Site icon Parade.id

KSBSI Resmi Mengajukan Judical Review ke MK terkait Perppu Ciptaker

Foto: dok. KSBSI

Jakarta (parade.id)- Hari ini, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) secara resmi mengajukan gugatan uji formil dan materiil atau gugatan judicial review atas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) ke Mahkamah Konstitusi, Senin (9/1/2023).

Pengajuan gugatan yang diajukan KSBSI diwakili oleh Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban dan Sekretaris Jenderal KSBSI Dedi Hardianto. Pengajuan diterima oleh MK dengan nomor 3-1/PUU/PAN.MK/AP3–untuk nomor perkara baru keluar pada pekan ini.

Didampingi oleh Tim Kuasa KSBSI yang terdiri dari Ketua Lembaga Bantuan (LBH) KSBSI Harris Manalu SH, Saut Pangaribuan SH MH, Parulian Sianturi SH, Abdullah Sani SH, Supardi SH MH, Nikasi Ginting SH dan Haris Isbandi SH, KSBSI menyiapkan sedikitnya 48 bukti penguat gugatan dengan perincian, 18 bukti untuk uji formil dan sekitar 30-an bukti uji materiil.

“Sedangkan hari ini, baru 12 bukti yang diserahkan Tim Kuasa KSBSI ke MK,” demikian siaran pers KSBSI yang diterima parade.id.

KSBSI secara tegas menolak Perppu Cipta Kerja yang diklaim pemerintah sebagai pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menjelaskan pengajuan tersebut, dengan mengatakan bahwa Perppu tentang Ciptaker itu merupakan manifest dari UU Cipta Kerja yang sudah jelas sampai saat ini ditolaknya.

“Sebelumnya, yang diminta KSBSI adalah Perppu penangguhan (pencabutan) klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja dan memberlakukan UU No. 13 Tahun 2003 secara utuh. Namun yang diterbitkan pemerintah justru Perppu Cipta Kerja sebagai pengganti UU Cipta Kerja,” terang Elly.

Selain menggugat ke Mahkamah Konstitusi, KSBSI juga berencana melakukan upaya-upaya lain untuk membatalkan terbitnya Perppu Cipta Kerja. Di antaranya mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.

KSBSI juga akan berkirim surat kepada DPR dan DPD RI, meminta mereka untuk menolak pengesahan Perppu Cipta Kerja. KSBSI, lanjut Elly, berpendapat bahwa syarat atau parameter objektif untuk menetapkan adanya kegentingan yang memaksa (mendesak) sebagaimana dalih pemerintah, dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia tidak terpenuhi untuk menerbitkan Perppu 2/2022.

“Atas alasan sebagai berikut: UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya serta UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya masih ada dan memadai sehingga tidak ada kekosongan hukum ketenagakerjaan; Memperbaiki UU Cipta Kerja selama 11 bulan kedepan dengan cara legislasi biasa adalah waktu yang cukup dengan membandingkan lamanya pembuatan undang-undang pada umumnya.

Selain itu, Perppu ini tidak membuat kepastian hukum tapi justru menimbulkan ketidakpastian baru bagi pengusaha dan buruh serta investor.

“Semua akan bingung, hukum mana yang berlaku, dan perpotensi kuat digagalkan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung,” kata dia.

Sebab itu, syarat atau parameter ihwal kegentingan yang memaksa tidak terpenuhi; Perppu menimbulkan ketidakpastian hukum; MK memerintahkan Presiden dan DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dengan cara legislasi biasa; MK mengharuskan adanya partisipasi masyarakat secara maksimal dan bermakna dalam proses pembentukan undang-undang;

Kondisi perekonomian Indonesia diprediksi tetap baik-baik saja; Buruh dan serikat buruh dirugikan hak formil dan materiil atas penerbitan Perppu Cipta Kerja;

“Jadi,KSBSI menilai Perppu 2 nomor 2 tahun 2022 bertentangan dengan UUD 1945, UU No 12 tahun 2011, dan putusan MK no 91 tahun 2020. Oleh sebab itu, KSBSI dan 10 Federasi Serikat Buruh yang berafiliasi kepada KSBSI.”

Sikap KSBSI adalah menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja; mendesak Presiden untuk menarik Perppu Cipta Kerja dari DPR dan selanjutnya Perppu tersebut dicabut; mendesak DPR untuk menolak Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja jika tidak ditarik oleh Presiden; mendesak Presiden untuk mencabut klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja setelah Perppu Nomor 2 tahun 2022 dicabut; dan mendesak Presiden untuk menetapkan berlaku kembali UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sampai terbentuk UU Klaster Ketenagakerjaan.

Selain Presiden Elly, Sekjen Dedi dan tim kuasa KSBSI, juga hadir perwakilan dari 10 federasi afiliasi mendampingi pengajuan gugatan.

(Rob/parade.id)

Exit mobile version