Site icon Parade.id

Roy Suryo Ungkap Temuan Lima Ijazah Asli UGM Angkatan 1985

Foto: Roy Suryo/tangkapan layar

Jakarta (parade.id)- Pakar telematika Roy Suryo mengungkapkan adanya lima bundel ijazah asli dan transkrip nilai dari Universitas Gadjah Mada (UGM) angkatan 1985 yang dipegangnya. Temuan ini, menurutnya, menjadi bukti tandingan yang kuat dalam polemik dugaan ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo.

Roy menyampaikan bahwa kelima bundel ijazah tersebut berasal dari kakak-kakak tingkatnya di UGM Fakultas Kehutanan dan fakultas lain yang lulus pada tahun 1985. “Kami sudah mendapatkan, mohon izin masih di tangan kami karena atas pesan dari yang bersangkutan, kami memegang amanah betul jangan ditunjukkan dulu, nanti di pengadilan baru ditunjukkan,” ujarnya, Senin (14/7/2025).

Meskipun demikian, Roy menegaskan akan menunjukkan hasil analisis dari ijazah-ijazah tersebut sebagai perbandingan. “Jadi fakta ini bukan cuma omong-omong seperti pihak sana, ada lima bendel ijazah plus transkrip nilai asli dari UGM, Universitas Gadjah Mada, bukan UPP, Universitas Pojok Pramuka,” sindirnya.

Roy mengawali keterangannya dengan menyoroti peningkatan status penyidikan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Presiden Joko Widodo. Ia menyatakan keheranannya karena peningkatan status tersebut hanya didasarkan pada fotokopi ijazah.

“Tidak pernah ada bukti baik visual, video, tayangan, maupun bukti yang langsung kehadiran Joko Widodo ke Polda Metro Jaya menyerahkan yang asli,” tegas Roy Suryo. Ia menyebutkan bahwa Joko Widodo pernah datang membawa map yang ditekuk-tekuk, padahal ijazah asli bersifat kaku dan biasanya disimpan dalam map kulit tebal.

Ia juga mengungkit kembali keterangan Kombes Ade Ary yang saat ditanya media, membenarkan bahwa bukti yang diserahkan hanyalah fotokopi. “Teman-teman tahu semua dalam hukum fotokopi bukan bukti. Clear ya. Jadi kalau bukan bukti, kalau itu hanya berupa fotokopi sangat janggal sekali kalau kemudian ada kenaikan status,” tambuhnya.

Lebih lanjut, Roy menilai jika kasus ini tetap dipaksakan naik ke penyidikan, maka pihak pertama yang seharusnya diperiksa adalah pelapor, yakni Joko Widodo, diikuti oleh saksi dan ahli dari pihak pelapor.

Roy juga melontarkan kritik keras terhadap seorang ahli digital forensik yang dihadirkan dalam gelar perkara khusus di Bareskrim. Ia menyebut ahli tersebut mengaku bukan ahli analog, sehingga diragukan relevansinya dalam kasus yang berkaitan dengan bukti fisik.

“Kalau dia seni dihadirkan, makan tuh kata-katanya. Buat apa dihadirkan? Untuk sebuah bukti yang sifatnya analog,” kata Roy Suryo. Ia juga mengungkapkan bahwa ahli tersebut tidak memiliki surat tugas dan presentasinya tidak bersifat ilmiah, bahkan cenderung menyerang pribadi dirinya dan rekan-rekannya seperti Dr. Rismon.

“Saya menyebutnya dia ahli sastra. Kenapa ahli sastra? Katanya hanya bisa omon-omon saja,” cetusnya.

Roy Suryo kemudian membeberkan lima kategori perbedaan mencolok antara ijazah asli UGM yang dipegangnya dengan ijazah yang disebut milik Joko Widodo. Pertama watermark.

“Ijazah asli memiliki watermark bertuliskan ‘Universitas Gadjah Mada’ di seluruh bidang kertas, sementara pada ijazah Jokowi tidak ditemukan,” ungkapnya.

Kedua, adalah embos. “Terdapat embos logo UGM yang menembus kertas pada ijazah asli, sesuatu yang tidak mungkin dibuat secara sembarangan,” terangnya.

Ketiga, benang kertas. “Kertas ijazah asli memiliki benang pengaman (security thread),” katanya. Keempat, adalah logo tinta unik. “Ada logo di tengah dengan tinta khusus yang kadang menembus bagian belakang kertas, menunjukkan bahan yang mahal,” tambahnya.

Terakhir kata Roy, materai. Ijazah UGM tahun 1985 kata dia, masih menggunakan materai dengan nilai dan warna tertentu. Jika nilai materai salah, ijazah tersebut palsu.

“Ada lima kategori perbedaan ijazah asli milik lima bundel sahabat-sahabat, maaf kakak-kakak kelas saya almamater UGM,” tegasnya.

Roy juga menunjukkan hasil analisis Error Level Analysis (ELA) pada ijazah yang disebut milik Joko Widodo. Hasil analisis ELA menunjukkan bahwa ijazah tersebut “gelap” dan tidak menunjukkan adanya tulisan ijazah, logo UGM, maupun foto yang jelas, mengindikasikan adanya rekayasa.

“Tidak ada hasil pada lembar yang disebut miliknya Jokowi. Tidak otentik. Jadi bukan hanya identik,” klaimnya, menegaskan hasil analisis ELA yang bisa dipertanggungjawabkan.

Roy menambahkan bahwa ia telah melakukan investigasi langsung ke Pasar Pramuka dan menemukan bukti-bukti yang menguatkan dugaan keterlibatan pihak tertentu dalam pembuatan ijazah palsu. Temuan ini akan disiarkan dalam program investigasi televisi.

Ia juga menyinggung seorang “profesor” yang mengaku dari tukang sapu jadi profesor dalam dua bulan, yang diduga terlibat dalam pembuatan ijazah palsu di Pasar Pramuka Pojok. “Dia jelas betul masih menyelenggarakan acara halal bihalal di belakang pasar pojok Pramuka. Jadi bohong kalau dia mengatakan dia tidak pernah lagi ke pasar sejak tahun 2002. Dia masih 1 Mei 2025 menyelenggarakan,” ungkap Roy Suryo.

Roy meyakini bukti-bukti ini semakin menguatkan bahwa “unsur pidana itu terbukti” dan “penyelidikan tidak boleh dihentikan.” Ia menyimpulkan bahwa semua pihak sedang melawan sesuatu yang “sangat jahat,” yakni “raja Jawa yang palsu” yang telah merusak Indonesia.***

Exit mobile version