Site icon Parade.id

Investasi Mengalami Peningkatan tapi Masih Timpang, Kata Komisi Agraria HMI-MPO

Foto: logo HMI-MPO

Jakarta (parade.id)- Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) mengakui bahwa insvestasi di akhir masa presiden Jokowi yang dua periode ini mengalami peningkatan tajam. Hal itu disampaikan Ketua Komisi Agraria PB HMI-MPO Periode 2020-2022, Alialudin Hamzah, kemarin, kepada media.

Peningkatan itu kata dia dapat dilihat dari realisasi investasi atau Pembentukan Modal Total Bruto (PMTB) yang meliputi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), yang totalnya menembus angka Rp282,4 triliun per triwulan 1 tahun 2022 atau lebih tinggi 28,5 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2021, serta meningkat 16,9 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2021.

“Artinya ada peningkatan yang signifikan pada realisasi Investasi PMDN maupun PMA secara keseluruhan. Ini tentu di satu sisi menguntungkan ekonomi negara,” ungkapnya.

Namun, kata dia, peningkatan tersebut masih timpang, terutama karena nilai investasi terbesar itu masih berada di wilayah-wilayah di pulau Jawa, di mana nilai investasinya lebih pada sektor non tambang dan galian.

“Sementara di Wilayah – wilayah luar pulau Jawa terutama di Sulawesi, Maluku dan Papua justru cenderung didorong untuk mengandalkan sektor tambang dan galian sebagai sumber ekonomi yang produktif,” ungkapnya kembali.

Kebijakan pemerintah pusat pun dikatakan olehnya cenderung mendorong peningkatan investasi dan produksi sektor pertambangan dan galian di luar pulau Jawa.

“Di satu sisi terkesan mengabaikan hilirisasi terhadap hasil petani dan hasil nelayan yang ada di daerah. Kalau smelter dibangun, infrastruktur pabrikan lainnya juga mestinya dibangun,” tambahnya.

Pemerintah dalam hal ini kata dia gagal dan terkesan membahayakan kelangsungan hidup masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di wilayah-wilayah pesisir maupun masyarakat adat yang ada di luar pulau Jawa, khususnya masyarakat di wilayah potensi pertambangan. Pasalnya, kebanyakan yang dikeluhkan oleh masyarakat adat dan pesisir hari ini adalah adanya aktivitas pertambangan yang mengabaikan kelangsungan lingkungan hidup.

Jika terus menerus dibiarkan, maka ini akan menjadi bom waktu yang membawa petaka bagi masyarakat di kemudian hari.

“Maka kami mengingatkan tentang sederat masalah pertambangan yang merusak hutan dan lingkungan hidup terjadi di tengah masifnya kebijakan investasi pertambangan oleh pemerintah (seperti di atas),” peringatannya.

Pemerintah mestinya bertindak tegas terhadap penambang nakal dan bersamaan memastikan lingkungan hidup tetap terjaga dan terkendali. Selanjutnya pemerintah juga agar melihat potensi lain untuk dikelola dan ditingkatkan selain potensi sektor pertambangan.

“Pertanian dan perikanan di wilayah-wilayah tertentu masih belum maksimal dikelola. Misalnya di Maluku yang sejak 2014 sudah ditetapkan kedalam program Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang sampai hari ini belum ada kejelasan,” kata dia.

Begitu juga dengan petani rempah-rempah yang selalu mengeluh dengan turunya harga hasil pertanian karena panjangnya mata rantai distribusi. Kesemuanya perlu diperhatikan guna mewujudkan iklim investasi yang adil dan merata antar wilayah dan tentunya berpihak kepada rakyat terutama petani dan nelayan,” tandasnya.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version