Site icon Parade.id

ASPEK Indonesia Minta Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Dibatalkan

Foto: logo ASPEK Indonesia, dok. Ist

Jakarta (PARADE.ID)- Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat mendesak agar Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 dibatalkan dan kembali ke Permenaker No 19 tahun 2015.

“Dalam Permenaker No 19 tahun 2015, manfaat JHT dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja. Baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK,” pintanya, Sabtu (12/2/2022), dalam rilis yang diterima parade.id.

“Sedangkan dalam Permenaker No 2 tahun 2022, manfaat JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun,” sambungnya.

Pemerintah, kata dia, harusnya jangan membuat kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia. JHT itu adalah hak pekerja, karena iurannya dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri.

Sehingga, lanjut dia, tidak ada alasan untuk menahan uang pekerja, karena JHT yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan itu adalah dana milik nasabah yaitu pekerja, bukan milik Pemerintah. Dimana komposisi iuran JHT BPJS Ketenagakerjaan dibayarkan oleh pekerja melalui pemotongan gaji setiap bulannya sebesar 2 persen dari upah sebulan dan 3,7 persen dari upah sebulan dibayar oleh pemberi kerja atau perusahaan.

Oleh sebab itu, kata dia, Pemerintah jangan semena-mena menahan hak pekerja, karena faktanya, banyak korban PHK dengan berbagai penyebabnya, yang membutuhkan dana JHT miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memulai usaha setelah berhenti bekerja. Banyak juga pekerja yang di-PHK tanpa mendapatkan pesangon, antara lain karena dipaksa untuk mengundurkan diri dari perusahaan.

“Sehingga pekerja sangat berharap bisa mencarikan JHT yang menjadi haknya,” tekannya.

Ia coba mengambil contoh pekerja yang putus hubungan kerja di usia 40 tahun, dimana harus menunggu 16 tahun untuk bisa mencairkan hak atas JHT. Padahal pekerja tersebut sudah berhenti membayar iuran.

Kemudian menjadi pertanyaan, mengapa harus ditahan dan menunggu sampai usia 56 tahun. Di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan baru, seharusnya dana JHT bisa dipergunakan untuk modal usaha.

Mirah pun menduga dipaksakannya Permenaker No 2 tahun 2022, yang membuat manfaat JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun, adalah karena BPJS Ketenagakerjaan tidak professional dalam mengelola dana nasabahnya.

“Ada kemungkinan BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta. Sehingga berpotensi gagal bayar terhadap hak-hak pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan,” pungkasnya.

(Rob/PARADE.ID)

Exit mobile version