Site icon Parade.id

Ade Armando dan Perasaan Kita

Foto: dok. pribadi

Jakarta (PARADE.ID)- Saya sedang melihat status facebook orang-orang tentang Ade Armando dan aksi demonstrasi hari ini. Dari postingan FB biasanya, kita bisa menilai kecenderungan orang meski ukurannya sangat relatif.

Saya perhatikan teman-teman facebook saya, semula sedikit, setelah pesbukan agak lama, saya mengetahui ternyata ada banyak sekali yang merasa gembira dan senang Ade Armando dipukuli dan ditelanjangi dengan sadis di tengah kerumunan masa aksi.

Ada yang ketawa, menganggap itu hiburan, ada yang merasa puas, dan bahkan menganggap Ade Armando itu dipukuli karena menerima Azab Tuhan karena prilakunya selama ini. Jujur saja saya heran dan agak kaget.

Pikir saya, pastilah reaksi semacam itu karena telah menyimpan dendam atau benci yang sangat dalam pada si korban. Ade Armando itu.

Tapi, kita ini bangsa Indonesia. Bangsa yang dikenal oleh bangsa asing, sebagai bangsa yang ramah dan santun. Bagaimana mungkin kita orang Indonesia yang dikenal ramah dan santun, tapi senang melihat kebrutalan yang mengerikan semacam itu?

Saya tak habis pikir, jujur saja. Sebab, yang mukul Ade Armando terlihat merasa benar, yang menonton merasa senang. Benarkah ini sikap kita terhadap kekerasan dan keberutalan? Bagaimana mungkin kita tdak terusik, malahan merasa senang, melihat ada saudara kita dizalimi sekeji itu?

Memang Ade Armando ini pikirannya sering menimbulkan kontroversi sehingga oleh sebagian kalangan kemudian membencinya. Saya juga kadang-kadang tak menyetujui pernyataannya. Kadang malah saya gak senang pada argumentasinya.

Tapi, tak ada alasan yang boleh dibenarkan, berdasarkan ajaran apa pun itu, bahwa karena kebencian atau ketidak setujuan terhadap suatu argumentasi seseorang, kemudian kita boleh melakukan kekerasan.

Meskipun benci pada Ade Armando, janganlah mentoleransi kebrutalan dan kekerasan yang dialaminya. Adanya toleransi terhadap kekerasan, menurut saya, pertanda buruk bagi kehidupan berdemokrasi.

Pertanda buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Pertanda buruk bagi kehidupan bertetangga. Pertanda buruk bahwa ada yang salah dari kita.

Bagaimana pun, Ade Armando, saudara kita sebangsa, dan, saudara seiman bagi muslim. Di satu sisi, dia dibenci oleh suatu kelompok, di sisi lain ia dikagumi oleh kelompok yang lain.

Ada yang menyetujui pikiran-pikirannya, ada yang memprotesnya. Tapi, sebagai warga yang berdemokrasi, cukuplah sampai di tataran “setuju dan ketidaksetujuan saja” kita bersikap, kemudian berbenah diri dan mengambil peran yang baik.

Kita tetep boleh berdialog, berdebat dan berdiskusi atas tema apa pun, namun jangan luapkan sikap dengan tindakan kekerasan.

Kalau kita pakek istilah pembelahan kelompok. Saat ini kelompok satu dizalimi, katakanlah Ade Armando, pembencinya senang. Lain waktu kelompok satunya dizalimi, dan pembencinya senang.

Begitu terus akan terjadi secara berulang dan bergantian bila kita menoleransi kekerasan.

Berkumpul dan menyampaikan aspirasi, sebagaimana aksi demonstrasi hari ini, adalah hak berdemokrasi. Itu betul sekali.

Namun, kasus Ade Armando hari ini, dan reaksi banyak persetujuan terhadap kekerasan yang diterimanya itu, juga memperlihatkan kepada kita bahwa instrumen demokrasi sudah digunakan untuk merusak demokrasi. Hak demokrasi yang menyuarakan suara rakyat, secara bersamaan hak itu digunakan menindas rakyat.

Terlepas dari kasus Ade Armando yang sangat disayangkan itu, aksi demonstrasi hari ini yang menyampaikan berbagai persoalan bangsa yang tengah terjadi, sangat patut diapresiasi.

Semoga pemerintah mendengarkan keluhan masyarakat yang disuarakan mahasiswa hari ini. Semoga persoalan bangsa kita sekarang ini bisa teratasi. Dan, berharap semoga yang melakukan kekejian terhadap Ade Armando bukanlah seorang mahasiswa.

Sebab mahasiswa itu seorang terpelajar, orang yang disekolahkan, bukan seorang barbar. Melakukan kekerasan yang mengerikan hanya menunjukkan keburukan yang tidak patut dipuji.

*Andi Prayoga
Aktivis HMI Jakarta

Exit mobile version