Site icon Parade.id

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bicara Pentingnya Aktivis Islam Bergabung ke Partai Nasionalis

Foto: Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Ilham Pratama, dok. pribadi

Jakarta (parade.id)- Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Ilham Pratama bicara soal pentingnya aktivis Islam—pemuda Islam bergabung ke partai nasionalis. Penting menurutnya karena aktivis-aktivis muslim harus melakukan transformasi ke jalur politik formal.

Alasannya dia karena politik formal hari ini adalah langkah strategis dan paling logis untuk anak-anak muda mengubah nasib bangsanya. Mengubah bagaimana arah bangsa ini berjalan 10-20 tahun ke depan.

“Dan yang paling memungkinkan dan realistis adalah anak-anak muda ini masuk ke partai-partai yang memang punya kecenderungan menjadi partai-partai penguasa. Ini perlu dilakukan sebab, kalau tidak masuk ke partai-partai penguasa itu sama saja seperti pemain berbakat ada di klub bola yang medioker. Dimana setiap tahun dalam liga hanya berpikir menghindari degradasi. Tidak lagi bicara tentang skudeto. Tidak lagi bicara tentang bagaimana mencapai juara liga,” ujarnya, kemarin, di Jakarta.

Juara liga itu menurut dia adalah perubahan terkait nasib bangsa ke depan—kemudian anak-anak muda yang berbakat dari generasi muda Islam dan gerakan Islam, khususnya Muhammadiyah harus masuk ke partai yang memang nasionalis. Partai-partai yang tidak melanggar UUD 1945 dan Pancasila.

“Sebab keberpihakan Islam adalah Pancasila. Sebagaimana kita ketahui founding father kita, Bung Karno, mengambil saripati Pancasila itu lebih banyak nilai-nilai keislamannya: Ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilamn sosial. Itu adalah saripati Islam,” terangnya.

“Kemudian anak-anak muda Islam ini harusnya berbondong-bondong masuk ke partai nasionalis, seperti PDI Perjuangan,” sambungnya.

PDI Perjuangan itu menurut dia adalah gambaran partai yang bernafaskan Islam pada era modern hari ini. Bung Karno, lanjut dia, sebagai tokoh sentral, sprit PDI Perjuangan adalah kader Islam, pergerakan Islam, yang lahir dari pemikiran tokoh-tokoh besar Islam di republik ini: HOS Cokroaminoto, Kiai Dahlan, dan banyak tokoh-tokoh Islam lainnya.

Bahkan kata Ilham, Bung Karno sebagai sebuah falsafah dan tokoh sentral PDI Perjuangan hidupnya banyak diwarnai malah pemikiran Islam modern. Pun wasiatnya ketika sebelum wafat, Bung Karno ingin diimani oleh Buya Hamka, seorang tokoh Muhammadiyah.

“Kemudian keranda (mayatnya) ingin ditutup oleh bendera Muhammadiyah. Ini menandakan bahwa sesungguhnya kader-kader Muhammadiyah misalkan secara khusus, harus berbondong-bondong masuk ke PDI Perjuangan, secara logikanya,” ungkap Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan itu.

Mengapan kemudian hari ini menjadi sangat jarang anak-anak muda Muhammadiyah masuk ke PDI Perjuangan, diperhaikan olehnya karena, akibat dari sistem Orde Baru yang menginfiltrasi, mengintimidasi partai-partai nasionalis agar tidak dimasuki oleh anak-anak muda Islam. Dipaksa, difusi, pada satu partai Islam, sehingga kita kalah tarung narasi, kita kalah tarung kekuasaan pada zaman Orde Baru sampai hari ini.

“Dan ini harus dilawan dan didobrak. Maka saya selaku kader Muhammdiyah, Ketua PP Pemuda Muhammdiyah menyarankan kader-kader muda Muhammadiyah yang berpotensi untuk berpolitik dan mempunyai spirit berpolitik yang baik bersama-sama masuk ke PDI Perjuangan, menjadi struktur PDI Perjuangan, melakukan kerja-kerja politik untuk rakyat melalui PDI Perjuangan, karena garis PDI Perjuangan ini adalah garisnya Muhammadiyah,” ajaknya.

Kalau ada satu partai yang dikatakan yang dibidangi oleh Muhammadiyah, maka kata Ilham PDI Perjuangan ini badan Muhammadiyah sesungguhnya.

“Selain Bung Karno, Megawati Soekarnoputri adalah putri dari Fatmawati. Fatmawati adalah tokoh Aisyiyah, putri dari Hasan Din, Ketua Muhammadiyah cabang Bengkulu ketika itu. Dan Bung Karno sendiri ketika dibuang ke Bengkulu, menjadi guru Muhammadiyah dan menjadi pengurus di Dikdasmen (pada hari ini)—bidang pendidikan Muhammadiyah pada hari ini. Kurang apa lagi?” ia menerangkannya.

“Dan Puan pun juga, bagian keluarga besar dari Aisyiyah, karena memang neneknya (Famawati, red) Aisyiyah. Rasanya kemudian—anak-anak muda Muhammadiyah harus mengisi ruang-ruang politik dan paling realistis dalah partai nasionalis. Bagaimana bisa bicara memperbaiki bangsa kalau yang kita masuki adalah partai-partai yang setiap pemilu hanya berpikir lolos atau tidak parlementary threshold. Lolos atau tidak untuk ke Senayan. Agak rumit,” sambungnya.

Alasan konkret tidak masuk ke partai Islam, apalagi Muhammadiyah dipandang umum adalah representasi PAN dan Partai Ummat (sekarang), menurut dia ketika sudah masuk ke politik praktis, tidak bisa dilihat hanya sebagai sebuah doktrin tetapi bagaimana perjalanan kader-kader organisai muda Islam ini, ketika masuk ke dalam ruang politik kekuasaan bisa memawarnai sesuai dengan spirit organisasi keislaman masing-masing (latar belakang anak-anak mudanya). Dan yang paling memungkinkan hari ini kita harus masuk partai penguasa.

“Masuk partai yang berkuasa dan akan berkuasa minimal sampai di 10 tahun ke depan, menurut survei akademik yang terukur. Dan hari ini sisa-sisanya tiga partai, so far. Jadi kita bisa masuk pada ruang kebijakan yang berpihak pada Islam. Contoh, berapa banyak hari ini secara monumental kita punya islamic center di setiap kabupaten/kota? Islamic center yang bukan hanya berpikir kecil—yang berpikir hanya masjid tetapi mesti yang bisa mengakomodasi semua kepentingan masyarakat. Saat ini hal seperti itu mungkin sedikit atau bahkan tidak ada. Itu kan bisa diterapkan di kekuasaan,” urainya.

Kekuasaan itu menurut dia mesti diraih melalui kemenangan politik. Kemenangan politik itu melalui partai-partai yang memang punya basis massa konkret, punya mesin politk yang berjalan dan punya sumber daya yang mumpuni.

“Dan rasanya partai, yang bahasanya ‘menjual partai Islam’, buktinya setiap pertarungan politik, berpikir bukan menjadi pemenang pemilu tetapi bagaiman lolos di dalam parlemen. Dan bahkan saja berkompromi dengan kekuasaan demi mereka lolos,” tandasnya.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version