Makassar (parade.id)- Kemarin, Jumat (24/2/2023), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar menggelar diskusi publik, dengan tema ‘Menakar Kebijakan Publik dalam Cipta Kerja dan KUHP’. Diskusi dilangsungkan di Aula Farmasi Universitas Muslim Indonesia (UMI).
Ada beberapa pembicara atau narasumber yang mengisi diskusi tersebut. Di antaranya Ariansyah (perwakilan Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar) , Muhammad Rinaldy Bima (perwakilan akademisi hukum), Muhammad Arsy Jailolo (Ketum HMI Cabang Makassar), dan Mira Amin (perwakilan LBH Makassar).
Ariansyah, dari Dinas Ketenagakerjaan Kota Makassar mengatakan bahwa UU Cipta Kerja (Ciptaker) hadir untuk mengisi kekosongan hukum terkait penjaminan hak tenaga kerja.
Untuk UU Ciptaker sendiri, soal hak-hak dari para tenaga kerja menurutnya masih tetap dilindungi. Contohnya persoalan pemutusan kontrak kerja.
“Suatu perusahaan tidak boleh serta merta memutuskan kontrak kerja dan untuk penyelesaian kasus juga masih terbilang dapat teratasi dengan baik. Sebagaimana data yang disampaikan, bahwa sedikitnya ada 324 kasus antara perusahaan dan buruh dan sebanyak 76 persen diselesaikan dengan musyawarah mufakat,” ia katanya.
Bahkan menurut dia, diperlukan suatu Perppu tentang Ciptaker yang mengatur secara spesifik terkait UMK.
Sementara itu, Muhammad Rinaldy Bima, akademisi hukum menyinggung dua hal: UU Ciptaker dan KUHP. KUHP, kata dia, layak untuk diperbarui, karena subtansi yang sudah tidak relevan bila melihat status quo negara Indonesia yang sekarang.
Hal itu, kata dia, sebagaimana adagium hukum berbunyi, lex prospicit non respicit. Hukum memandang ke depan bukan ke belakang, yang mana walau hukum sifatnya dinamis atau berubah-ubah tetapi hukum tetap harus melihat status quo negara.
“Begitupun dengan UU Cipta Kerja, dengan alasan penjaminan hak buruh, maka memang perlu ada payung hukum yang mengatur secara spesifik dan menjelaskan secara komperhensif. UU Ciptaker merupakan payung hukum yang diharapkan menjadi solusi,” paparnya.
Senada dengan Rinaldy, Mira menyambut positif UU Ciptaker dan KUHP. Menurut dia bahkan UU Ciptaker maupun KUHP baru merupakan produk hukum yang seharusnya menjadi sarana dalam mencapai kesejahteraan bersama.
“Maka sudah menjadi kewajiban bersama bagi tiap lapisan masyarakat yang ada untuk mengawal dan mengawasi juga menaati aturan yang berlaku,” kata dia.
Pun yang hal sama (disambut positif) disampaikan Ketum HMI Cabang Makassar Arsyi. Misal terkait KUHP sendiri–terlepas dari kontroversi yang ada, kata dia sudah seharusnya diperbarui.
Mengingat kata dia kondisi di Indonesia yang dinamis–produk hukum sudah semestinya menjadi payung keadilan yang mengayomi rakyat Indonesia, walaupun ada yang mengkritisi.
“Suatu produk maupun regulasi memang hal lumrah untuk dikritisi oleh pihak manapun,” kata dia.
(Verry/parade.id)