Jakarta (PARADE.ID)- Pemerintah tunda pembahasan RUU HIP. Ditunda, artinya dihentikan sementara. Ditunda artinya nanti dilanjutkan lagi. Rehat dulu. Untuk apa?
Boleh jadi pertama, untuk jaga wibawa. Seolah ada kesan bahwa pemerintah gak bisa dipressure. Pemerintah masih kuat. Dengerin? iya. Ikutin? Nanti dulu.
Kedua, tekanan umat dianggap belum terlalu kuat. Maklumat MUI dan sikap NU-Muhammadiyah masih perlu dilihat keseriusannya. Apalagi, protes di sejumlah daerah belum menunjukkan tanda-tanda menghawatirkan. Masih under control. Tak sampai membunyikan alarm keamanan maupun politik.
Ketiga, pantau situasi. Protes melemah, pembahasan bisa dilanjutkan. Revisi sana-sini bisa jadi ikhtiar untuk melunakkan umat. Apalagi jika ditabrakin isu lainnya. Bisa bergeser. Umat akan kehilangan fokus.
Keempat, lakukan negosiasi. Bangun komunikasi dengan pihak-pihak terkait. Berikan kompensasi? Biasanya, di meja negosiasi ada hidangan yang menarik. Apalagi kalau ada yang masuk angin. Masuk itu barang.
Mungkinkah RUU HIP dibatalkan? Opsi ini hanya akan diambil jika eskalasi protes meningkat. Situasi dianggap memang makin gak kondusif. Apalagi kalau mesin umat terus dipanasin dengan berbagai macam stigma yang kontra produktif seperti “kadrun” dan sejenisnya.
Disisi lain, sejauh mana energi umat mampu bertahan untuk protes? Sampai dimana komitmen MUI mengawal maklumatnya? Sejauhmana NU-Muhammadiyah konsisten dengan sikapnya? Ini akan ikut menentukan situasi.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah: apa sesungguhnya target umat terkait protes terhadap RUU HIP ini? Apakah sekedar ingin memberi tahu bahwa umat masih ada? Hanya ingin menunjukkan kepada pemerintah dan DPR bahwa umat eksis? Kalau ini targetnya, memprihatinkan. Pasti tidak!
Apakah umat memang serius menuntut RUU HIP dibatalkan? Dihentikan secara permanen? Bukan Ditunda dan dihentikan sementara.
Atau seperti maklumat MUI poin 5, minta agar para oknum dibalik RUU HIP diusut? Agar kelak tak ada lagi pihak yang berani otak-atik Pancasila. Target ini sangat masuk akal.
Atau protes RUU HIP akan dijadikan sebagai target antara. Menjadi pintu masuk untuk menggaungkan protes terhadap semua aturan dan kebijakan pemerintah yang selama ini dianggap merugikan kepentingan rakyat? Dijadikan trigger untuk menggerakkan umat memprotes UU KPK, UU Minerba, UU Covid-19, RUU Omnibus Law dan yang lainnya. Mengajak dan menggerakkan rakyat untuk menekan agar semua UU dan kebijakan yang gak pro rakyat dirubah? Atau ada target yang lebih dari itu?
Mari kita tunggu apa yang akan terjadi. Apakah protes terhadap RUU HIP akan meredup setelah dinyatakan “ditunda” oleh pemerintah, dan “dihentikan sementara” oleh MPR? Atau justru sebaliknya, penundaan ini akan menaikkan eskalasi protes di kalangan umat Islam?
Yang tak kalah pentingnya, umat harus mewaspadai pihak-pihak yang berpotensi masuk angin. Karena hidangan di atas meja negosiasi, jika ada, pasti akan jauh lebih menarik.
Jakarta, 20 Juni 2020
*Pengamat Politik, Tony Rosyid