Site icon Parade.id

Kiai Miftachul Akhyar di Mata Buya Anwar Abbas

Dok: Infokom MUI Pusat/KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketum MUI Pusat 2020-2025 di Munas X

Jakarta (PARADE.ID)- Kiai Miftachul Akhyar dikabarkan akan mundur dari kursi Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Beliau pun dikabarkan telah mengirimkan surat resmi soal itu.

Namun, pengurus MUI hampir semuanya tidak rela Kiai Miftach meninggalkan kursi Ketum MUI, salah satunya yang diakui oleh Wakil Ketum MUI, Buya Anwar Abbas.

Menurut dia, sosok Kiai Miftach adalah sosok yang diharapkan akan bisa mempersatukan dan menyatukan umat. Dan ia yakin itu.

“Saya tetap memilih beliau, karena menginginkan persatuan dan kesatuan umat. Bisa kita perkuat agar umat Islam ini berkontribusi secara maksimal bagi kepentingan bangsa dan negara kita,” ujarnya, kemarin, di channel Karni Ilyas Club.

Selain atas harapannya itu, Buya Anwar memiliki kenangan tersendiri dengan kiai Miftach. Dimana saat itu, tepatnya menjelang Munas MUI, yang pada akhirnya ia menilai kiai Miftach adalah orang baik, selain sosok yang tepat untuk duduk di Ketum MUI Pusat.

Berikut kiai Miftach di mata Buya Anwar:
Ini maaf, ya. Saya itu kan (awalnya) tidak kenal beliau, sementara (saat itu) kami mau Munas. Lalu muncullah calonnya yang bernama Kiai Miftachul Akhyar. Saya tidak kenal, dan bagaimana saya akan menunjuk orang yang saya tidak kenal.

Saya ditelepon oleh Prof. Dr. Din Syamsuddin dan mengatakan, “Pak Anwar Abbas, terima sajalah Kiai Miftachul Akhyar ini.”
Apa alasannya, Pak Din?
“Beliau ini orang baik, Pak Anwar Abbas.”

Lalu kemudian beliau jelaskan bagaimana kebaikan-kebaikan Kiai Miftachul Akhyar. Lalu kemudian, dan saya percaya pada Din Syamsuddin, maka ketika rapat formatur, itu bulat tanpa ada lonjong sedikit pun menunjuk beliau sebagai Ketua Umum MUI periode 2020-2025.

Dan setelah beliau duduk, saya pernah duduk di samping beliau dan saya teringat Habib Kirzin yang mengatakan, “Pak Anwar Abbas kalau ingin tahu itu orang baik atau tidak, coba duduk di sampingnya dan ajak ngobrol. Kalau Pak Anwar Abbas betah, tanda orang baik. Tapi kalau Pak Anwar betah, itu kemungkinan besar orang itu tidak baik.”

Lalu saya cobakan juga ke Kiai Miftach ini, nikmat. Nikmat sekali, berbicara, berbincang, bertukar pikiran dengan beliau.

Jadi bagi saya, ketika kita rapat di MUI siang (red.), di bagian terakhir kita bicarakan surat pengunduran diri beliau, dan memang sudah ada surat resminya. Dibacakan.

Jadi beliau ini kan punya janji, di Muktamar NU, pada Ahlu Halli wa al-Aqdi, ya, beliau melaksanakannya. Dan itu sudah beliau lakukan. Tapi kami terus terang saja, kami, tidak mau beliau mundur.

Oleh karena itu menurut saya, saya mengimbau betul kepada—dan telah menulis surat terbuka kepada Pengurus NU, supaya merelakan Miftach ini untuk tetap memimpin MUI, karena menurut saya ini adalah sosok yang diharapkan akan bisa mempersatukan dan menyatukan umat. Yakin saya.

Ini kita belum bisa berbuat banyak karena kita Covid.

Coba Pak Karni bayangkan, saya ke MUI itu di masa Covid (2 tahun), mungkin dengam jari kaki dan jari tangan belum habis. Sementara beliau itu, nyaris setiap minggu/pada hari Selasa dan Rabu ada di kantor MUI. Padahal beliau tinggal di Surabaya. Naik mobil ke Jakarta. Dan sempat kecelakaan, kan.

Jadi kesimpulan saya, beliau ini adalah seorang pemimpin yang anggun, yang punya kharisma, dan sangat mengedepankan kebersamaan dan mau mendengar.

Tapi ketika ada yang orang bertanya, “Kalau gitu Pak Anwar Abbas saja yang menggantikan (Kiai Miftach)?”

Saya katakan, “Saya tidak mau menggantikan beliau, selama masih ada orang yang lebih baik dari saya, saya tidak akan mau menjadi Ketua Umum. Saya mundur. Beliaulah orang terbaik itu.”

Saya tetap memilih beliau, karena menginginkan persatuan dan kesatuan umat. Bisa kita perkuat agar umat Islam ini berkontribusi secara maksimal bagi kepentingan bangsa dan negara kita.

Sebagai informasi, bahwa Kiai Miftach adalah ulama yang saat ini menjadi Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027, yakni jabatan tertinggi dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama.

(Rob/PARADE.ID)

Exit mobile version