Site icon Parade.id

Aliansi 98 Tolak Penghapusan Sejarah dan Tuntut Pemecatan Fadli Zon

Foto: dok. istimewa

Jakarta (parade.id)- Sejumlah aktivis gerakan reformasi yang tergabung dalam Aliansi 98 menggelar konferensi pers bertajuk “Tolak Penghapusan Sejarah: Pecat Fadli Zon, Menteri Sontoloyo” pada Selasa (18/6/2025) di Graha Pena 98, Menteng, Jakarta Pusat. Konferensi pers ini dihadiri sekitar 45 orang dari berbagai latar belakang, termasuk aktivis, akademisi, peneliti, media, dan perwakilan organisasi masyarakat sipil.

Elemen yang tergabung dalam aksi ini antara lain Pena 98, Payung Demokrasi, Petisi Brawijaya, Barikade 98, dan FPRI 72. Beberapa tokoh penting yang hadir dalam acara tersebut adalah Alex Leonardo (Aktivis 98, Unika Atma Jaya), Mustar Bona Ventura (Aktivis Pena 98), Pande K. Trimayuni (Penulis, Peneliti, dan Aktivis 98), serta Hengki Irawan (Wakil Ketua Umum Barikade 98).

Alex Leonardo dalam pernyataannya mengecam keras ucapan Fadli Zon yang meragukan tragedi pemerkosaan Mei 1998. Menurut Alex, pernyataan tersebut bukan sekadar kesalahan persepsi, melainkan bagian dari proyek sistematis penghapusan sejarah yang sudah dimulai sejak dikeluarkannya Perpres 17/2022.

Ia menilai negara sedang menghindari tanggung jawab moral dan hukum dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dan kini mencoba menutupinya melalui narasi pejabat.

Senada dengan Alex, Mustar Bona Ventura secara tegas membantah pernyataan Menteri Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal 1998 sebagai rumor. Mustar menegaskan bahwa kejadian tersebut adalah fakta sejarah yang telah diakui secara resmi oleh negara dan tercatat dalam berbagai dokumen investigatif.

“Kalau negara belum bisa menangkap pelaku, minimal jangan malah menghapus jejak korban,” ujarnya. Ia menyebut ucapan Fadli Zon sebagai bentuk penghinaan terhadap korban dan menuntut Presiden Prabowo untuk segera memecat Menteri Fadli Zon secara tidak hormat.

Pande K. Trimayuni, seorang peneliti sejarah, mengkritisi penulisan sejarah versi negara yang semakin dipaksakan. Ia menyoroti banyak aspek penting yang dihilangkan dalam narasi resmi, termasuk peran gerakan perempuan serta latar kekerasan struktural menjelang reformasi.

“Narasi sejarah kita kini makin manipulatif. Nama-nama pelaku kekerasan justru mulai dicuci dan diangkat sebagai pahlawan nasional,” ungkap Pande. Ia juga menantang Menteri Fadli Zon untuk membaca ulang laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan membuka dialog publik berdasarkan fakta, bukan opini sepihak.

Sementara itu, Hengki Irawan dari Barikade 98 menyampaikan bahwa upaya untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional merupakan bentuk lain dari pengkhianatan terhadap sejarah reformasi. “Tanggal 23 Mei lalu, kami sudah berkumpul di Hotel Grand Sahid Jaya untuk menyatakan sikap nasional: menolak Soeharto dijadikan pahlawan,” tegasnya.

Hengki juga memberikan ultimatum kepada Fadli Zon: jika dalam 30 hari tidak ada permintaan maaf terbuka, Aliansi 98 siap menurunkan 15.000 massa aktivis ke jalan. “Kami tidak sedang bermain-main. Kami sedang mengingatkan sejarah bahwa pengkhianat akan selalu dicatat, dan perlawanan akan selalu dilanjutkan,” pungkasnya.*

Exit mobile version