Site icon Parade.id

Lawan WTO! Asing dan Aseng Segera Minggir, Waktunya Indonesia Berdaulat Energi

Foto: Ketua Senat Hukum universitas Jayabaya, Farid Sudrajat, dok. pribadi

Oleh: Farid Sudrajat
(Presiden Mahasiswa Universitas Jayabaya, Koordinator Presidium LIMAJAYA)

Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak. Inilah bangsa Indonesia. Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari minyak kita ciptakan pasar-pasar, di mana orang Indonesia menciptakan kemakmurannya sendiri.” (Ir. Soekarno)

Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.” (Ir. Soekarno)

Persetan dengan PBB! Amerika kita setrika! Inggris kita linggis!” (Ir. Soekarno)

Itulah kalimat Bung Karno yang menggelegar dan menghidupkan kesadaran rakyat akan ancaman imperialisme. Dalam situasi yang sama dan kita ketahui sumber daya alam kita melimpah terkhususnya Bijih Nikel, yang kemudian akhir-akhir ini menjadi perhatian dunia dengan digugatnya Negara Indonesia oleh Uni Eropa melalui World Trade Organization (WTO).

Alasan gugatan Uni Eropa ini adalah pengumuman Keputusan larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019, yang ditandatangani Menteri Ignacius Jonan pada 28 Agustus 2019. Larangan ekspor bijih nikel mulaiberlaku pada 1 Januari 2020. Akan tetapi bukan hanya Uni Eropa yang menentang kebijakan Indonesia, melainkan Amerika dan Tiongkok (China).

Nikel adalah salah satu topik terpanas di dunia saat ini. Sebagai bahan utama dalam pembuatan Baterai kendaraan listrik, nikel mendorong perubahan penggunaan energi. Meningkatnya permintaan kendaraan listrik otomatis membuat industri kendaraan listrik menjadi salah satu industri yang paling diminati.

Nikel sebagai komponen utama karenanya menjadi target negara-negara di dunia. Dengan tetap mempertahankan larangan ekspor bijih Nikel (raw material) Indonesia dapat menjadi industri produsen baterai dan berdaulat.

Yang perlu dipertanyakan adalah keterlibatan Tiongkok (China) masuk menjadi negara yang menggugat Indonesia di WTO. Padahal kita ketahui jika pelarangan ekspor diberlakukan tentunya pengolahan Bijih Nikel dilakukan oleh Smelter dan penambang harus menjual ke Smelter tersebut, dimana menurut Kementerian ESDM Smelter Tersebut merupakan Investasi dari China.

Sebagai informasi, selama ini ada empat perusahaan smelter besar pemilik IUI di Indonesia, yakni PT Sulawesi Mining Investment, PT Virtue Dragon Industry, PT Huadi Nickel Aloy, dan PT Harita Nickel. Sejatinya Indonesia dikenal sebagai produsen nikel terbesar di dunia.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor nikel nasional pada kuartal I 2022 berjumlah 115,52 juta kg dan Negara tujuan ekspor nikel terbesar Indonesia di kuartal awal tahun ini adalah Tiongkok, dengan volume mencapai 73,9 juta kg dan nilai total US$520,98 juta.

Tentu ini membuat kita menjadi penasaran terhadap langkah politik Tiongkok. Entah apapun langkah politik Negara Luar terhadap Negara Indonesia tentunya saat ini merupakan momentum Bangsa Indonesia berdaulat akan Energi-nya sebagai mana cita-cita pendiri bangsa ini untuk Berdikari (Berdiri Diatas Kaki Sendiri).

Satu sejarah yang selalu kita ingat ketika Bung Karno ingin mengembalikan kedaulatan di tiap pidato-pidatonya, itu merupakan sebuah janji yang tak pernah dia ingkari. Diejawentahkanya melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.34/1956 yang merupakan langkah dramatis dalam menasionalisasi aset asing dan secara resmi mengambil alih tambang minyak sumatera utara (TMSU) milik Belanda, Shell di Sumatera dan NIAM yang dimiliki Belanda.

Sudah cukup lama Energi sumber daya alam kita dikuasai oleh asing dan aseng dan faktanya keberadaan mereka tak cukup membantu sektor energi Indonesia dalam waktu yang lama. Setelah 77 tahun merdeka, kami bangsa Indonesia terus mengalami pertumbuhan ekonomi dan populasinya. Tanpa pertumbuhan seimbang yang didukung oleh ketahanan dan kedaulatan energi, kita bisa mati karena ketergantungan pada bangsa luar.

Bagi kami sebagai seorang Mahasiswa yang cinta pada bangsa dan Negara Indonesia, WTO merupakan antek-antek Imperialisme yang menggangu kedaulatan Bangsa Kita.

Maka dari itu kami meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan nikel kita berada didalam negeri sampai industri baterai kita siap dan kita lah yang menentukan energi kita sendiri tanpa takut terhadap intervensi negara manapun.

Kita juga mendesak pemerintah untuk segera merencanakan nasionalisasi smelter Nikel dan Energi lainya demi kepentingan bangsa dan negara.

Kita Bangsa Indonesia, Berdiri di tanah kita dan kita menentukan nasib kita sendiri dan kita harus berdaulat dalam Energi dan kita tidak ingin dijajah terus menerus oleh pihak asing dan aseng alias merdeka dari ketergantungan Negara lain.

Kita harus mandiri dalam pengelolaan energi untuk ketahanan energi nasional dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, maka nasionalisasi aset merupakan harga mati jika kita ingin merajai pasar industri energi.

Exit mobile version