  SE, perusahaan atau pengusaha wajib bayar THR. Hal itu karena adanya Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.

“Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 itu tentang THR keagamaan bagi pekerja/buruh sudah jelas, di mana aturan perundangan secara hukum tentang THR itu sudah diatur sebelumnya,” ungkapnya, kepada parade.id, Rabu (29/3/2023).

Soal THR yang mesti dibayarkan full, 100 persen, menurut Mirah itu sudah menjadi kewajiban perusahaan atau pengusaha.

“Lalu kedua, kalau bicara dibayar full 100 persen, memang sudah kewajibannya (dibayarkan full), terlepas mau atau tidak adanya pandemi dan sebagainya, karena pos-pos anggaran THR itu sudah dialokasikan jauh hari sebelumnya, bukan pos anggaran yang mendadak. Jadi tidak alasan lagi bagi para pengusaha untuk tidak membayarkannya atau mencicil tanpa ada atau tidaknya SE pun THR memang harus diwajibkan dibayar 100 persen,” ia menjelaskan.

Namun yang disayangkan dalam Permenaker di atas, bagi pengusaha yang tidak membayar THR kepada pekerja atau buruhnya, itu hanya dikenakan sanksi administrasi saja seperti teguran lisan dan teguran tertulis.

“Paling sanksinya itu adalah, quote and quote, ya, dan jarang dilakukan, yakni pembekuan usaha,” katanya.

Jadi, kata dia, meskipun banyak kasus yang diadvokasi ASPEK terkait THR yang tidak dibayarkan oleh pengusahanya kepada pekerja, follow up Disnaker maupun pemerintah itu minim–enggak ada.

“Dan kalaupun kita mengandalkan–di mana itu tugas pengawas–tidak maksimal, karena satu keberadaan SDM pengawas sangat minim. Itu sudah diakui, bahkan sejak 2016 lalu oleh Kemnaker,” ungkapnya lagi.

Kemudian soal kompetensi pengawasnya juga diragukan, karena memang sejak 2016 kata Mirah  pengawas sudah diambil alih oleh Pemda. Dimana kalau dahulu, sebelum itu pengawas-pengawas itu dari Kemnaker. Jenjang karirnya jelas–memang orang-orang yang berkecimpung di ketenagakerjaan.

“Tapi sekarang ini, karena sudah diambil alih oleh Pemda, pengawas-pengawas itu tidak heran ketika berasal dari bidang-bidang yang jauh dari bicara ketenagakerjaan. Misal dari Dishub, dan dari dinas lain yang tidak ada korelasinya dengan ketenagakerjaan,” kata Mirah.

Lalu terkait akan ada pendirian posko-posko pengaduan yang disampaikan oleh Menaker, sesungguhnya posko-posko itu kata Mirah cenderung pengahabisan anggaran, meskipun anggaran pendirian posko-posko itu kecil.

“Tapi, tidak efektif juga. Seharusnya, Kemnaker lewat Disnaker di daerah-daerah itu jemput bola. Ada inisiatif. Jadi jauh-jauh hari ini, sebelum tanggal yang ditentukan (pada hari raya) bukan dua minggu tetapi satu/bulan itu para dinas-dinas pengawas itu datang kepada pengusaha-pengusaha yang ada di sekitar, untuk mengingatkan agar jangan sampai lupa membayarkan THR-nya 100 persen. Begitu harusnya,” jelasnya.

Kalaupun mereka merasa kesulitan tentang ketersediaan SDM, Mirah menyebut ada tripartit di daerah masing-masing kabupaten/kota/provinsi. Mirah imbau manfaatkan itu.

“Tripartit itu kan ada tiga unsur: pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Gandeng saja unsur-unsur itu, untuk tadi dilibatkan dalam rangka monitoring,” tutupnya.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version