Site icon Parade.id

Masa Depan IKN Masih Misteri: Antara Janji Pembangunan dan Tantangan Realitas

Foto: Adi Prayitno/tangkapan layar

Jakarta (parade.id)- Masa depan Ibu Kota Nusantara (IKN) masih menjadi perbincangan hangat di ruang publik, meski pemerintah sudah menggelontorkan ratusan triliunan rupiah dan menetapkan payung hukum yang kuat untuk pembangunan ibu kota baru ini. Pengamat politik Adi Prayitno menyoroti berbagai tantangan dan prospek yang harus dihadapi agar IKN bukan sekadar proyek simbolis, melainkan pusat pemerintahan yang nyata dan berkelanjutan.

Keputusan pemerintah menggelar perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia tahun 2025 di Jakarta, bukan di IKN, memicu pertanyaan besar di masyarakat. Menurut Adi Prayitno, langkah ini mencerminkan fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto pada kebijakan efisiensi anggaran.

“Biaya penyelenggaraan acara besar di IKN sangat tinggi, dan di tengah upaya penghematan, pemerintah memilih menahan pengeluaran yang tak esensial,” ujarnya lewat akun YouTube-nya, Sabtu.

Adi menambahkan, perbedaan lokasi perayaan antara tahun 2024 yang diadakan di IKN dan tahun 2025 ini bukanlah tanda mundurnya komitmen pemerintah terhadap IKN, melainkan penyesuaian strategi agar anggaran dapat dialokasikan secara lebih efektif.

Selain efisiensi, keterbatasan infrastruktur dan fasilitas di IKN menjadi alasan utama mengapa acara kenegaraan berskala besar belum dapat dipindahkan sepenuhnya ke ibu kota baru ini. Berbagai laporan publik dan media menunjukkan bahwa pembangunan fisik dan fasilitas di IKN belum mencapai kesiapan 100 persen.

“Jika aktivitas kenegaraan besar dipaksakan belum saatnya, maka citra dan reputasi IKN justru bisa ternoda,” jelas Adi. Ia berharap pembangunan akan terus dikebut sehingga dalam waktu dekat IKN bisa menjadi tempat penyelenggaraan perayaan kenegaraan dan aktivitas pemerintahan lainnya.

Adi Prayitno menekankan pentingnya pemerintah dan DPR segera membuat keputusan final mengenai kapan IKN resmi menjadi pusat pemerintahan Indonesia. “Apakah itu tahun 2026, 2027, atau 2028, publik perlu kepastian agar spekulasi dan pertanyaan panjang soal IKN bisa dihentikan.”

Ia juga mendukung usulan Fraksi NasDem agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memulai aktivitas pemerintahan di IKN bersama kementerian-kementerian terkait. Pendekatan bertahap ini dinilai sangat strategis agar fasilitas yang sudah dibangun tidak mubazir, dan mulai terbentuk ekosistem pemerintahan, ekonomi, dan sosial di IKN.

Di tengah isu positif pembangunan, IKN juga diselimuti narasi negatif yang berpotensi merusak citranya. Adi menyinggung sejumlah laporan soal aktivitas prostitusi dan pertambangan ilegal di kawasan ibu kota baru yang menjadi perhatian publik dan media.

“Jika isu-isu negatif ini lebih kuat dari kepastian kapan aktivitas pemerintahan dimulai, maka perjuangan mewujudkan IKN sebagai simbol pemerataan pembangunan ekonomi dan politik akan terhambat,” katanya.

Menutup pembahasan, Adi Prayitno mengajak pemerintah untuk memberikan “gong” berupa langkah nyata membuka aktivitas kenegaraan dan rapat-rapat kabinet secara bertahap di IKN mulai tahun depan. “Ini bukan sekadar simbol, tetapi babak baru dalam perjalanan Indonesia mewujudkan ibu kota yang layak dan berkelanjutan,” tutupnya.

IKN adalah bagian dari upaya besar Indonesia menata pemerintahan dan pembangunan yang lebih merata. Namun tanpa kemauan nyata mulai memindahkan aktivitas pemerintahan secara gradual dan pembenahan citra, pembangunan besar sekalipun bisa berakhir sia-sia. Masyarakat kini menanti kapan langkah-langkah konkret itu akan diambil untuk menjadikan IKN pusat masa depan bangsa.*

Exit mobile version