Site icon Parade.id

Kejagung Ungkap Peran Pejabat OJK yang Jadi Tersangka

Jakarta (PARADE.ID)- Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II A Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Fakhri Hilmi yang kini jadi tersangka baru dalam kasus Jiwasraya. Kejagung menyebut Fakhri telah berafiliasi dengan enam tersangka lainnya dalam kasus ini.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono mengatakan kasus ini bermula pada 2014-2018 ketika PT Jiwasraya berinvestasi saham dan reksadana, yang kemudian dikelola oleh 13 manajer investasi (MI). Investasi reksadana tersebut, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai harga pembeliannya mencapai Rp 12,7 triliun.

“Pada periode tahun 2014-2018 PT Asuransi Jiwasraya berinvestasi berupa saham dan reksadana. Bahwa untuk investasi pada reksadana pengelolaannya dilakukan oleh 13 MI senilai investasi reksadana harga pembelian Rp 12.704.412.478.238 (12,7 triliun),” kata Hari dalam keterangan pers tertulisnya, Kamis (25/6/2020).

Hari menerangkan dalam produk reksadana yang diterbitkan 13 MI tersebut, portofolio saham dinaikkan dengan harga yang signifikan oleh Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro. Beberapa emiten perusahaan terbuka saat itu, yakni IIKP, PPRO, SMBR, TRAM, SMRU, MYRX, ARMY, BTEK, LCGP, RIMO, POOL, SUGI, dan BJBR.

Dalam perjalanannya, investasi Jiwasraya ini dikendalikan oleh Heru Hidayat dan Benny melalui kesepakatan dengan mantan pejabat Jiwasraya saat itu yakni Hendrisman Rahim, Syahmirwan dan Hary Prasetyo, dengan perantara Joko Hartono Tirto. Sehingga, kata Hari, 13 MI tersebut tidak bertindak secara independen.

Kemudian, untuk pengawasan perdagangan saham dan reksadana dilakukan oleh Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II A OJK yang kala itu dijabat oleh Fakhri Hilmi. Departemen pengawasan ini diketahui membawahi Direktorat Transaksi Efek/Saham (DPTE) dan Direktorat Pengelolaan Investasi (DPIV).

Lebih lanjut, Hari menuturkan pada 2016 Fakhri Hilmi diduga sudah mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham yang berkaitan dengan PT Asuransi Jiwasraya.

“Bahwa Fakhri Hilmi selaku Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II a pada tahun 2016 mengetahui adanya penyimpangan transaksi saham PT Inti Agri Resources Tbk. (IIKP) yang harga sahamnya sudah dinaikkan secara signifikan (mark up) oleh grup Heru Hidayat yang dijadikan portofolio reksadana 13 manajer investasi yang penyertaan modal terbesar adalah Jiwasraya,” ungkap Hari.

Penyimpangan tersebut itu pun juga sampai ke telinga tim pengawas DPTE yang juga melaporkan adanya tindak pidana pasar modal itu ke Fakhri Hilmi. Selain itu, dari DPIV juga menemukan adanya pengelolaan khusus reksadana dari saham IIKP yang harganya sudah naikkan oleh grup Heru Hidayat menjadi portofolio produk reksadana yang dikelola 13 MI.

Atas dasar itu, menurut Hari, Fakhri Hilmi kemudian tidak segera memberikan sanksi tegas terhadap produk reksadana. Hal itu terjadi karena Fakhri Hilmi telah bersepakat dengan Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto yang berafiliasi dengan Heru Hidayat.

“Bahwa akibat dari perbuatan Fakhri Hilmi yang tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap produk reksadana dimaksud pada tahun 2016. Menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi Jiwasraya pada tahun 2018 hingga mencapai sebesar Rp 16,8 triliun, sesuai LHP BPK RI tahun 2020,” imbuhnya.

Fakhri disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 KUHP.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan seorang dan 13 korporasi sebagai tersangka dalam rangkaian kasus Jiwasraya. Seorang tersangka tersebut merupakan pejabat di OJK.

“Satu orang tersangka dari OJK, atas nama FH, pada saat itu yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal II a periode Januari 2014-2017. Kemudian yang bersangkutan diangkat sebagai Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II periode 2017-sekarang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Hari Setiyono, kepada wartawan di Gedung Bundar, Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (25/6).

(detik/PARADE.ID)

Exit mobile version