Site icon Parade.id

Aksi Koalisi Tolak Tambang dan Aliansi Rakyat Tani (KTT dan ARTI) di Sulteng

Foto: dok. gemasulawesi.com

Jakarta (PARADE.ID)- Ratusan orang dari Koalisi Tolak Tambang dan Aliansi Rakyat Tani (KTT dan ARTI) kemarin, Sabtu melakukan aksi unjuk rasa di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng). Aksi unjuk rasa ini mendesak agar Gubernur Sulteng mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP)milik PT Trio Kencana.

Menurut massa yang dikoordinasi oleh Muh Chairul Dani ini, perusahaan tambang tersebut sangat destruktif dan tidak memikirkan hidup orang banyak. Perusahaan itu juga kabarnya telah mencoba merampas hak masyarakat sejak tahun 2010 dan selalu ditolak oleh masyarakat.

“Sampai pada tahun 2020, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Tengah menerbitkan izin operasi produksi, dan ejak itulah bencana berupa banjir, rusaknya lahan persawahan dan terusiknya kedamaian di tiga Kecamatan. Ini akibat dari kegiatan pertambangan bermula,” ia mengurainya dalam orasi.

“Luas konsesi 15.725 Hektar dalam izin ini juga termasuk pemukiman masyarakat, hutan adat milik leluhur, persawahan, kebun dan juga sumber mata air berupa sungai masing-masing di tiga Kecematan tersebut,” ia melanjutkan.

Hala yang lebih parah lagi kata dia adalah dalam penyusun analisi mengenai dampak lingkungan (AMDAL), di mana masyakrakat sama sekali menurutnya tidak dilibatkan seluruhnya. Kecuali hanya beberapa pejabat di tingkat Kecamatan dan masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui mengenai pertambangan.

Padahal masyakarat adalah pemilik sah tanah yang akan diolah.

“Penolakan ini bukan tanpa alasan. Masyarakat telah merasakan secara langsung dampak dari kegiatan pertambangan emas ini—berupa rusaknya lahan persawahan, naiknya volume banjir dan hilangnya lahan untuk perkebunan. Padahal mayoritas masyarakat menengah ke bawah menggantungkan hidupnya di sektor pertanian,” ia menjelaskannya.

“Hari ini kami masyarakat menuntut hak atas tanah, hak atas ruang hidup, hak atas hutan, hak atas sumber air yang sehat, hak atas lingkungan yang bersih yang semua ini akan diwariskan kepada anak dan cucu nantinya,” ia melanjutkan.

Massa Memblokade Jalan
Massa sempat memblokade jalan poros Trans Sulawesi, Desa Khatulistiwa dan membakar ban di jalan.

Saat massa melakukan itu, pihak kepolisian yakni Kapolres Kabupaten Parimo Akbp. Yudy Arto Wiyono menemuinya (massa). Tapi, massa aksi kabarnya tetap tidak membuka blokade jalan dan tetap menunggu Gubernur Sulteng Rusdy Mastura untuk menemui mereka.

Massa aksi memblokade jalan hingga pukul 20.30 WITA. Dari blokade itu, telah mengakibatkan antrean panjang kendaraan sekitar 10 kilometer.

Dan menurut Dani, apabila tuntutan tidak dipenuhi, maka hanya satu kata dia bagi massa, yakni “lawan” sampai rakyat menang.

“Hari ini kami menuntut pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Trio Kencana dicabut sesegera mungkin,” tekannya.

Dibubarkan Paksa
Aksi massa tidak terasa sudah dini hari (13/2/2022) atau pukul 02.00 (lebih). Aparat kepolisian pun membubarkan paksa aksi ratusan massa tersebut.

Aparat kepolisian menggunakan gas air mata untuk membubarkannya. Water cannon pun turut dijadikan alat untuk membubarkan massa.

Pembubaran paksa oleh aparat kepolisian tersebut kemudian disambut dengan lemparan batu. Mengarah ke aparat kepolisian.

Di situasi panas itu, massa tidak juga membuka blokade. Dan naas, menyebabkam satu korban kabarnya terkena tembak oleh aparat kepolisian di dada sebelah kiri (tepat jantung). Korban sempat dilarikan ke Puskesman Desa Tada.

Aparat kepolisian pun pada akhirnya mengamankan Dani sebagai Koordinator Lapangan.

Respons KontraS
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut bahwa lagi-lagi keberadaan aparat kepolisian mengabaikan hak dari masyarakat yang memperjuangkan lingkungannya. Langkah represif itu membuat kehidupan warga semakin menderita saat sumber kehidupannya juga terancam.

“Kasus Wadas, dan Parigi, hanya beberapa contoh dari keterlibatan kepolisian yang menjadi mesin kekerasan atas perjuangan warga dan kelestarian lingkungan demi proyek investasi yang tidak membawa kemaslahatan,” cuitan akun Twitter-nya.

KontraS pun menyebut Presiden Jokowi dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo semestinya meminta maaf dan meralat pernyataan tersebut karena hanya menimbulkan mudharat dengan menghalalkan berbagai cara untuk memuluskan investasi sekalipun mengabaikan hak warga.

Hal itu disebut oleh KontraS sambil mengutip berita dengan judul “Jokowi Perintahkan Kapolri Copot Kapolda yang Tak Kawal Investasi”.

Berita dikutip dari cnnindonesia.com tersebut, bahwa Presiden Jokowi meminta setiap kepala kepolisian daerah (Kapolda) di Indonesia mengawal investasi di Indonesia. Jokowi bahkan mengancam bakal memerintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda yang tidak mengawal investasi.

“Kalau ada yang ganggu-ganggu di daerah urusan investasi, kawal dan dampingi, agar setiap investasi tuh betul-betul direalisasikan,” kata Jokowi dalam arahannya kepada Kepala Kesatuan Wilayah Polri dan TNI di Bali, Jumat (3/12/2021).

“Saya sudah titip juga ke Kapolri. Kapolda yang tidak bisa menjaga, sama. Diperingatkan, kalau sulit enggak bisa mengawal, enggak bisa menyelesaikan yang berkaitan dengan agenda besar negara kita, ya maaf. Saya memang enggak bisa ngomong keras, ngomong…tapi udah..enggak bisa dia, ganti,” tegas Jokowi.

Menurut Jokowi, investasi merupakan kunci penggerak ekonomi. Ia menyebutkan, mulai tahun 2021, investasi di Indonesia tidak hanya di Pulau Jawab, bahkan di luar pulau Jawa lebih besar.

Ia menyebut, angka investasi di Pulau Jawa saat ini mencapai 48 persen, sementara luar Jawa 51,7 persen. Sementara, sebelumnya lebih dari 60 persen investasi berada di Pulau Jawa.

Oleh sebab itu, Jokowi meminta seluruh pihak untuk bisa menjaga keberlangsungan investasi, baik yang sudah, yang sedang berproses, maupun yang baru datang.

Respons JATAM
Pada hari ini, Ahad (13/2/2022), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merespons kasus penolakan tambang di atas. Ditulis dalam format siaran pers.

Siaran pers itu diberi judul: “Aksi Tolak Tambang PT Trio Kencana: Seorang Massa Aksi Tewas, Diduga Ditembak Aparat Kepolisian”.

“Aksi penolakan tambang yang dilakukan warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah pada Sabtu, (12/02/2020) berujung duka. Salah satu massa aksi atas nama Aldi yang berasal dari Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong tewas, diduga tertembak peluru aparat kepolisian,” demikian awal siaran pers JATAM, di akun Twitter-nya.

Terhadap penambangan PT Trio Kencana dan tewasnya seorang warga itu, JATAM pun mendesak, pertama mendesak Menteri ESDM untuk menghentikan operasi dan mencabut izin tambang PT Trio Kencana.

Kedua, mendesak Komnas HAM dan Komnas Perempuan untuk segera melakukan investigasi mendalam, terkait dugaan tindak pidana aparat kepolisian yang diduga sebagai pelaku penembakan massa aksi yang telah tewas. Ketiga, Mendesak Kapolri untuk menarik seluruh aparat kepolisian dari lokasi, memproses hukum aparat kepolisian terduga pelaku penembakan korban, sekaligus memproses hukum Kapolres Parigi Moutong yang gagal mencegah terjadinya korban tewas dalam penanganan aksi massa.

Adapun kejadian itu bermula, yakni ketika pada 7 Februari 2022 lalu, warga dari tiga kecamatan yang menggelar aksi tolak tambang menuntut gubernur Sulteng, Rusdy Mastura untuk mencabut izin tambang PT Trio Kencana. Gubernur Sulteng, melalui Tenaga Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan Antar Lembaga dan HAM, Ridha Saleh, berjanji untuk menemui massa aksi sehingga bisa mendengar aspirasi dan tuntutan warga.

Janji gubernur Sulteng itu pun ditagih oleh masyarakat pada aksi Sabtu, 12 Februari 2022 kemarin. Warga yang menggelar aksi sejak pagi sekitar Pkl. 10.30 Wita hingga malam hari itu, terus menunggu, namun gubernur Sulteng tak kunjung datang menemui massa aksi.

“Warga yang kecewa lantas memblokir jalan di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong. Pemblokiran itu diharapkan bisa memantik respon gubernur untuk segera bertemu dan mengabulkan tuntutan warga untuk mencabut izin tambang PT Trio Kencana,” tertulia dalam siaran pers.

Warga yang enggan membubarkan diri sebelum bertemu gubernur itu, kemudian dibubarkan secara paksa oleh aparat kepolisian yang berjaga. Dari video yang beredar, terdengar letusan tembakan yang berulang-ulang dari arah aparat kepolisian yang berjaga.

“Dalam insiden itu, seorang massa aksi atas nama Aldi tewas, diduga terkena tembakan peluru dari aparat kepolisian.”

Sebagaimana diketahui, perjuangan penolakan tambang emas PT Trio Kencana oleh warga di Kecamatan Toribulu, Kasimbar, dan Kecamatan Tinombo Selatan, Sulawesi Tengah itu telah berlangsung lama. Berbagai aksi penolakan telah dilakukan, mulai sejak Kamis, 31 Desember 2020; Senin 17 Januari 2020; Senin, 7 Februari 2022; hingga puncaknya pada Sabtu, 12 Februari kemarin.

Penolakan warga atas tambang emas PT Trio Kencana, itu disebabkan luas konsesi tambangnya yang mencapai 15.725 hektar, mencakup lahan pemukiman, pertanian dan perkebunan milik warga.

Foto: dok. jatamsulteng.org

PT Trio Kencana adalah Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan yang sahamnya dimiliki oleh Goso Umbas selaku pemilik saham sebesar 30 persen dan H Suriyanto sebagai pemegang saham sebanyak 70 peresm sisanya.

Perusahaan yang bergerak di bidang tambang emas ini telah beroperasi dan memiliki konsesi di tiga wilayah kecamatan di Kab. Parimo, masing-masing adalah Kec. kasimbar, Kec. Tinombo Selatan dan kec. Toribulu.

(Verry/PARADE.ID)

Exit mobile version