Jakarta (parade.id)- Pemimpin Gerakan Pembebasan di Papua Victor Yeimo hadir di May Day 2024 bersama buruh, aktivis, mahasiswa, dan elemen lainnya di dekat patung kuda Arjuna Wiwaha pada 1 Mei 2024.
Dalam orasinya yang cukup berapi-api, Victor Yeimo menyinggung beberapa hal. Di antaranya ia tidak membantah dicap sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), dicap sebagai separatis, dan dicap sebagai pengacau.
“Ya, saya katakan itulah saya. Mengapa? Karena hari ini, 1 Mei 1993 yang lalu, pemerintahan yang lalu, di bawah konspirasi ekonomi politik Soekarno, bangsa saya, tanah saya, dikapitalisasi oleh imprealis, dan hari ini masih menuntut kedaulatan ekonomi politik tanah airnya,” orasinya, di akhir unjuk rasa.
Kemudian ia menyinggung soal hutan Papua yang dinilainya telah rusak akibat kebijakan dari pemimpin Indonesia.
“Hari ini, kami rakyat Papua katakan, kami rakyat Papua ingin berbangga hidup bersama-sama dengan Anda, rakyat Indonesia. Tapi hari ini kami menyatakan, kami lebih memilih keluar karena kepemimpinan, presiden Anda adalah presiden yang anti demokratis,” ungkapnya.
“Presiden Anda, Joko Widodo, satu bulan yang lalu telah menaikkan investasi Freeport sebesar 61 persen di Papua. Tetapi apa yang terjadi di Papua? 8.300 buruh di Papua hari ini masih terbengkalai. 200 lebih korban nyawa dari 8.300 buruh di Papua telah meninggal dunia. Omnibus Law untuk eksploitasi sebesar-besarnya,” ia melanjutkan.
Victor mengulang orasinya, bahwa ia (Papua) ingin bersama-sama dengan (rakyat) Indonesia tetapi dengan catatan militerisme ditiadakan. Ditarik dari Papua.
“Katakan pada Jokowi, tarik militer di Papua, karena Jokowi menutup ruang demokrasi di Papua. Korban rakyat sipil dan kekerasan di Papua meningkat,” kata dia.
“Karena itu kami katakan kepada Anda semua, solidkan barisan—selama buruh dan rakyat Indonesia tidak membangun politiknya sendiri, kami nyatakan kepada Anda semua bahwa rakyat Papua siap bersama-sama Anda dan membangun kekuatan politik bersama-sama, menggulingkan kekuasaan oligarki, membangun politik rakyatnya sendiri, membangun istananya sendiri,” ia melanjutkan kembali.
Oleh karena itu ia meminta solidaritas, kekuatan rakyat sipil di Indonesia, untuk bersatu dan menggulingkan rezim yang sudah hancur.
Ia mengajak untuk terus membangun kekuatan politik. Membangun solidaritas persatuan dan lingkaran—lingkaran politik, lingkaran buruh, lingkaran semua lapisan kelas yang ada di Indonesia.
“Karena itu kami menuntut kepada Anda semua bahwa perjuangan kebebasan, perjuangan demokrasi, juga adalah perjuangan rakyat Papua, untuk menentukan nasib politiknya. Keluar dari perbudakan. Keluar dari penindasan. Keluar dari penghisapan. Keluar dari militerisme. Keluar dari deforestasi—dan 760 ribu hektare hutan di Papua habis. Tanah-tanah adat kami dirampas habis, hanya kerakusan kekuasaan Joko Widodo di Papua Barat,” imbuhnya.
Di akhir orasinya, kala ia teriakan Papua, disambut ‘merdeka’ oleh sejumlah massa aksi di depannya.
“Rakyat di Papua akan hidup bersama-sama dengan Anda, untuk menggulingkan kekuasaan yang menindas di Papua Barat,” katanya.
Hal lain yang disinggung olehnya adalah soal Palestina. Ia bersolidaritas atas pendertitaan rakyat Palestina. Pun ia bersolidaritas kepad seluruh buruh dan rakyat (miskin) Indonesia.
(Verry/parade.id)