Site icon Parade.id

Kritik KASBI soal Kenaikan Upah 2026: Pemerintah Abaikan Hidup Layak Buruh

Foto: Ketum KASBI Sunarno saat memberikan sambutan di konsolidasi akbar menuju Hari Buruh Internasional atau May Day, Ahad (24/3/2024), di Sekretariat FPPB KASBI, Cimahi, Jawa Barat, dok. KASBI

Jakarta (parade.id)- KASBI menyoroti polemik dan carut-marut kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) untuk tahun 2026. Ketua Umum KASBI, Sunarno, dalam pernyataannya Jumat (21/11/2025), menyatakan bahwa penundaan pengumuman oleh Menteri Ketenagakerjaan menandakan ketidaksiapan dan tidak adanya konsep pengupahan yang komprehensif dari pemerintah.

Sunarno menegaskan bahwa alih-alih mewujudkan upah yang adil dan bermartabat, sistem pengupahan Indonesia justru memperlebar kesenjangan antar daerah. “Yang terjadi saat ini adalah sistem pengupahan buruh Indonesia yang menimbulkan disparitas semakin lebar antara daerah satu dengan daerah lainya,” ujarnya.

Sebagai bukti, Sunarno memaparkan data UMK terendah di beberapa provinsi pada 2025. Di Jawa Tengah, UMK Wonogiri hanya Rp2.180.587, sementara di Jawa Barat, UMK Kota Banjar sebesar Rp2.204.754. Perbandingan yang lebih mencengangkan adalah antara UMK Kabupaten Brebes (Rp2.239.801) dengan UMK Kota Bekasi 2026 (Rp5.690.752). “Selisihnya lebih dari 2 kali lipat, yaitu Rp3.450.951,” tegasnya.

Menurutnya, disparitas ekstrem ini memicu relokasi perusahaan-perusahaan, khususnya dari kawasan Jabodetabek, ke daerah pinggiran dengan dalih upah buruh terlalu tinggi. Padahal, kebutuhan hidup layak buruh di daerah seperti Brebes dan Bekasi dinilainya tidak jauh berbeda. “Yang membedakan biasanya di soal biaya sewa tempat tinggal dan harga makan nasi di warung, namun perbedaannya tidak cukup signifikan. Selebihnya harga-harga kebutuhan hidup relatif sama,” papar Sunarno.

Sunarno mengkritik formula pengupahan dalam PP 51/2023 dan pendahulunya, PP 36/2021, yang dianggapnya tidak relevan dan tidak mencerminkan tripartisme (keterlibatan pemerintah, pengusaha, dan buruh). “Kenaikan upah akhirnya diputuskan oleh pemerintah pusat berdasarkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Sehingga kenaikan UMK di berbagai daerah SEMAKIN CARUT MARUT,” tandasnya.

Solusi Jangka Panjang: Lembaga Ketenagakerjaan Tripartit Nasional dan Dewan Pengupahan harus segera merumuskan sistem pengupahan baru berbasis kebutuhan hidup layak (KHL) yang riil bagi buruh.

Solusi Jangka Pendek 2026: Pemerintah harus menerapkan kenaikan upah yang signifikan dan progresif untuk mengecilkan disparitas. Usulan KASBI adalah:

Daerah dengan UMK di bawah Rp3 juta: Kenaikan 31-40 persen. Daerah dengan UMK Rp3-4 juta: Kenaikan 21-30 persen. Daerah dengan UMK di atas Rp4-6juta: Kenaikan 8-20 persen. UMP 2026 di semua provinsi minimal harus mencapai Rp3 juta.

Upah Sektoral (UMSK/UMS) harus dinaikkan dengan tambahan 5 hingga 15 persen berdasarkan kategori sektor usaha.

Menutup pernyataannya, Sunarno menyerukan mobilisasi kepada seluruh elemen serikat buruh. “Kami menyerukan seluruh elemen serikat buruh agar bisa bersama untuk bergotong-royong mendesak dan memastikan kenaikan upah tahun 2026, dengan posisi SIAGA SATU DAN SIAP BERGERAK bersama baik dalam Aksi Daerah ataupun Mogok Nasional,” serunya.

Tuntutan KASBI ini menandai potensi gelombang tekanan dan aksi unjuk rasa yang lebih besar dari kaum buruh, menyusul ketidakpuasan terhadap kebijakan pengupahan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan pekerja.

Exit mobile version