Site icon Parade.id

Purnawirawan TNI dan Tokoh Masyarakat Desak Pemakzulan Gibran, Ancam Duduki DPR/MPR

Foto: dok. istimewa

Jakarta (parade.id)- Sejumlah purnawirawan TNI dan tokoh masyarakat kembali menyuarakan tuntutan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Rabu (2/7/2025), di Jakarta. Mereka menilai Pemilu 2024 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meloloskan Gibran sebagai tindakan inkonstitusional yang dilegalkan. Bahkan, ancaman pendudukan gedung DPR/MPR RI dilontarkan jika surat tuntutan pemakzulan tidak segera diproses oleh parlemen.

Laksamana TNI Purn. Slamet Soebijanto menegaskan bahwa majunya Gibran sebagai Wakil Presiden tidak sah secara moral, etika, dan hukum. Ia menyebut Pemilu 2024 dan keputusan MK sebagai bentuk pengkhianatan dan kudeta terhadap konstitusi melalui jalur nepotisme yang dilegalkan.

Ia mengungkapkan bahwa surat tuntutan pemakzulan yang ditandatangani empat purnawirawan TNI, termasuk dirinya, telah dikirimkan pada 26 Mei 2025 kepada Ketua MPR dan DPR RI, namun belum mendapat respons.

“Kita tidak perlu menunggu lagi, karena kondisi negara berada di ujung tanduk apabila masih dipimpin oleh Wapres Gibran,” ujar Slamet Soebijanto. Ia menyerukan persatuan antara purnawirawan prajurit TNI dan masyarakat umum untuk menyelamatkan bangsa.

Senada dengan Slamet Soebijanto, Fachrul Razi dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI (FPP TNI), menyatakan bahwa pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sudah memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Pasal tersebut mengatur pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat.

Ia mendesak parlemen untuk segera memproses surat tuntutan pemakzulan Gibran. Ia khawatir jika Prabowo Subianto berhalangan, posisinya akan digantikan oleh Gibran yang dinilai tidak memiliki mental dan moral sebagai pemimpin.

Fachrul Razi menyebut bahwa perjuangan rakyat belum selesai dan konsolidasi lanjutan akan dikoordinasikan oleh Mayjen TNI Purn. Soenarko.

Marsekal TNI Purn. Hanafie Asnan menyoroti Pemilu 2024 sebagai “kejahatan politik yang sistematis,” bukan sekadar pelanggaran administrasi. Ia menegaskan bahwa penolakan terhadap Gibran bukan karena identitasnya, melainkan karena prosesnya yang manipulatif.

Hanafie juga membedakan FPP TNI dengan forum purnawirawan lainnya, menekankan bahwa FPP TNI berlandaskan Sapta Marga Prajurit dan menganut politik kenegaraan, bukan politik kekuasaan. “Ketika kita berbicara hal yang benar, tetapi di tempat berbeda menyebutkan jika kita di luar formasi,” katanya, menyiratkan adanya perbedaan pandangan di antara kelompok purnawirawan.

Pengamat kebijakan publik, M. Said Didu, mengamati bahwa Presiden Prabowo Subianto selalu tampil membela Gibran atau mantan Presiden Joko Widodo setiap kali muncul isu pemakzulan. Ia mencontohkan teriakan “Hidup Jokowi” yang lantang di forum Partai Gerindra. Didu menduga pembelaan Prabowo ini terkait isu dirinya akan maju kembali di Pemilu 2029, sementara Jokowi menginginkan Gibran tetap di lingkaran kekuasaan.

Ia mengkritik sikap Prabowo yang terkesan “tebang pilih” dalam memerangi korupsi saat berhadapan dengan Jokowi dan keluarganya, yang dinilai melemahkan kepercayaan publik.

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, menjelaskan dua jalur konstitusional untuk menghentikan jabatan Wapres Gibran: mekanisme pemberhentian (impeachment) melalui parlemen dan pengunduran diri secara sukarela. Ia menyebut bahwa pengunduran diri dapat terjadi kapan saja, bahkan dengan tekanan moral dan politik.

Refly menambahkan bahwa sejumlah pihak telah melobi dan menyampaikan surat resmi ke DPR, DPD, serta MPR, sebagai upaya mendesak Gibran untuk mundur secara terhormat.

Mantan Hakim Agung, Dwi Cahyo Suwarsono dari FPP TNI, menganggap Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) cacat hukum karena adanya konflik kepentingan, sehingga sistem peradilan kehilangan legitimasi etik. Ia menyatakan FPP TNI akan kembali menyurati parlemen dengan surat kedua yang isinya sama dengan yang pertama, namun disertai pertimbangan hukum baru yang menyinggung Putusan MKMK dan dugaan akun jejaring “fufufafa” yang disebut milik Gibran Rakabuming Raka.

Surat kedua ini akan dikirimkan bulan ini dengan tenggat respons sampai akhir Juli 2025. “Apabila tidak direspon maka FPP TNI akan mempertimbangkan langkah selanjutnya,” tegasnya.

Pengamat Intelijen, Suripto, melihat forum ini sebagai respons rakyat terhadap kelambanan DPR. Ia menyerukan “Reformasi Jilid Dua” karena, menurutnya, dari era Orde Lama hingga Orde Baru, rakyat selalu dihadapkan pada kekuasaan yang rawan nepotisme struktural.

Suripto menekankan pentingnya perjuangan ini demi arah republik yang semakin kabur, bukan soal jabatan semata.

Pertemuan ini dihadiri juga oleh Mayjen TNI Purn. Soenarko, Laksamana TNI Purn. Tedjo Edhy Purdijatno, Marwan Batubara, Petrus Selestinus, Roy Suryo, Firman Tendry, Eros Djarot, Dwi Cahyo Suwarsono, Menuk Wulandari Ayunintyas, dan Suripto.***

Exit mobile version