Khartoum (parade.id)- Sudan mengalami perang saudara. Akibat perang saudara itu, 56 orang (sipil) meregang nyawa. Demikian rilis organisasi dokter setempat.
Bentrokan meletus setelah ketegangan atas usulan transisi ke pemerintahan sipil. Baik tentara maupun lawannya, Pasukan Pendukung Cepat (RSF), mengklaim bahwa mereka menguasai bandara dan lokasi penting lainnya di Khartoum, tempat pertempuran berlanjut semalaman. Demikian dikutip cnn.com.
Artileri berat terdengar di Omdurman, yang berbatasan dengan Khartoum, dan dekat Bahri pada dini hari Minggu pagi. Saksi mata juga melaporkan adanya tembakan di kota Laut Merah Port Sudan.
Tentara mengatakan jet menghantam pangkalan RSF, dan angkatan udara negara itu mengatakan kepada orang-orang untuk tetap di rumah mereka pada Sabtu malam saat melakukan survei udara penuh terhadap aktivitas paramiliter.
Penduduk Khartoum mengatakan kepada BBC tentang kepanikan dan ketakutan mereka, salah satunya menggambarkan peluru ditembakkan ke rumah sebelah.
Sedikitnya 56 warga sipil tewas di kota dan wilayah di seluruh negeri, kata komite dokter Sudan, menambahkan bahwa puluhan personel militer tewas, beberapa di antaranya telah dirawat di rumah sakit.
Secara total, setidaknya 595 orang terluka, katanya.
Tiga karyawan Program Pangan Dunia (WFP), badan PBB yang memberikan bantuan makanan kepada masyarakat rentan, tewas setelah RSF dan angkatan bersenjata baku tembak di sebuah pangkalan militer di Kabkabiya, di bagian barat negara itu.
Para jenderal telah menjalankan Sudan sejak kudeta pada Oktober 2021. Pertempuran terjadi antara unit-unit tentara yang setia kepada pemimpin de facto, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan RSF, yang dipimpin oleh wakil pemimpin Sudan, Mohamed Hamdan Dagalo, juga dikenal sebagai Hemedti.
Hemedti mengatakan pasukannya akan terus berjuang sampai semua pangkalan militer direbut.
Sebagai tanggapan, angkatan bersenjata Sudan mengesampingkan negosiasi “sampai RSF paramiliter dibubarkan”.
(Irm/parade.id)