Site icon Parade.id

Menurut Saksi Ahli, Pemberhentian Dua Wakil Rektor UIN Harus Dibatalkan

Jakarta (PARADE.ID)- Pada hari Selasa, 24 Agustus 2021, Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Serang kembali melanjutkan sidang gugatan terhadap Rektor UIN Jakarta, sebagaimana register Perkara Nomor 31/G/2021/PTUN.SRG dan Perkara Nomor 32/G/2021/PTUN.SRG.

Dalam gelaran sidang lanjutan ini, PTUN Serang mendengar tiga orang saksi dari pihak Rektor UIN Jakarta selaku Tergugat dan satu orang ahli hukum dari pihak Prof Masri dan Prof Andi selaku Penggugat.

Dalam keterangannya sebagai ahli, DR. Ahmad., S.H., M.H, ahli menyatakan pemberhentian kedua Wakil Rektor UIN Jakarta bertentangan dengan PMA 17/2014 tentang Statuta UIN Jakarta.

Dalam Pasal 34 PMA 17/2014 diatur pemberhentian wakil rektor secara limitatif yaitu, telah berakhir masa jabatannya, pengunduran diri atas permintaan sendiri, diangkat dalam jabatan lain, melakukan tindakan tercela, sakit jasmani atau rohani terus menerus, dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara, cuti di luar tanggungan negara; atau meninggal dunia.

“Dalam keterangannya di hadapan persidangan, DR. Ahmad lebih lanjut menjelaskan jika membaca konsideran SK pemberhentian kedua wakil rektor, maka tidak ada satu pun syarat yang dipenuhi oleh Rektor UIN di dalam pemberhentian keduanya. Sehingga secara hukum SK pemberhentian tersebut harus dibatalkan,” demikian siaran persnya, atas nama kuasa hukum keduanya, Mujahid A Latief, Kamis (26/8/2021).

 

Kuasa Hukum kedua wakil rektor tersebut menjelaskan bahwa keterangan ahli DR. Ahmad sudah cukup meyakinkan bagi majelis hakim untuk membatalkan kedua SK pemberhentian kliennya. Sebab faktanya dalam konsideran SK pemberhentian hanya disebutkan alasan pemberhentian karena “dipandang sudah tidak dapat bekerjasama lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan”.

“Tidak ada disebutkan karena melanggar salah satu norma yang termuat dalam Pasal 34 PMA 17/2014,” kata dia.

 

Mujahid pun berharap kepada Majelis Hakim, kelak membuat putusan yang jernih dan adil berdasarkan fakta-fakta hukum yang terjadi selama persidangan.

“Putusan hakim diharapkan dapat mengembalikan atau memulihkan marwah dari kedua kliennya yang tergerus akibat pemberhentian tersebut. Meskipun nanti putusannya memenangkan kliennya, belum tentu juga kedua klienya mau kembali menjabat sebagai wakil rektor,” harapnya.

Pemberhentian Keduanya Maladministrasi

Sebelum itu, Ombudsman menemukan maladministrasi dalam pemberhentian keduanya. Hal itu sebagaimana yang disampaikan oleh kuasa hukum keduanya, Mujahid.

“Melalui surat tertanggal 8 Agustus 2021, Ombudsman Republik Indonesia telah memberitahukan kepada Kuasa Hukum Prof. Andi M Faisal Bakti dan Prof. Masri Mansoer, telah menyelesaikan investigasi terhadap pemberhentian keduanya dari jabatan Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ombudsman Republik Indonesia juga menyampaikan ‘Ringkasan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan’ (LAHP) Nomor 0313/LM/III/2021/JKT, tertanggal 2 Agustus 2021,” demikian katanya, melalui keterangan persnya, Jumat (13/8/2021).

Menurut Mujahid, sesuai aturan, Ombudsman telah menyampaikan hasil investigasinya kepada 3 (tiga) lembaga, yaitu, Terlapor (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), Menteri Agama Republik Indonesia, dan Inspektur Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia. Ketiga lembaga tersebut diberikan waktu 30 (tiga puluh) hari oleh Ombudsman untuk melakukan Tindakan korektif dan menyampaikan Laporan pelaksanaannya  kepada Ombudsman.

Lebih lanjut Mujahid menyatakan, bahwa dalam temuan hasil investigasi Ombudsman dinyatakan terjadi “penyimpangan prosedur” yang dilakukan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di dalam memberhentikan Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. (Sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan) dan Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kelembagaan).

Temuan Ombudsman ini menurut dia sejalan dengan temuannya yang sejak awal meyakini  pemberhentian kedua kliennya diduga melanggar Pasal 34 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

“Dalam pasal tersebut ditegaskan Wakil Rektor UIN hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan, pertama, telah berakhir masa jabatannya;. Kedua, pengunduran diri atas permintaan sendiri,” jelasnya.

Ketiga, lanjut dia, diangkat dalam jabatan lain. Keempat, melakukan tindakan tercela. Kelima, sakit jasmani atau rohani terus menerus. Keenam, dikenakan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, menjadi terdakwa dan/atau terpidana yang diancam pidana penjara. Kedelapan, cuti di luar tanggungan negara. Atau kesembilan, meninggal dunia.

Menurut dia, pemberhentian keduanya tidak memenuhi syarat sesuai ketentuan tersebut, karena itu dikualifikasi cacat hukum.

Mujahid berharap Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara legowo atau ikhlas atau lapang dada dan segera melakukan tindakan korektif sesuai temuan Ombudsman dengan mengembalikan jabatan kedua kliennya sebagai Wakil Rektor.

“Apakah kedua klien kami bersedia kembali menjabat sebagai Wakil Rektor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu soal lain yang perlu kami diskusikan dulu dengan klien kami, yang utama adalah Rektor UIN mengakui ada kekeliruan dan mau memperbaiki atas kekeliruan tersebut. Begitulah mekanisme dan prosedur dalam sebuah negara yang menganut prinsip negara hukum,” kata dia.

Harapan kuasa hukum ini, kata dia, senafas dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 38 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yang menyatakan, “Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman.  Dan, “Atasan Terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan Rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya…”.

“Sebagai kampus Islam terbesar di Indonesia tentu ‘tidak elok’ mengabaikan hasil temuan investigasi Ombudsman Republik Indonesia.”

Laporan atau pengaduan kedua kliennya ke Ombudsman menurut dia didasarkan pada temuan adanya dugaan “maladministrasi” yang dilakukan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam pengaduan tersebut, ia, sebagai kuasa hukum meminta Ombudsman melakukan investigasi terhadap Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menerbitkan Surat Keputusan Pemberhentian Kepada Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag. (Sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan) dan Prof. Dr. Andi M. Faisal Bakti, M.A. sebagai Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Kelembagaan).

“Pengaduan ke Ombudsman dilakukan sesuai kewenangan Ombudsman menerima Laporan/Pengaduan sebagaimana dinyatakan Pasal 1 angka 4 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, bahwa pengaduan disampaikan ke Ombudsman oleh setiap orang yang telah menjadi korban ‘maladministrasi’.”

(Sur/PARADE.ID)

Exit mobile version