Site icon Parade.id

Ekspansi Pengaruh China

Foto: Pemerhati Sosial dan Politik Taufan Iksan Tuarita, dok. pribadi

Jakarta (PARADE.ID)- China adalah salah satu peradaban besar yang tidak diragukan lagi sepak-terjangnya di masa lalu. Tembok besar China yang mulai dibangun pada masa Kaisar Qin Shi Huang pada abad ke 3 SM adalah bukti betapa digdayanya China dalam penguasaan teknologi untuk mengkreasikan apa pun yang dibutuhkan oleh peradabannya.

Sebelum China modern dengan ketahanan ekonomi baru yang dimulai di era Deng Xiaoping pada tahun 1978, beberapa periode sejarah China patut dicatat sebagai bagian dari fase penting bagi perkembangan peradaban umat manusia. Berbagai invensi berasal dari kebudayaan peradaban ini.

Pada periode negara perang tahun 475-221 SM, teknologi dan berbagai filosofi berperang terlahir di negeri ini, kemudian menyebar dan menjadi acuan bagi seni berperang berbagai bangsa di dunia, salah satunya adalah Sun Tzu, ahli strategi perang, hidup pada periode ini.

Perkembangan China mengalami kemajuan cukup pesat ketika pada tahun 2010 berhasil mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Tidak berhenti sampai di situ, China diprediksi akan mengambil alih posisi Amerika Serikat dan muncul sebagai raksasa ekonomi baru dunia paling lambat tahun 2030.

Laporan dari Bloomberg Economics tahun 2019 lalu, saat ini tidak ada satu negara pun di dunia yang mampu meniru bagaimana China dalam mentransformasi ekonominya. Terlebih bagi negara-negara Asia lainnya yang masih berkutat dengan persoalan struktural ekonomi seperti penguatan infrastruktur, kestabilan politik maupun ketahanan nasionalnya.

Dengan mengacu pada bekal tersebut, China kini diyakini sedang perlahan menuju pada keadaan yang tidak terkalahkan di banyak aspek. Itulah kenapa, China dapat terus berani menebar ancaman pada eskalasi yang terjadi di kawasan.

Beberapa negara yang berkonfrontasi langsung dengan China seperti Vietnam, Malaysia, Filipina di Laut China Selatan, maupun secara tidak langsung dengan Amerika Serikat yang mengamankan kepentingannya di kawasan.

Jepang sebagai musuh historis China juga turut serta dalam konfrontasi kawasan, terutama pada masalah sengketa dan turut campurnya negara tersebut pada masalah Taiwan.

Terbaru, ancaman China untuk membom nuklir Jepang apabila terus turut campur pada masalah Taiwan.

Sepak terjang China dalam dinamika politik kawasan secara praktis menunjukkan haluan baru persaingannya dengan Amerika Serikat ataupun negara adidaya lainnya. Setelah persaingan berbasis ideologi yang mulai kehilangan relevansi pasca runtuhnya Uni Soviet, persaingan hari ini sepenuhnya berorientasi pada perebutan pasar, pengaruh ekonomi dan sumber daya alam potensial.

Guna mewujudkan agenda tersebut, China mulai melaksanakan berbagai ekspansi pengaruh, bahkan hingga ke negara-negara miskin dengan sumberdaya alam yang belum terkelola di benua Afrika. Yang terbaru, China bahkan sedang mendekati negara-negara Afrika dari Mauritania hingga ke Selatan Namibia agar mereka bisa membangun fasilitas angkatan lautnya.

China mungkin ingin menunjukkan bahwa jika Amerika Serikat dapat menebar pangkalan militernya di seantero Pasifik, maka China juga bisa menaruh pangkalan militernya menghadap langsung ke Samudera Atlantik, tak jauh dari Amerika Serikat.

Guna memperkuat pengaruh ekonomi di kawasan, salah satu proyek raksasa yang sedang digencarkan oleh China adalah OBOR (One Belt One Road) yang kini telah direvisi menjadi proyek Belt Road Initiative (BRI). Proyek ini mengusung semangat historis yang hendak membangun jalur sutra baru baik darat maupun maritim yang dapat mempertajam kepentingan ekonomi China di kawasan.

Proyek BRI ini secara fundamental memiliki pengaruh yang kuat pada lanskap ekonomi dunia. Dengan inisiatif skala global, China tidak hanya sekedar mengincar hegemoni dari negara-negara yang dilalui oleh proyek ini, yang meliputi negara-negara Asia Tenggara, Asia Selatan dan Samudera Hindia, namun juga membendung ekspansi negara-negara barat maupun Amerika Serikat yang selama ini terus-menerus mendikte kebijakan ekonomi dan politik di negara-negara tersebut.

Ekspansi pengaruh China terhadap kawasan memiliki banyak implikasi, yang pertama adalah kewaspadaan terhadap berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi di masa depan. Proyek ekonomi ekspansionis yang dilakukan oleh suatu negara selalu punya kecenderungan yang selalu bermuara pada kepentingan ekonomi negara tersebut ke dalam.

Dengan agenda ekonomi masing-masing, setiap negara pasti menghendaki kepentingan nasionalnya tidak terganggu oleh kepentingan negara asing.

Implikasi lainnya adalah bagaimana China ditempatkan sebagai role model bagi pembangunan ekonomi jangka Panjang. Khusus bagi Indonesia yang nantinya akan menghadapi bonus demografi pada tahun 2045, penguatan fundamental ekonomi dengan mengusung prinsip perluasan lapangan kerja harus menjadi perhatian utama.

Arah kebijakan ekonomi-politik yang terbangun dalam kerjasama bilateral dengan China yang menyertakan klausul impor tenaga kerja dari China daratan harus direduksi, sehingga sektor-sektor yang masih bisa menyerap tenaga kerja nasional bisa terus dipertahankan guna menyambut agenda bonus demografi 2045.

Di sisi yang lain, Indonesia juga perlu hati-hati dalam menempatkan posisi tawarnya dalam pusaran persaingan China vis a vis Amerika Serikat. Selain karena amanat politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia adalah pemimpin negara-negara ASEAN, di mana ASEAN itu sendiri adalah pasar sekaligus juga kekuatan potensial di kawasan Asia Pasifik. Sebab dengan kebijakan ekonomi dan politik  luar negeri yang tepat, maka perjalanan ekspansi pengaruh China di kawasan dapat diarahkan untuk kepentingan nasional yang jauh lebih baik.

*Pemerhati Sosial dan Politik, Taupan Iksan Tuarita

Exit mobile version