Site icon Parade.id

Pesan Pakar kepada Pemberi dan Penerima Kritik di Negara Demokrasi

Jakarta (PARADE.ID)- Pakar hukum, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Jimly Asshiddiqie memberikan pesan kepada pemberi dan penerima kritik di negara demokrasi seperti Indonesia. Pertama, kata dia, adalah bertemu, antara pemberi dan penerima kririk.

Pertemuan itu, menurut dia untuk mencocokan data yang dimiliki antara pemberi dan penerima kritik, yang demikian itu perbedaan pendapat akan selesai.

“Pertama karena datanya beda. Sekarang ini informasi yang berkembang di media itu 90 persen tidak ada yang bisa dijadikan pegangan untuk mengambil sikap dan mengambil keputusan, karena kadang-kadang fakenews. Hoax. Kadang-kadang faktual tapi konteksnya beda. Konteks waktu, konteks tempat maka informasi data itu bisa membuat perbedaan pendapat,” ujarnya, dalam perbincangan dengan Ketua MUI KH Cholil Nafis, di kanal YouTube MUI, kemarin.

Kedua, kata dia, setelah bertemu maka mencari kepentingan yang lebih besar, lebih tinggi, dan lebih luas atas apa yang dibicarakan. Dengan itu menurut dia akan menemukan jalan.

“Kedua beda pendapat karena beda kepentingan. Ngaku saja bahwa semua orang punya kepentingan. Semua golongan juga ada kepentingan,” katanya.

Ketiga, antara pemberi dan penerima kritik menurutnya harus sama-sama jangan baper. Kampungan. Artinya, keduanya ketika melakukan hal sama jangan menyerang pribadi. Tapi harusnya lebih ke ide.

“Kalau siapa menduduki jabatan yang tinggi, ya, di era sekarang ini harus siap juga menerima kritik dan perbedaan pendapat. Cuma lama-lama pemberi kritik harus ada ide,” jelasnya.

“Ini yang sedang terjadi sekarang. Jadi kalau ada kritik, ya, biasa saja mestinya. Jangan baper,” sambungnya.

Namun demikian, baginya, kritik itu harusnya diperlakukan biasa saja. Namanya juga perbedaan pendapat, yang pasti ada beda pendapat di masyarakat majemuk. Dan perbedaan pendapat itu menurutnya sesuatu yang alamiah.

(Sur/PARADE.ID)

Exit mobile version