Site icon Parade.id

Revisi UU Pemilu Diperlukan

Foto: dok. kontras.org

Jakarta (PARADE.ID)- Ketua DPP PKS Mardani Alo Sera mengatakan bahwa revisi UU Pemilu perlu dilakukan karena ada demokrasi yang ‘dipertaruhkan’. Setidaknya, kata Mardani, ada 63,2 persen publik menolak Pilkada digelar serentak dengan Pilpres-Pileg di 2024 (Survei Indikator Politik Indonesia, Februari 2021).

“Bagaimanapun suara publik perlu didengar, survei yang mengonfirmasi pentingnya revisi dan amat beralasan sebenarnya,” ungkapnya, Selasa (16/2/2021), di akun Twitter-nya.

Pertama, lanjutnya, jika tetap memaksakan serentak di 2024, pemilih akan kesulitan untuk memilah isu lokal-nasional beserta eksekutif dan legislatif. Pemerintahan presidensil yang efektif juga sulit tercapai baik di tingkat lokal atau nasional.

Belum lagi proses pencalonan akan menyulitkan parpol karena jarak Pileg dan Pilkada yang berdekatan

“Revisi perlu didasarkan pd kepentingan publik jangka panjang. Hal substansial paling utama.”

Demokrasi pun menurut dia akan sehat karena masyarakat menikmati dan tidak terbebani dengan pemilu yang marathon.

“Harus diakui jk berkaca pd Pemilu 2019 kemarin, gelaran Pileg tenggelam oleh ingar-bingar Pilpres.”

Kedua, kata dia, Parpol yang baik, yang banyak berinteraksi dan terhubung dengN publik. Jika lima tahun hanya sekali, maka tahun-tahun berikutnya akan ada jarak dan ini membuat oligarki di parpol kian kuat.

“Dgn kt membuat 5 thn 3x pemilu, ada rentang waktu yg cukup, interaksi partai dgn masyarakat pun kian menguat.”

Ketiga, aspirasi dari penyelenggara (KPU) juga mesti diperhatikan. KPU sendiri telah menyatakan berat bila Pemilu dilaksanakan ‘borongan’ di 2024.

KPU juga memerlukan payung hukum setingkat UU untuk pengaturan teknis penyelenggaraan dan aplikasi teknologi elektronik, yang semua itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan peraturan KPU.

“Terakhir, munculnya ratusan PLT pengganti kepala daerah. Akan ada pemimpin ‘tunjukan’ yg bukan berasal dari kehendak rakyat. Contoh, akan ada 24 PLT gubernur karena kosongnya jabatan di 2022 & 2023. Pertanyaannya, apakah pejabat eselon 1 di Kemendagri tercukupi?”

Jika tidak, akan jadi tantangan lain karena sulit mencari aparatur sipil negara dari jabatan pimpinan tinggi madya dengan kapasitas yang teruji di lapangan. Terlebih bangsa kita masih berjuang keras melawan pandemi.

PLT Kepala Daerah juga berpotensi bekerja tegak lurus pada sumber kekuasaan dan bisa berdampak pada politisasi PNS/ASN.

Untuk itu, kata dia, revisi UU Pemilu punya peran besar terhadap perkembangan demokrasi kita. Cetak biru demokrasi kita terbentang pada pasal-pasal di dalam UU ini.

“Mohon doa, InsyaAllah PKS akan tetap istiqomah utk melanjutkan pembahasan RUU Pemilu krn byk hal yg mesti diperbaiki.”

Pengalaman adalah Pemilu 2019 merupakan guru yang baik untuk membenahi perhelatan pesta demokrasi kita. Tiap tahapan amat penting untuk menjaga kualitas pemilu.

(Rgs/PARADE.ID)

Exit mobile version