Jakarta (PARADE.ID)- Dari seluruh pemimpin yg ada, sebagiannya adalah para pendiri bangsa. jika kita berbicara karya2nya memang luar biasa tapi kalau kita berbicara akhir kehidupannya terlalu banyak kisah sedih yg membuat kita harus belajar Bagaimana mengakhiri kekuasaan secara baik dan bijaksana.
Sekarang, Coba kita lihat nasib Bung Karno Presiden pertama kita. proklamator pendiri bangsa yg luar biasa. beliau memang memiliki modal sebagai orang besar tidak saja dikenal di dlm negeri bahkan di seluruh dunia. Namanya menjadi nama jalan2 di Asia dan Afrika.
Bung Karno pemimpin dunia, seorang intelektual yg memukau zaman. tetapi, setelah 20 tahun berkuasa sikap bangsa kita kepadanya berakhir buruk dan menciptakan kisah yang memilukan. Sampai sekarang, belum selesai jua. Anak cucu dan loyalis melanjutkan cerita yg belum selesai.
Sekarang kita tengok pula Presiden Soeharto, Bagaimana awalnya ia dipuja sebagai penyelamat bangsa dari perpecahan dan komunisme. Beliau juga dianggap sukses karena kemampuan manajerialnya, sampai2 orang membuat kajian tentang gaya manajemen seorang “the smiling general” itu.
Dan bagaimana kita mengakhiri beliau setelah 30 tahun berkuasa? sesuatu yang perih dan menciptakan rasa sakit yang tidak selesai sampai sekarang kepada pengikut Setia beliau dan juga anak keturunannya. Terakhir kita dengar ada yg coba menghapus jejaknya dalam sejarah bangsa.
Bung Karno dan Pak Harto, mungkin di antara presiden yang ada adalah yang paling menelan pahitnya pengkhianatan, berbaliknya sikap kroni yang tadinya memuja beliau berdua setinggi langit tapi ternyata berakhir dengan penolakan yang massif.
Beliau berdua mungkin karena paling lama berkuasa, lalu terjadi distorsi generasi. Lahirlah generasi mahasiswa yg memaki dan memintanya turun paksa. Jika Bung Karno diberi gelar pahlawan baru di zaman presiden SBY, Pak Harto masih ditolak sampai sekarang. Dendam belum selesai.
Presiden pertama dan kedua Republik ini masih mengalami sikap tidak wajar sampai sekarang. Kita tidak tahu sikap tak wajar ini akan berlangsung sampai kapan, tapi sepertinya antara orde baru dan orde lama terus mewariskan sikap tidak wajar karena sama-sama berkuasa lama.
Presiden ketiga, mungkin satu2nya presiden yang dianggap berakhir dengan sangat baik pada transisi kita. Meski demikian, beliau awalnya tetap saja mendapat perlakuan yg tak wajar karena dianggap pewaris dari rezim orde baru yang tumbang di tengah jalan.
Meski pak Habibie sukses membawa Indonesia keluar dari dua krisis besar, sinisme kepada beliau dan upaya kudeta elite yg makin kasar tak redup2. Sebagai gerakan mahasiswa Pada masa itu saya menyaksikan sendiri bagaimana elit dan mahasiswa berkolaborasi menjatuhkan Presiden.
Padahal bayangkan, hanya dlm waktu kurang setahun, beliau pimpin penuntasan krisis politik dgn menyelenggarakan pemilu yg hasilnya diterima secara luas, Lalu krisis ekonomi ketika ekonomi kita bisa ditarik kembali ke titik normal setelah dihantam oleh krisis moneter besar 97/98.
Semua prestasi itu tidak membuat beliau diterima, bahkan Sidang Istimewa MPR tahun 1999 menolak pidato pertanggungjawaban presiden Habibie. Maka dengan alasan itu, kelompok yang tak menghendaki beliau menganggap beliau harus segera berakhir karena dianggap gagal.
Saya sendiri menyayangkan kebijakan Presiden Habibie untuk melaksanakan referendum bagi Timor Timur. Menurut saya itu tindakan gegabah. tetapi dunia internasional memuji beliau pada waktu itu, untuk mengakhiri tuduhan dunia bahwa kita melakukan pelanggaran HAM berat di sana.
Tapi, menurut saya presiden Habibie adalah orang yang paling tepat membaca situasi pada waktu itu ketika sebagian dari pengikut beliau mengusulkan beliau tetap maju sebagai calon presiden mandataris MPR hasil pemilu tahun 99 yang sukses, beliau menolak dengan tegas.
Karena demikian pak Habibie adalah orang yg akan diingat oleh sejarah sebagai pemimpin yg bisa bersikap untuk tak memperpanjang jabatannya dlm masa transisi. Dan beliau hanya menjadi presiden singkat, sebuah masa yang sangat padat dan sukses adalah sesuatu yg luar biasa.
Saya berpendapat, bahwa sebagai penyelamat transisi Indonesia harusnya presiden Habibie menerima hadiah Nobel Perdamaian. Usul itu tentunya soal lain, tapi yang saya ingin Ingatkan adalah akhir yang baik presiden Habibie membuahkan hasil yang baik bagi beliau dan anak cucunya.
Setelah Pak Habibie kita mendapatkan presiden baru yaitu presiden KH. Abdurrahman Wahid atau kita sebut Gus Dur yang juga berakhir di tengah masa jabatan. Beliau memimpin kurang dari setengah periode setelah dipaksa mundur dan digantikan oleh Presiden Megawati sd thn 2004.
Saya tidak mau memperpanjang perdebatan tentang Gus Dur dan Bu Mega karena memang proses politik yang melahirkannya keduanya cukup rumit tetapi saya ingin mengatakan bahwa antara Gus Dur dan ibu Megawati kedua-duanya tidaklah mengalami transisi yang baik.
Dalam kasus Gus Dur dan ibu Mega, seharusnya mereka berdua sebagaimana naiknya adalah Jalan Tengah atas pembelahan di kalangan masyarakat pada waktu itu. Mereka harus terus dijadikan Monumen bagi rekonsiliasi nasional ketika kelompok Islam dan nasionalis mencari titik temu.
Lalu, pasca pemilihan presiden langsung kita baru memiliki dua presiden yaitu Pak SBY dan Pak Jokowi yang berkuasa dua periode masing-masing. Mereka menggunakan penuh haknya sebagai presiden selama dua periode, sebagaimana yang diatur oleh konstitusi kita.
Bersyukur bahwa pada periode kedua, Pak SBY berakhir dengan baik tanpa agenda tambahan yg bermasalah. tetapi tetap saja mendapat catatan karena posisi Partai yg beliau dirikan pada waktu itu terpaksa beliau “selamatkan” dan mengharuskan beliau tetap menjadi ketua umum partai.
Sekarang partai itu diwarisi oleh anaknya dan sedikit-banyak ada cidera dalam pewarisan, tidak mulus. Sebetulnya sah2 saja pak SBY menyelamatkan partai yg ia dirikan tetapi oleh sebagian kalangan itu menciderai kenegarawannnya. Kita tahulah apa yg akhirnya dialami partai itu.
Tentang presiden kita yg terakhir, yang Saya bayangkan adalah bahwa presiden Jokowi akan lebih mulus dari Presiden SBY oleh beberapa alasan: pertama, beliau bukan pemimpin partai politik yg akan tergoda tetap berkuasa di belakang layar seperti mantan presiden sebelumnya.
Kedua beliau tidak bisa mewariskan kekuasaan apapun Kepada keluarganya. Sangat baik sekali apabila fakta ini Diteruskan oleh Beliau agar anak keturunannya tidak sama sekali nampak memanfaatkan kekuasaan langsung yang beliau miliki dalam bisnis dan politik.
Dan ketiga, anak menantu beliau telah menjadi pejabat publik melalui proses politik Pilihan rakyat dan bukan sebuah pewarisan sebagaimana tuduhan orang bahwa ia melanggengkan dinasti. Dinasti adalah pewarisan darah bukan pemilihan oleh rakyat.
Terhadap posisi ini, saya berpendapat bahwa Pak Jokowi tidak mewariskan dinasti tapi menyerahkan mereka untuk berkompetisi. Rakyat bisa memilih bisa juga tidak. Di Amerika Serikat, Bush Jr, Kennedy Jr dan lain-lain tidak disebut mewariskan dinasti dlm arti negatif.
Memang dalam kompetisi demokrasi akan nampak seberapa besar seorang penguasa menggunakan kekuasaan publiknya untuk kepada pribadi dan keluarganya. Dan ini ini masuk ke pada wilayah etik seberapa kita menjunjung tinggi etika dalam politik dan kekuasaan.
Belakangan mulai ada keberanian masyarakat melaporkan presiden dan keluarganya terkait bisnis. Ini harus menjadi lampu kuning karena sekali lagi ini adalah semacam “kutukan periode kedua”. Pak SBY juga mengalami pada periode kedua korupsi pejabat partainya terbongkar.
Terkait kekuasaan di parpol, adalah lebih mungkin disebut mewariskan dinasti kepada orang yang mewariskan partai politik dan itu tidak mungkin dilakukan oleh Pak Jokowi karena beliau bukan pimpinan partai politik dan anaknya bukan pejabat teras partai politik tertentu.
Oleh sebab itu Saya membayangkan Pak Jokowi akan berakhir lebih baik daripada presiden yg mewariskan parpol. Ini poin krusial yang harus dipertahankan oleh mereka yang betul2 mencintai Pak Jokowi secara benar, demi keselamatan bangsa dan negara, serta beliau dan keluarganya.
Maka itu saya menghimbau kepada kawan-kawan semua agar jangan menjerumuskan presiden Jokowi dengan gerakan yang merusak demokrasi kita dan juga merusak masa depan kenegarawanan dari Presiden Jokowi. Kita harus tau batas konstitusional kita yg telah menjadi budaya dan ritual.
Saya adalah orang yang ingin Pak Jokowi berakhir dengan baik sehingga akan dikenal nama besar dan kenegarawanannya karena patuh dan taat kepada jadwal konstitusi kita. Tolong ini dipikirkan secara matang. Jangan nafsu mengalahkan akal sehat. Jangan ngawur dan sembrono.
Demikianlah Harapan saya yg tidak muluk2. saya berharap jika ada yang bisa berbicara kepada Pak Jokowi beliau akan diingatkan untuk tidak memberikan jalan kepada para pencari perhatian dan kekuasaan lebih, para pengkhianat yg ingin berada di sekitar kekuasaan untuk selama2nya.
Watak bangsa kita yg feodal memungkinkan semua itu terjadi dan itulah yang diderita oleh semua presiden yang saya sebut di atas. kita harus waspada agar Pak Jokowi tidak menderita hal yang sama masuk kelubang permainan yang membuat namanya tercatat buruk ketika berakhir kelak.
Sekali lagi saya selama dua periode bukan pemilih Pak Jokowi bukan pendukung Jokowi tidak pernah menjadi Tim Sukses Pak Jokowi. Dan tidak ingin menjadi bagian dari pemerintahan Pak Jokowi. Tapi saya tidak mau ada lagi presiden yang berakhir secara tragis dan memalukan.
Saya ingin bahwa jadwal dan tradisi konstitusionalisme yang sudah kita lahirkan berdarah2 dan kita jaga, selamat sampai kapanpun karena hanya dengan itu semua anak bangsa bisa bertumbuh dgn aman dan selamat sampai tujuan kita masing2 menjadi di insan yg ber-peradaban tinggi.
Selamat berjuang sahabat, Mari kita rawat Republik kita dengan segala upaya. Cara yang paling penting adalah menjaga akal dan budaya. Selamat menunaikan ibadah salat Jumat bagi yang melaksanakan. Merdeka!
*Penulis adalah Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah