Site icon Parade.id

Partai Buruh

Foto: dok. merdeka.com/ilustrasi

Jakarta (PARADE.ID)- PARTAI Buruh telah berdiri sejak lama. Namun saat ini ada sebagian serikat buruh/serikat pekerja yang membangkitkan kembali partai ini. Mereka “tetap” menamakannya dengan Partai Buruh. Ini boleh jadi dampak dari pemerintah yang mengesahkan UU No 11 Tahun 2020, yang lazim disebut UU Omnibus Law kluster ketenagakerjaan.

Partai Buruh saat ini sebut saja di belakanganya ada Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal. Dan ada nama tokoh buruh lainnya.

Sebagaimana pengakuannya Iqbal, misal, bahwa “dibentuknya” kembali partai buruh karena amanat dari almarhum Muchtar Pakpahan. Beliau dikenal sebagai aktivis atau ikon buruh, yang sebelumnya menjadi pemimpin partai buruh (red.,).

Partai buruh ini memiliki tujuan sebagaimana lazimnya partai berdiri/terbentuk, yakni mengakomodir kepentingan banyak rakyat. Tetapi dalam hal ini (partai buruh) lebih akan mementingkan buruh/pekerja. Katanya, agar setiap kepentingan atau isu buruh/pekerja dapat tersalurkan dengan baik. Sebab sejauh ini belum ada partai politik yang dirasa maksimal mengakomodir kepentingan buruh/pekerja.

Partai buruh, diharapkan Iqbal dapat berbuat demikian. Hal yang tentunya selalu ia yakini seperti di negara lain. Dimana partai buruh terbilang berhasil mengakomodir kepentingan buruh/pekerja, hingga ke selain itu.

Bahkan harapan setelah eksisnya partai buruh ini, buruh dapat menguasai parlemen. Bahkan dapat menjadi penentu kebijakan pemerintah, baik secara nasional maupun di daerah-daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Harapan itu sah-sah saja. Bahkan semua partai memiliki target seperti itu.

Namun, dari perspektif partai di Indonesia, masih dalam paradigma nasionalis dan agamis. Jadi menurut saya eksistensi partai buruh akan sulit berkembang.

Buktinya yang sudah ada pun tidak bisa eksis di nasional, karena partai yang sifatnya sektoral khusus buruh. Dimana hak sektor dari kepentingan buruh sudah banyak diambil oleh partai lain yang memperjuangkannya.

Apalagi, sebagaimana yang kita ketahui bahwa pekerja/buruh itu sendiri sudah banyak menjadi pengurus partai sebelumnya, baik tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota maupun di ranting-ranting setingkat kecamatan maupun kelurahan-kelurahan.

Ini justru akan mengganggu peran di antara kaum buruh akan semakin besar terjadi: ketika ada kepentingan politik yang menyangkut sektoral industri atau buruh.

Niat baik dalam membentuk Partai Buruh memang perlu mendapat apresiasi, tetapi yang dikhawatirkan setelah buruh memasuki ruang percaturan politik 2024, mereka yang duduk di parlemen tidak memiliki posisi tawar yang kuat dalam memperjuangkan aspirasi buruh.

Seperti Partai Buruh masa lampau, yang pernah mengikuti proses Pemilu 1999, 2004 dan 2009, dimana Partai Buruh tidak berkontinyu hingga tahun 2014.  Hal ini disebabkan Partai Buruh tidak dapat bersaing dengan partai-partai besar yang telah memiliki underbow partai serta basis massa di level grassroot, baik di tingkat kecamatan maupun provinsi. Sehingga Partai Buruh kurang mendapatkan legitimasi dari rakyat.

Belum lagi sebagian besar buruh masih disibukkan dengan persoalan-persoalan industrialisasi seperti PHK dan gaji/upah.

Jadi intinya, melihat realita yang dialami oleh anggota buruh, maka saya, Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI) berpandangan pembentukan Partai Buruh tidak lebih efektif dalam memperjuangkan kepentingan buruh, karena pembentukan Partai Politik sarat nuansa politik praktis. Belum lagi cost menuju kursi parlemen sangat besar, bagi yang mampu atau pemilik modal tentunya sangat mudah dan akan sulit bagi anggota buruh yang tidak memiliki biaya sama sekali.

Jadi buruh lebih cocok eksis di wadah organisasi perburuhan ketimbang di partai politik praktis. Sebab ruang gerak para aktivis buruh semakin luas untuk membela, melindungi, dan memperjuangkan para anggota-anggotanya itu sendiri. Tidak dibatasi dengan membuat partai yang sangat erat dengan oligarki.

Maka menurut saya akan sulit partai buruh akan berkembang dan menguasai parlemen atau pemegang kebijakan di pemerintahan.

*Pengurus Federasi Serikat Buruh Demokrasi Seluruh Indonesia (FSBDSI)

Purwadi

Exit mobile version