Jakarta (PARADE.ID)- Hari Perempuan Internasional/International Women’s Day (IWD) 2022 yang diperingati setiap tanggal 8 Maret merupakan hari bersejarah perempuan pekerja yang memperjuangkan hak kaum perempuan.
Hal ini merujuk pada sejarah mogok kerja pada wanita Rusia pada 1917 silam bertepatan dengan masa perang dan membunyikan tuntutan “roti dan perdamaian” empat hari setelah pemogokan wanita,m Tsar Rusia dipaksa untuk turun tahta dan pemerintah sementara memberikan wanita hak untuk memilih.
Clara Zetkin adalah seorang aktivis perempuan Jerman yang menggagas dirayakan nya hari perempuan secara internasional untuk pekerja wanita di Kopenhagen pada 1910. Konferensi itu dihadiri 100 perempuan dari 17 negara dan disepakati lah tanggal 8 maret sebagai hari perempuan internasional.
Namun, persoalan kesejahteraan persoalan diskriminasi yang terjadi, itu yang dialami oleh kami kaum perempuan. Perempuan harus tampil di panggung panggung politik serta ruang ruang publik.
Partai Buruh pun dalam menanggapinya dengan mendukung perempuan untuk masuk ke dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Momentum hari perempuan internasional merupakan perjuangan perempuan di seluruh dunia terkhususnya perempuan yang ada di Indonesia.
Hari Perempuan Internasional lahir dari rasa marah atas penindasan yang menimpa perempuan kelas pekerja di seluruh dunia. Hingga kini, penindasan terhadap perempuan kelas pekerja pun masih terus ada dalam beragam bentuk dan rupa.
Di Indonesia, meningkatnya sistem kerja kontrak, outsourcing/alih daya, serta sistem kerja lainnya, masih menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi oleh kelas pekerja, tidak terkecuali pekerja/buruh perempuan. Dari sistem kerja yang dipenuhi ketidakpastian dan kerentanan tersebut, lahir ketidakpastian upah, tidak terjaminnya hak hak dasar buruh, hingga berbagai hambatan dalam berserikat.
Di tengah pandemi Covid-19, masalah-masalah itu pun kian bertambah berat. Para perempuan buruh atau pekerja harus menanggung beban domestik yang berlipat di tengah keharusan mencari nafkah karena situasi ekonomi yang semakin sulit.
Ketiadaan perlindungan negara berupa jaminan sosial yang memadai semakin dirasakan dampaknya. Biaya pengobatan yang semakin mahal, kebutuhan nutrisi keluarga yang semakin sulit dipenuhi, dan biaya menjaga kesehatan selama pandemi harus ditanggung para pekerja perempuan sendirian.
Banyak tempat kerja yang tidak menyediakan perlindungan memadai untuk mencegah pekerja atau buruh dari covid 19. Maraknya PHK yang semakin tinggi juga membuat para buruh perempuan kesulitan untuk mempertahankan kehidupan sehari-hari. Apalagi, Omnibus Law UU Cipta Kerja beserta berbagai aturan turunan nya juga hanya akan mempersulit kehidupan kelas pekerja.
Di depan gedung DPR RI itu mereka menyuarakan beberapa isu, atau tuntutan dalam memperingati IWD 2022.
Di antaranya Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja beserta berbagai PP turunannya, Cabut Permenaker No, 2 Tahun 20221, Sahkan segera RUU TPKS menjadi Undang-Undang, Sahkan Segerah RUU PPRTI, Pemerintah Wajib lakukan kontrol harga sembako, Kedaulatan pangan bagi rakyat, wujudkan roformasi agraria, Pangan bagi rakyat, wujudkan reforma agraria, dan ruang politik setara bagi perempuan.
Adapun tema besar yang diusung oleh massa aksi ialah “Wujudkan Perlindungan Sosial bagi Perempuan dalam IWD 2022”.
Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz mengatakan bahwa perempuan adalah pokok bagi bangsa di tiap negara. Tapi, di sini kata dia, perempuan di sini belum penuh tercukupi hak-haknya.
Ia pun menganggap bahwa pemerintah, juga DPR tidak peduli kepada perempuan.
“Di Indonesia, lewat partai buruh, kita akan terus menyuarakan bagaimana UU terkait perempuan terlaksana. Mari, kita suaran bagaimana hak-hak perempuan dilindungi pemerintah. Jangan ada lagi hak-hak perempuan dibedakan oleh laki-laki,” orasinya.
Kalau menurut dia, Partai Buruh akan melawan hal itu. Kita adalah kelas pekerja. Maka, kita di tahun ini, musti segera menuntut disahkan UU menyangkut perempuan. Dapat dipastikan, kata Riden.
Untuk menindaklanjuti, Riden berpesan kepada massa agar menyampaikan hal di atas kepada buruh/pekerja perempuan di daerah-daerah.
“Yakni menyoal RUU PRT dan RUU TPKS. Tanggal 11 kita akan kembali lagi ke sini. Dan kita akan aksi-aksi. Kita pastikan jumlah massa akan naik terus. Hidup perempuan!” tegasnya tambah.
Sahid Salahuddin, Ketua Tim Pemenangan Partai Buruh mengatakan bahwa sebetulnya persoalan yang dihadapi oleh buruh perempuan di antaranya cuti hamil.
Dan ia mengaku bahwa Partai Buruh memperjuangkan kepentingan perempuan, misal di pabrik-pabrik.
Kepedulian partai ini, kata dia, karena menurut dia tidak ada partai yang benar-benar peduli terhadap buruh/pekerja perempuan. Ia menambahkan, bentuk lain keberpihakan partai ini, misal soal RUU PRT dimana akan memastikan kebijakan negara yang berpihak kepada perempuan.
Juga kata dia perempuan di Partai Buruh dilibatkan untuk aktif di dalamnya.
“Mayoritas hak perempuan duduk sama rendah dan berdiri sama dengan laki-laki dalam politik. Itulah yang diterapkan oleh partai lain,” kata dia, di aksi yang sama.
Perbedaan dengan partai lain, kata Sahid, pelibatan perempuan tertulis di AD/ART. Dimana mewajibkan seluruh pengurus mengakomodir perempuan.
Dan menurut dia, ini adalah bentuk nyata dan keberpihak Partai Buruh kepada perempuan.
“Saya pastikan hal itu tidak ada di AD/ART parpol lain,” klaimnya.
Keterlibatan perempuan di Partai Buruh, sebut saja akan diikutsertakan dalam kampanye. Sebagai contoh, perempuan wajib ditampilkan. Dan lagi-lagi ia klaim bahkan memastikan hal itu tidak ada di parpol lain.
“Kita harus tampilkan perempuan minimal 30 persen. Jangan tempatkan di tempat rendah. Ini adalah komitmen untuk mendapatkan perhatian oleh kawan-kawan,” pungkasnya.
Dalam aksi damai tadi, beberapa organisasi/elemen ikut bergabung di antaranya ada FSPBI, FBTPI, ITF (International Transport Worker Federation), FSPMI, SPN, SPDT (Serikat Pekerja Dirgantara dan Transportasi), SPI (Serikat Petani Indonesia), CAMPESINA, LMND-DN, FS KEP SPSI, Forum Pemuda Pancoran, dll. Perwakilan sempat masuk ke dalam gedung DPR RI.
Namun masuknya perwakilan yang berjumlah 10 orang itu tidak memuaskan karena tidak ada satu pun anggota dewan yang bisa ditemui. Aksi mereka selesai sore hari atau lebih kurang pukul 15.00 WIB.
(Irf/PARADE.ID)