Jakarta (parade.id)- Ketua Bidang Ideologi Partai Buruh, Adityo Fajar mengecam keras tragedi Sabah yang menewaskan 149 buruh migran dalam kurun 2021-2022, di lima depot tahanan imigresen (DTI). Menurut dia kejadian itu sebagai kejahatan HAM.
“Pada hari ini (red.) di mana Hari Migran Internasional, agak susah rasanya mengucapkan selamat, karena masih banyak air mata berlinang, saudara-saudari kita, kelas pekerja. Kita ingin menulis sejarah, sejarah kelas pekerja yang damai, makmur dan sentosa, dengan pekerja migran sebagai salah satu subjek utamanya,” kata dia, dalam keterangannya kepada media, Ahad (18/12/2022).
Data tragedi itu dikatakan berdasarkan data dari Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB). Dimana bulan Juni lalu buruh migran dipenjara–meninggal.
Menurut dia, di Indonesia ini, masalah buruh migran terus bergulir. Berdasarkan data pengaduan Crisis Center Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tahun 2022, beberapa permasalahan yang dihadapi sepanjang 2019-2021 itu mencakup: gaji tidak dibayar, gagal berangkat, perdagangan orang, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, tindak kekerasan dari majikan, depresi/sakit jiwa, penipuan peluang kerja, dan sebagainya.
Menurut rilis ILO pada tahun 2019, terdapat 169 juta orang pekerja migran di dunia. Mereka merupakan 4,9 persen dari angkatan kerja global. Dimana keputusan menjadi pekerja migran tentu saja beragam. Tidak menyangkut satu faktor tunggal.
“Bila dibedah lebih jauh, pendorong utama yang berkontribusi terhadap pertumbuhan mobilitas pekerja mencakup aneka faktor. Diantaranya: kurangnya pekerjaan dan kondisi kerja dan upah yang layak serta ketimpangan pendapatan yang melebar di dalam dan antar negara,” ungkapnya.
Faktor lainnya, lanjut dia, meningkatnya permintaan akan pekerja terampil pun berketerampilan rendah di negara tujuan migran, juga terjadinya ‘kekurangan’ tenaga kerja domestik. Terakhir, perubahan demografis negara-negara dengan angkatan kerja yang menurun dan populasi yang menua.
“ILO jmemberikan gambaran lebih jauh menyangkut tren pekerja migran. Perempuan merupakan 41,5 persen dan laki-laki 58,5 persen dari komposisi pekerja migran (ILO, 2021). Lainnya, 66,2 persen pekerja migran bekerja di sektor jasa, 26,7 persen di industri, dan 7,1 persen di pertanian. Diperkirakan dari 169 juta pekerja migran internasional, 67,4 persen berada di negara berpenghasilan tinggi dan 19,5 persen di negara berpenghasilan menengah ke atas,” ungkapnya lagi
Riset ILO itu menurutnya juga menunjukkan bahwa pekerja migran dunia tersebar di wilayah-wilayah utama sebagai berikut: Eropa dan Asia Tengah, 37,7 persen; Amerika, 25,6 persen; Negara Arab, 14,3 persen; Asia dan Pasifik, 14,2 persen; dan hanya 8,1 persen di Afrika.
Dan belakangan, isu buruh migran kembali mencuat seiring persiapan helatan Piala Dunia. Pada bulan Februari tahun lalu, surat kabar terkemuka Inggris, The Guardian mengunggah reportase mencengangkan.
6500 pekerja migran dikabarkan meninggal sejak Qatar mempersiapkan diri sebagai tuan rumah 10 tahun lalu. 6.500 pekerja migran itu berasal dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka.
“Rata-rata 12 pekerja migran dari lima negara Asia Selatan ini meninggal tiap minggu sejak malam di bulan Desember 2010, ketika jalan-jalan di Doha dipenuhi oleh warga yang merayakan kemenangan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia,” katanya.
(Rob/parade.id)