Site icon Parade.id

Anggota DPR Singgung Klaim Pemerintah soal Penanganan Pandemi Terkendali

Dok: republika.co.id

Jakarta (PARADE.ID)- Kasus COVID-19 di Indonesia hingga Selasa (26/1/2021) sudah mencapai angka 1.012.350 kasus. Angka ini lebih banyak dari total seluruh kasus di negara-negara Asia Tenggara lainnya yang berjumlah 917.279 kasus.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyinggung  penanganan pandemi yang masih berantakan dari hulu ke hilir.

“Dari hulu ke hilir penanganan COVID-19 oleh pemerintah masih berantakan. Sejumlah persoalan masih jadi PR di lapangan, mulai dari 3T yang rendah dan belum merata, prokes 3M yang longgar, kekurangan ruang isolasi dan nakes, realisasi insentif nakes yang belum 100 persen, sengkarut data vaksinasi, hingga buruknya  komunikasi publik,” kata Netty dalam keterangan media, Rabu (27/1/2021).

Netty  juga menyebut adanya dugaan   moral hazard dalam pengelolaan  anggaran pandemi triliunan rupiah, yang seolah jadi bancakan untuk  memperkaya diri dan kelompok, seperti dalam distribusi  bansos, Kartu Prakerja, dan BPJS Ketenagakerjaan.

“Jadi kalau pemerintah menyebut telah mengendalikan krisis pandemi dan ekonomi dengan baik, menurut saya, ini asumsi-asumsi yang patut dipertanyakan kebenarannya,” kata Ketua Tim COVID-19 FPKS DPR RI ini.

“Di mana letak keberhasilannya? Apa ukuran dan indikatornya? Sementara kasus COVID-19 di Indonesia kembali pecah rekor dan  menjadi yang tertinggi di seluruh Asia Tenggara,” sambungnya.

Angka  positivity rate COVID-19 Indonesia mencapai persentase 33,24 persen, yang artinya lebih dari  enam kali lipat dari angka 5 persen ambang batas minimal positivity rate yang ditetapkan oleh standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dari sisi ekonomi, menurut dia, kita sudah masuk jurang resesi pada kuartal III-2020. Realisasi laju perekonomian minus 3,49 persen, di mana sebelumnya sempat terperosok ke angka 5,32 persen.

“Jadi tolong dijelaskan, atas dalih apa jika pemerintah klaim telah terjadi keberhasilan pemulihan ekonomi?” tanya Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI.

Terakhir Netty mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 ini adalah masalah serius yang penerapan kebijakannya harus tegas, konsisten dan tidak tebang pilih.

Masuknya  WN China di tengah kebijakan penutupan akses oleh pemerintah hingga 8 Februari tentu membuat  kita kaget dan tidak habis pikir. Apa pun alasan pengecualiannya, kejadian tersebut berpotensi menjadi preseden buruk pemerintah di mata publik.

“Rakyat jadi bingung dan bertanya-tanya: semetara mobilitas dan aktivitas mereka dibatasi,  mengapa  orang luar yang berpotensi membawa virus varian baru malah dibiarkan masuk,” katanya.

(Rgs/PARADE.ID)

Exit mobile version