Site icon Parade.id

Kompolnas Partai Buruh Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Foto: Jumisih, dok. istimewa

Jakarta (parade.id)- Komite Politik Nasional Partai Buruh (Kompolnas PB) menyatakan penolakan tegas pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran. Penolakan bukan hanya soal pelanggaran HAM tetapi karena Soeharto disebut sebagai simbol restorasi kapitalisme dependen dan otoritarianisme anti-rakyat.

“Soeharto bukan sekadar individu dengan dosa politik, tetapi simbol dari restorasi kapitalisme dependen dan otoritarianisme anti-rakyat,” tegas Jumisih, perwakilan Kompolnas PB dalam pernyataan sikap yang dirilis hari ini, Selasa.

Partai Buruh mencatat catatan kelam rezim Orde Baru mencakup pembantaian massal 1965-66, penembakan Tanjung Priok, penculikan aktivis pro-demokrasi, hingga kekerasan negara menjelang Reformasi 1998. Namun yang lebih mendasar, kekuasaan Soeharto membangun tatanan ekonomi-politik yang menyingkirkan kelas pekerja dari pengaruh kekuasaan negara.

Setelah menghancurkan gerakan rakyat yang tumbuh sejak 1950-an, rezim Orde Baru menutup ruang partisipasi politik rakyat pekerja dan menggantinya dengan korporatisme yang tunduk pada negara dan modal. Ekonomi dikonstruksi bergantung pada investasi asing, utang luar negeri, dan ekspor bahan mentah.

“Industrialisasi yang dijanjikan tidak pernah melahirkan basis ekonomi nasional yang mandiri. Sebaliknya, kapasitas produksi domestik dikunci dalam rantai nilai global yang dikendalikan korporasi multinasional,” ungkap pernyataan tersebut.

Selama tiga dekade, buruh dan tani dipaksa bernaung di bawah SPSI dan HKTI, serikat tunggal bentukan negara. Gerakan rakyat lainnya dibubarkan dan aktivisnya diculik, dipenjara, atau dibunuh. Tuduhan “ancaman komunisme” digunakan untuk menjustifikasi represi terhadap upaya membangun solidaritas kelas.

Rezim Soeharto juga membangun sistem sosial yang menundukkan perempuan melalui ideologi “ibu rumah tangga ideal”. Organisasi seperti Gerwani dihancurkan, ribuan perempuan aktivis diperkosa, disiksa, dan dibunuh. Melalui Dharma Wanita dan PKK, perempuan diarahkan melayani negara dan suami, sementara kerja mereka di sektor domestik dan informal tidak diakui.

“Soeharto bukan pahlawan, tetapi arsitek sistem patriarki kapitalistik yang memenjarakan kerja dan tubuh perempuan demi stabilitas kekuasaan dan keuntungan modal,” tegas Kompolnas PB.

Kompolnas PB menuntut pemerintah:

  1. Menolak secara resmi pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto karena akan mencederai perjuangan Reformasi 1998
  2. Menghentikan proses administratif pengusulan dan menyertakan mekanisme partisipasi publik, khususnya suara korban, dalam pemberian gelar kehormatan negara
  3. Mengembalikan makna “pahlawan” sebagai simbol keberanian moral melawan penindasan, bukan mereka yang membangun infrastruktur fisik

“Pahlawan bukanlah mereka yang membangun gedung dan jalan, tetapi mereka yang menegakkan martabat manusia dan kebenaran,” tutup pernyataan Kompolnas PB.

Hingga berita ini diturunkan, pemerintah belum memberikan tanggapan resmi atas penolakan tersebut.*

Exit mobile version