Site icon Parade.id

Kehadiran Dua Presiden Buruh ke Massa Aksi “Penentu” Keputusan MK

Jakarta (PARADE.ID)- Dua presiden buruh, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea hadir dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal JR. Mereka berdua bak “penentu” keputusan MK.

Bagaimana tidak, saat keduanya hadir, keputusan MK akhirnya membuat massa keduanya euforia. Mereka tampak menerima keputusan MK.

Menurut Said Iqbal, apa yang diputuskan oleh MK saat ini tidak lepas dari kesolidan para buruh. Dimana para buruh yang berada di dalam dua konfederasi tersebut diklaim Iqbal taat kepada pimpinan atas memperjuangkan nasih buruh.

“Ini kekuatan kita, kaum buruh. Dan pada akhirnya Omnibus Law dinilai cacat prosedural oleh MK,” kata dia, dalam orasinya, Kamis (25/11/2021), di kawasan Monas, patung kuda, Jakarta.

Namun demikian, menurut Iqbal, perjuangan kaum buruh belum selesai, karena belum dicabut Omnibus Law. Selain itu masih ada PR, dimana belum adanya daerah yang meningkatkan upah buruh.

Artinya, kata Iqbal, dengan keputusan MK itu, maka untuk soal upah, maka hukum yang lama berlaku, yakni PP 78 Tahun 2015.

“Sebab ada kekosongan hukum. Maka yang berlak adalah hukum yang lama. Sampaikan itu kepada kawan-kawan kita, buruh yang lain,” Iqbal menyampaikan.

Sementara itu, Presiden KSPSI Andi Gani mengatakan bahwa apa yang diputuskan oleh MK adalah perjuangan kita. Terbukti. Kuat karena bersama.

Dan hal itu, menurut dia tak lepas dari risiko. Bahkan semua risiko untuk menyoal Omnibus Law diambil.

“Tapi Tuhan bersama kita. Mendukung perjuangan kita. Oleh karena itu, saya pun tak bisa menahan air mata,” ujarnya, berapi-api.

Ia pun berterima kasih kepada MK atas keputusan yang telah dihasilkan.

Kendati begitu, ia mengingatkan agar buruh kembali mempersiapkan aksi lanjutan. Bukan di Jakarta, melainka di Bandung.

Di Bandung, kata Andi Gani, tanggal 30 November 2021 akan melakukan aksi besar-besaran. Melakukan perlawanan di Gedung Sate.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Republik Indonesia Tahun 1945. Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

“Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan’,” demikian kata Ketua MK, di akun YouTube MK.

Atas hal itu, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

(Sur/PARADE.ID)

Exit mobile version