Jakarta (PARADE.ID)- Pada awal tahun 2022 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berbagai isu. Mulai dari kelangkaan minyak goreng, wacana penundaan pemilu hingga isu-isu lainnya. Dan minyak goreng yang menjadi dasar kebutuhan hidup masyarakat, muncul berbagai protes yang terjadi.
Pada saat yang bersamaan, pemerintah dengan partai politik (parpol) juga mengeluarkan wacana, terkait penundaan pemilu 2024, sehingga hal tersebut membuat masyarakat hari ini mengalami dilematis politik.
Ketua Majelis Nasional Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), Zainal Abidin atau yang kerap disapa bung Salman, menilai fenomena tersebut merupakan imbas dari krisis kapitalisme, yang menurutnya, hal tersebut kemudian seluruhnya dibebankan ke pundak rakyat Indonesia, secara khusus adalah rakyat dan kelas pekerja.
Berikut adalah hasil wawancara ekslusif tim parade.id bersama bung Salman, yang ditemui di sekretariat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FBTPI, kemadin, di Tanjung Priok, Jakarta Utara:
Bagaimana sikap FBTPI sebagai organisasi buruh melihat kelangkaan minyak goreng dan kenaikan harga pangan yang lainnya?
Pertama, Indonesia sejatinya adalah penghasil CPO terbesar didunia nomor satu, produsen cpo pada hari ini dikisaran 46,88 juta pertahun dari hasil produsen CPO, itu memang agak menurun dibandingkan dengan tahun 2020 yang kurang lebih mendapatkan 40 juta ton kurang lebih, ditiap tahunnya.
Ini ironi, di tengah tingginya produsen CPO tetapi yang terjadi malah kelangkaan minyak goreng di pasaran dan ini sangat berdampak luas bagi masyrakat Indonesia.
Salah satu yang kemudian mempengaruhi tingginya minyak goreng pada saat ini adalah adanya kewajiban pemrintah yang mewajibkan produsen CPO menerapkan aturan, terkait masalah g30 bahan baku biodiesel. Ini adalah satu aturan pemrintah yang di pandang sangat memaksakan.
Kemudian?
Kemudian yang kedua, produsen CPO pada saat ini akan merasa diuntungkan ketika hasil produksi mereka dijual atau di ekspor, sehingga yang terjadi pada saat ini kelangkaan minyak goreng di Indonesia, dan ini sangat menyulitkan, khususnya ibu-ibu atau kaum perempuan yang notabenenya ini menjadi kebutuhan pokok sehari-hari bagi kita masyarakat indonesia.
Kemudian, di tengah kelangkaan minyak goreng, yang sampai mengorbankan nyawa, kita bisa melihat ibu-ibu antre luar biasa, hanya untuk mendapatkan satu liter minyak goreng.
Justru partai politik atau para petinggi-petinggi partai yang justru mudah mendapatkan minyak, ada yang bagi-bagi minyak sampai 16 ton, dan ini yang menjadi pertanyaan, dari mana mereka mendapatkan minyak sebanyak itu ? Apakah mereka memang di indikasikan menimbun minyak tersebut, sehingga di momentum tahun-tahun politik kedepan itu akan menjadi bahan suatu keuntungan bagi mereka, ini sungguh miris.
Sehingga sikap FBTPI, agar pemerintah dengan tegas menindaklanjuti hal tersebut, karena kita sama-sama tahu sebentar lagi umat muslim akan melaksanakan puasa.
Kemudian, hal yang terjadi juga pada saat yang bersamaan, pemerintah dan parpol pendukung nya mewacanakan penundaan pemilu, lantas dimana posisi FBTPI?
Terkait wacana penundaan pemilu yang ditunda sampai tahun 2026,artinya masa jabatan presiden di perpanjang. lagi-lagi rezim hari ini membuat satu blunder, karena sudah jelas itu bertentangan dengan konstitusi kita, khususnya undang-undang dasar 1945, dimana masa jabatan presiden itu, maksimal hanya sepuluh tahun atau dua periode, justru wacana tersebut yang membuat rezim hari ini mengangkangi aturan tersebut.
Ini yang akhirnya membuat pertanyaan besar di tengah masyarakat, ada apa?
kalau, alasan pemerintah menegeluarkan wacana penundaan pemilu akibat keadaan ekonomi pada saat ini yang mengalami keterpurukan. Seharusnya justru, alangkah baiknya rezim pada saat ini memajukan agenda pemilu, karena jika dimajukan akan membuat pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat.
Contohnya?
Contohnya adalah, ketika pemilu dimajukan UMKM atau percetakan kaos itu akan semakin bertumbuh, artinya ini akan semakin menumbuhkan ekonomi, kalo alasan penundaan tersebut adalah ekonomi.
Sikap kita di dalam FBTPI, jelas sangat menolak wacana tersebut,ini merupakan kehendak rezim yang anti rakyat dan rezim yang haus kekuasaan, ditengah situasi sulit.
Apa dampak dari situasi tersebut di sektor perburuhan?
Dampak yang paling terbesar kepada kelas buruh adalah, krisis-krisis tersebut semua di bebankan kepada pundak rakyat Indonesia yang hari ini mayoritas adalah kelas pekerja atau buruh. Sehingga, tidak menutup kemungkinan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak akan massif.
Sistem kerja kontrak yang sangat menyulitkan kaum buruh. Dalam hal ini, pemerintah harus fokus pada persoalan rakyat, bukan malah membebani rakyat dengan mengeluarkan kebijakan yang anti rakyat. Dan ini adalah imbas dari munculnya aturan cipta kerja yang secara sah untuk melakukan penghisapan dan penindasan secara legal.
Padahal, aturan tersebut sudah dikategorikan inkonstitusional, dan pemerintah lagi-lagi menutup mata pada persoalan rakyat ini, sehingga dikategorikan sebagai inkonstitusional bersyarat.
Kemarin, kemenaker membuat kebijakan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (permenaker) nomor 2 tahun 2022, yang kemudian mendapatkan gelombang protes yang sangat besar sehingga wacana yang dikeluarkan oleh kemnaker adalah melakukan revisi.
Kami secara tegas menolak dengan adanya revisi, permenaker no 2/22 harus dicabut dan dikembalikan kepada peraturan yang sebelumnya, dan kami menegaskan pemerintah untuk menaati atura-aturan yang pro terhadap rakyat dan menghapuskan kebijakan yang anti rakyat.
Apa yang akan direncakan fbtpi dalam waktu dekat melihat situasi tersebut?
Banyak beberapa partai yang mendukung penundaan pemilu dan pemanjangan jabatan presiden sampai 2026. Kita dari Federasi Buruh Transportasi Indonesia (FBTPI) yang tergabung dalam Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan juga sekaligus salah satu pendiri Partai Buruh.
Ketika kelangkaan minyak tidak ditindaklanjuti dengan tegas oleh pemerintah dan wacana penundaan pemilu terus dilaksanakan, maka dalam waktu dekat kita akan menggalang kekuatan massa atau people power. Sebab, kita tidak berkehendak pemerintah mengangkangi aturan tersebut.