Jakarta (PARADE.ID)- Kita harus mulai jujur untuk mengatakan hal-hal yang oleh sejarah diulang secara memilukan. Dan di antara yang memilukan dalam sejarah kita adalah bagaimana pemimpin berakhir dengan tidak baik; di kudeta, diturunkan di tengah jalan, di-demonstrasi, bahkan dihapus namanya dlm sejarah, dll.
Semua itu pasti ada sebab-sebabnya yang bisa kita pelajari. Semua itu pasti bisa kita hindari.
Maka Ikhtiar bangsa kita membangun negara demokrasi yang berdasarkan pada hukum dan konstitusi adalah dalam rangka kita menghindari hal-hal yang pahit dalam sejarah. Itulah yang harus kita pelajari.
Kita tidak perlu berbicara jauh ke masa-masa pra kemerdekaan, tentang pemimpin kerajaan-kerajaan daerah yang memang sistemnya memungkinkan ketidakpastian jadwal suksesi terjadi, sehingga kekuasaan kadang harus sering berakhir dengam kudeta berdarah dan penakluk keluar sebagai pemimpin negara.
Tetapi yang kita bicarakan sekarang adalah tradisi Pasca Republik.
Mudah kita analisa karena jumlah presiden yang kita miliki belumlah terlalu banyak. Tetapi, Presiden yang kita miliki dan tidak terlalu banyak tersebut pun hampir semua harus berakhir secara tragis dan memilukan.
Maka, pelajaran ini harus kita ingat dan kita harus jaga presiden kita sepanjang sejarah masa depan, termasuk presiden yang sekarang Pak Jokowi supaya berakhir dengan baik.
Saya bukan pemilih dan pendukung beliau, tapi saya tidak mau ada lagi ada presiden yang berakhir dengan cidera. Sebab cara berakhirnya seorang presiden sangat menentukan perjalanan bangsa kita ke depan.
Seorang presiden yang berakhir karena dikudeta biasanya menciptakan kudeta selanjutnya. Setiap presiden yang berakhir pilu menciptakan dendam bagi generasi pendukungnya di masa selanjutnya.
Sesungguhnya ini bukan kata saya ini adalah pelajaran dari sejarah umat manusia tidak saja di Indonesia tapi di mana-mana. Dan kita bersyukur sekarang Indonesia telah menjadi negara yang memiliki jadwal politik yang pasti tidak ada misteri tentang jadwal seorang presiden diganti.
Dalam demokrasi jadwal pergantian pimpinan adalah ritual yang pasti karena dalam demokrasi kita tidak percaya lagi bahwa ada orang yang tak tergantikan.
Dalam demokrasi semua pemimpin atau seluruh orang dianggap sama karena yang penting adalah sistemnya bukan orangnya.
Kita tidak boleh lagi mendewakan pemimpin. Mereka manusia biasa seperti kita.
Sekali lagi, mengganti pemimpin bukan bencana dan KPU dan DPR menyepakati 14/2/2024 kita Pemilu. Semuanya sudah berlangsung baik terutama dalam dua pemilihan presiden langsung yang terakhir.
Stop permainan ini, jangan coba-coba mencoreng wajah ibu pertiwi dengan permainan konyol ini.
Jangan rusak apa yang sudah kita perjuangkan dengan susah payah dan kita jaga setiap hari. Jangan bermain api nanti terbakar sendiri.
Sejarah pemimpin kita penuh onak dan duri.
*Penulis adalah Politisi Gelora, Fahri Hamzah