Site icon Parade.id

Keadaan di Myanmar Memprihatinkan, Indonesia Bisa Apa?

Jakarta (PARADE.ID)- Keadaan di Myanmar kian memprihatinkan pasca kudeta militer terhadap pemerintahan resmi. Banyak warga sipil menjadi korban karena menentang kudeta militer.

Menurut Politisi Demokrat Rachland Nashidik, kabarnya mereka bahkan tega membunuh bayi dari keluarga aktivis penentang kudeta. Konon, sudah 47 anak-anak dibunuh.

“YTH Presiden @jokowi: Keadaan di Myanmar kian minta perhatian ASEAN. Indonesia bisa berbuat apa? Junta pimpinan Jenderal Ming Aung Hlaing sudah keliwat batas,” ungkapnya, Sabtu (3/4/2021), di akun Twitter-nya.

Apa yang terjadi di Myanmar menurut Rachland adalah “State Terorism”. Sebab banyaknya korban jiwa warga sipil, seharusnya sudah bisa mengondisikan PBB mempertimbangkan langkah Responsibility to Protect.

“Soalnya, apakah ASEAN bisa menerima kehadiran pasukan militer PBB dan jadi bagian di dalamnya? Saya mengetuk hati rakyat Indonesia untuk menunjukkan solidaritas kepada rakyat Myanmar.”

Ia mengimbau agar kita mengesampingkan pandangan politik partisan demi kemanusiaan universal.

Selain itu ia mengajak kita bersama mendorong Presiden RI untuk ambil peran strategis dan mendukungnya ambil keputusan terbaik bagi rakyat Myanmar

“Jangan halangi solidaritas antarbangsa pada Myanmar dengan alasan di dalam negeri masih banyak masalah. Junta militer di Myanmar harus diakhiri segera.”

Ada kepentingan kita di situ, kata dia, yakni mencegah inspirasi kembali kepada otoritarianisme di negara ASEAN  menemukan musim semi.

Genosida di Myanmar?

Apa yang dialami warga Rohingya, seperti yang disampaikan oleh Marzuki Darusman mewakili ICC, adalah genosida. Kekejaman itu punya akar yang sama dengan apa yang kini dialami rakyat Myanmar sendiri, yaitu kekuatan politik militer.

Inilah yang harus segera diakhiri oleh solidaritas antarbangsa, kata dia.

Partai Politik, sebagai representasi politik sipil, harus terpanggil untuk dalam solidaritas antarbangsa, bersatu menyingkirkan bedil yang melumpuhkan penyelenggaraan negara yang demokratik dan adil di Myanmar. Para politisi di Indonesia diajaknya untuk mengerjakan pekerjaan rumah ini!

“Alasan di dalam negeri juga banyak masalah adalah varian dari nasionalisme sempit. Selalu ada masalah di dalam negeri. Maka, selamanya solidaritas antarbangsa dicegah?”

Padahal sejarah membuktikan solidaritas antarbangsa punya peran strategis menyelamatkan demokrasi dan hak asasi.

Sambil menunaikan pekerjaan rumah sendiri, ia juga mendesak kawan-kawan di PDIP, partai pemenang pemilu, bergerak segera membangun solidaritas pada rakyat Myanmar. Sebagaimana pesan Soekarno yang mengingatkan kita: “Nasionalisme Indonesua hanya bisa tumbuh di taman sari internasionalisme”.

(Rgs/PARADE.ID)

Exit mobile version