Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani mengatakan bahwa pada hari Senin (28/9/2020) lalu, di mana acara silaturahmi KAMI Surabaya, Jawa Timur yang dibubarkan oleh sekelompok orang sudah memenuhi persyaratan. Di antaranya panitia KAMI Surabaya juga sudah mendapatkan izin dari pengelola gedung.
“Pemberitahuan pelaksanaan kegiatan ke Polda Jatim telah pula disampaikan. Panitia juga telah melayangkan surat permohonan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan protokol Covid, kepada Gugus Covid Surabaya,” demikian keterangannya, baru-baru ini kepada awak media.
Namun, H-1, pada hari Ahad, panitia dikatakan oleh Yani ditelepon oleh Polda bahwa acara harus ada ijin, kalau tidak ada ijin acara tidak boleh dilaksanakan.
Pun dengan pihak Gugus Covid Surabaya mengirim surat ke pengelola gedung bahwa kegiatan acara tidak boleh dilaksanakan. Dikirim pada hari Ahad sore.
“Karena pembatalan yang sangat mendadak, sementara undangan telah beredar luas, panitia tetap menyatakan, acara akan dilaksanakan sesuai rencana semula. Panitia kemudian memutuskan, sebelum acara di DHD dilaksanakan, untuk diadakan sarapan bersama para kiyai, habib dan tokoh Jawa Timur di tempat menginap Pak Gatot Nurmantyo di Penginapan Zabal Nur, Jl. Jambangan Surabaya,” kata Yani.
Sambil acara sarapan itu, kemudian, lanjutnya, diisi obrolan ringan para tokoh, sambil menunggu perkembangan di DHD 45.
“Namun beberapa saat kemudian diketahui telah datang beberapa gelintir orang di luar gedung, dengan berbagai spanduk yang menolak KAMI,” tambahnya.
Pun ketika Prof Rochmad Wahab dari Tambak Beras Jombang, yang juga presidium KAMI pusat memberikan tauziah, mulailah di depan gedung terdengar suara orang berdemo dengan pengeras suara yang keras sekali.
“Saat tiba giliran Pak Gatot Nurmantyo beramah-tamah, suara dalam gedung terdengar gaduh. Ternyata ada beberapa intel Polda yang memaksakan diri masuk dalam ruangan, dan salah satunya naik panggung minta supaya acara dihentikan,” terangnya.
Saat itu Gatot sedang bicara, baru sekitar 5 menit. Maka terjadilah debat antara intel dan panitia. Ketika panitia tanya surat tugas dijawab tidak perlu surat tugas, karena kewajiban, terjadilah suasana yang tidak kondusif.
“Namun dengan kebesaran jiwa, Pak Gatot, menenangkan panitia dan para tamu undangan, serta mengalah menyudahi acara itu,” kata mantan Politisi PPP itu.
Menurut Yani, peristiwa tersebut sangat aneh, bagaimana acara internal silaturahmi dan sarapan pagi bersama di dalam gedung, hanya untuk kalangan sendiri dibubarkan. Padahal kontitusi sudah menjamin, sebagaimana tercantum dalam pasal 28 UUD 45 maupun UU no 2 1998 tentang Kemerdekaan berpendapat di depan umum.
“Sebaliknya demo di depan gedung dengan pengeras suara yang memekakkan telinga, dengan kata-kata provokatif, mengumpat dan menghina seenaknya, serta mengganggu lalu lintas, dan tanpa ijin dari pihak-pihak yang kompeten, malah dibiarkan,” sesalnya.
Aneh dan lucunya, unjuk rasa segelintir orang yang menolak acara KAMI itu, malah dijadikan sebagai alasan formalistik pihak aparat kepolisian, untuk membubarkan acara silaturahmi KAMI,” sambungnya.
Jika hal demikian dijadikan landasan, Yani mempertanyakan netralitas aparat kepolisian. Pasalnya, bisa menjadi preseden yang tidak baik, bilamana ada sebuah kegiatan, lantas ada yang berunjuk rasa, kemudian pihak kepolisian dengan seenaknya dapat membubarkan kegiatan itu.
Tentu KAMI, kata dia, melihat ini sebagai kejadian luar biasa yang dapat membuat defisit demokrasi, yang dengan susah payah dibangun bersama. Padahal acara KAMI Jatim merupakan kegiatan internal, ajang silaturahim sekaligus konsolidasi dan koordinasi jejaring KAMI.
(Robi/PARADE.ID)