Jakarta (PARADE.ID)- Baru-baru ini Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko bertemu dengan sepuluh ulama tanah air. Pertemuan yang dilakukan secara daring ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dalam mengantisipasi lonjakan aktivitas dan mobilitas masyarakat menjelang perayaan Hari Raya Iduladha 1442 Hijriyah pada Selasa (20/7) mendatang.
Menurut Moeldoko, pihaknya ingin menyampaikan bahwa pemerintah dalam menghadapi situasi pandemi ini tidak bisa sendirian, butuh partisipasi seluruh elemen masyarakat sangatlah diperlukan.
“Oleh karena itu kami mengundang para tokoh agama untuk turut berpartisipasi dalam penanggulangan COVID-19,” ungkap Moeldoko, dikutip akun @KSPgoid, Sabtu (17/7/2021).
Moeldoko menjelaskan bahwa tujuan dari dialog bersama para ulama ini adalah untuk menjalin komunikasi yang erat dan terbuka antara pemerintah sebagai umaro dengan ulama untuk menumbuhkan sikap saling percaya satu dengan yang lain.
Selain itu, pemerintah juga ingin mendapatkan input dari masyarakat, terkait penanganan pandemi dan implementasi PPKM Darurat.
“Kita juga ingin mengajak para tokoh agama untuk membangun narasi publik yang positif & konstruktif sbg pembentuk opini publik dalam rangka meningkatkan kesadaran, kewaspadaan & kehendak masyarakat dalam menekan lonjakan kasus COVID-19,” imbuh Moeldoko.
Untuk menghindari lonjakan aktivitas dan kerumunan masyarakat di luar rumah, pemerintah melalui Kemenag RI telah mengeluarkan SE No.17/2021 tentang Peribadatan selama Idul Adha dan Juknis Pelaksanaan Qurban tahun 2021 di wilayah PPKM Darurat.
Pembatasan ini dilakukan mengingat data dari Gugus Tugas Nasional COVID-19 pada Rabu, 14 Juli 2021 menunjukkan adanya penambahan kasus harian COVID-19 yang mencapai angka 54.517 kasus positif, yang mana hal tersebut merupakan rekor tertinggi selama pandemi.
“Hal ini harus menjadi alarm bahaya bagi kita semua,” tegas Moeldoko.
Para ulama yang hadir pada rapat itu menyatakan kesanggupannya untuk berpartisipasi. Caranya dengan menyerukan kepada umat tentang pentingnya menjaga protokol kesehatan dan memperhatikan situasi genting pandemi.
Para tokoh agama juga memberikan masukan kepada pemerintah, terutama terkait dengan narasi yang dibangun oleh pemerintah yang seharusnya dibuat dalam bentuk yang lebih sensitif.
“Pemerintah perlu menggandeng masyarakat dan tokoh lokal demi menghindari istilah seperti pembatasan masjid atau pembatasan ibadah yang menyulut gelombang penolakan,” ujar Pengasuh Pesantren Mahasina Bekasi, Nyai Badriyah Fayumi.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu;ti menambahkan perlunya narasi penyejuk yang memperlihatkan sensitifitas terhadap problem yang dihadapi masyarakat.
“Aparat jangan sampai di lapangan menjadi kurang sensitif dan himbauannya bermuatan kekerasan. Ini yang perlu kita antisipasi sedemikian rupa, jangan sampai ada kesan bahwa pemerintah berhadap-hadapan dengan umat Islam,” ujar Mu’ti.
Penceramah asal Jogjakarta, KH Ahmad Muwafiq menyatakan perlunya upaya pemerintah untuk menampung cara-cara yang dilakukan masyarakat lokal dalam menghadapi pandemi.
Sementara guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Dr Azyumardi Azra menyarankan perlunya forum dialog dari lima agama lainnya untuk menjamin inklusivitas umat agama yang lain.
Pertemuan ini dihadiri oleh Menteri Koperasi PMK Muhadjir Effendy, Menteri Polhukam Mahfud MD dan sepuluh ulama dari penjuru Indonesia.
Ulama yang turut hadir selain di atas ialah Habib Jindan, KH Ust. Das’ad Latif, KH. Cholil Nafis, ustaz Yusuf Mansur, Gus Reza Ahmad Zahid dan Prof. Dr. Masyitoh Chusnan.
(Rgs/PARADE.ID)