Site icon Parade.id

MMI Menanggapi Adanya Keberatan soal Pelajaran Agama di Sekolah

Foto: Mejelis Mujahidin Indonesia (MMI)

Jakarta (PARADE.ID)- Majelis Mujahidin Indonesia menanggapi adanya keberatan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) soal pelajaran agama Islam di sekolah. MMI menyebut bahwa sikap dan pandangan Ketum PGI Pdt Gomar Gultom tentang peran agama dalam Pendidikan, tampaknya sejalan dengan pandangan komunis/PKI.

“Di masa orde lama, salah satu upaya kaum Komunis di dalam bernegara adalah memosisikan Agama sebagai urusan privat (pribadi-pribadi), sehingga sejak awal mereka menghendaki bahwa pendidikan agama tidak perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Dan Agama dipisahkan dari urusan kenegaraan, sebagaimana disampaikan kader-kader komunis/PKI dahulu,” demikian keterangannya kepada media, belum lama ini.

Dalam kaitan ini juga, MMI juga mempertanyakan Kebudayaan (Kemendikbud) menghilangkan frasa “agama” dalam draf Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035.

“Apakah hilangnya kata agama dan hanya mencantumkan akhlak dan budaya, dalam rangka mengakomodir pandangan pihak non Islam seperti PGI?”

Terkait Ketum PGI yang menyatakan, “Jika negara menyusun kurikulum pendidikan agama dengan memasukkan dogma/ajaran agama seperti yang dijalankan selama ini, maka negara telah ikut berteologi, sesuatu yang sangat absurd” dinilai MMI pernyataan yang jelas inkonstitusional, bertentangan dengan dasar negara dan menghina Pancasila.

“Sila pertama Pancasila menegaskan teologi agama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahwa Tuhan itu Tunggal, bukan tritunggal dan bukan pula tuhan kebudayaan.”

Setiap upaya menggiring opini yang ingin mengganti dasar negara dan menghina Pancasila, dinilai oleh MMI terindikasi sebagai musuh negara.

Sekalipun bukan hal baru, namun usulan untuk tidak memasukkan unsur ajaran agama yang bersifat dogmatik dalam kurikulum, dan tidak diajarkan di sekolah maupun di ruang publik adalah absurd. Karena bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 2 tentang sistem pendidikan nasional.

Kemudian soal Ketum PGI yang menyatakan, bahwa “Hal-hal seperti pelajaran agama ini menjadi ganjalan serius. Antara agama Kristen dan Islam memang terdapat titik temu dan titik tengkar yang cukup banyak, dan kalau tidak hati-hati mengelolanya bisa membuyarkan usaha menuju kerukunan” dinilai telah bersikap ambivalen.

“Di satu sisi PGI menghendaki kerukunan, tapi di sisi lain bersikap Islamophobia, memaksakan kehendak melalui narasi provokatif yang mendiskreditkan ajaran tauhid Islam. Islam telah memberikan penjelasan dan pedoman lengkap mengenai hubungan antara kaum Muslimin dan non Muslim menyangkut aqidah dan ibadah.”

MMI juga mengkritisi sikap Menag Yaqut Chalil Qoumas. Dinilao MMI tergesa-gesa karena langsung mengagendakan tindak lanjut permintaan Ketua Umum PGI tanpa melibatkan BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Kemendikbud, termasuk melibatkan Majelis Ulama Indonesia serta partisipasi publik, patut dipertanyakan.

“Sebab, larangan mengajarkan agama di sekolah atau di ruang publik, seperti yang diinginkan Ketum PGI, merupakan pelanggararan konstitusi negara.”

(Rgs/PARADE.ID)

Exit mobile version