Site icon Parade.id

Sikap Partai Buruh soal Rencana JHT Diberlakukan ke Peraturan Lama

Foto: Presiden Partai Buruh, Said Iqbal

Jakarta (PARADE.ID)- Kemarin Menaker telah mengumumkan bahwa pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT), mekanisme dan dasar hukumnya dikembalikan kepada peraturan yang lama.

Peraturan yang lama ini Permenaker Nomor 19 Tahun 2015, yang intinya dalam Permenaker itu, “Bagi karyawan/buruh yang ter-PHK maka bisa langsung mencairkan dana JHT-nya. Paling lama satu bulan setelah itu. Tidak harus menunggu usia pensiun/usia pensiun yang 56 tahun itu”. Demikiam yang disampaikan oleh Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, Kamis (17/3/2022), secara virtual.

“Dengan demikian hasil pertemuan KSPSI Andi Gani dan KSPI, yang dalam hal ini saya ikut hadir dalam pertemuan tersebut, menyetujui apa yang telah, yang akan diputuskan oleh Menaker dalam Permenaker yang baru terkait dengan pencairan JHT. Jadi, KSPSI AGN dan KSPI setuju, karena kamilah yang memberikan masukan dalam pertemuan kemarin. Dan sudah melakukan konferensi pers,” ungkapnya.

Bahkan di situ ditambahkan, lanjut Iqbal, dalam Permenaker yang baru nanti tentang JHT ada plus-plus.

“Jadi nanti kalau ditanya, ‘Apakah buruh menerima revisi atau pergantian Permenaker yang baru tentang JHT?’ Menerima 100 persen. Bahkan ada plus-plusnya,” terangnya.

Plus-plus yang paling penting kata Iqbal adalah karyawan kontrak/PKWT dan pekerja bukan penerima upah (BPU) yaitu seperti Ojol, karyawan informal yang ikut BPJS Ketenagakerjaan, termasuk yang mengundurkan diri bisa langsung mencairkan dana JHT-nya. Itu yang paling pentin dan jelas, karena sebelumnya tidak ada.

“Oleh karena itu, Partai Buruh bersama serikat-serikat buruh (serikat petani dan lainnya), mendukung dan menyatakan setuju terhadap revisi Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pencairan Dana JHT, yang mengembalikan utuh, sepenuhnya, 100 persen kepada peraturan yang lama yaitu Permenaker 19/2015,” terangnya lagi.

“Itulah kesepakatan yang telah dicapai antara serikat buruh KSPSI AGN dan KSPI yang juga notabenenya pelanjut pendiri Partai Buruh,” sambungnya.

Dengan demikian Partai Buruh menyatakan setuju, yang paling penting adalah memastikan bahwa revisi Permenaker 2/2022 ini harus dikeluarkan/disahkan sebelum tanggal 4 Mei 2022. Sebab tanggal 4 Mei 2022 akan berlaku Permenaker 2/2022, dan menteri menyatakan telah bersedia.

“Adapun proses menuju revisi Permenaker harus menunggu mekanisme peraturan pembentukan perundang-undangan. Proses itu kata Ibu Menteri membutuhkan waktu beberapa hari ke depan,” akunya.

JKP dalam Omnibus Law sebaiknya tidak dilanjutkan
Partai Buruh mengapresiasi, kata Iqbal. Tapi pesan yang disampaikan oleh Partai Buruh bahwa jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang diatur Omnibus Law UU Cipta Kerja sebaiknya tidak dilanjutkan tetapi disempurnakan menjadi jaminan pengangguran. Itu yang lazim dan berlaku di seluruh dunia.

“Sebagai ILO, seluruh dunia tidak mengenal JKP. Tapi harus berbentuk jaminan pengangguran. Dari mana besaran jaminan itu dan dari mana? Dari iuran buruh saat bekerja. Iuran pengusaha. Dan iuran pemerintah,” kata Iqbal yang juga merupakan Presiden KSPI.

Jadi, kata dia, tiga sumber itu yang mengiurkan. Dari tiga sumber ini maka keberlangsungan program jaminan pengangguran akan lebih menjadi pasti, karena jaminan sosial itu harus membutuhkan kepastian.

Bedanya JKP dengan jaminan pengangguran (yang Partai Buruh usulkan bersama organ buruh dan petani), yakni pertama sumber pendanaan JKP itu tidak ada kepastian. Di situ dibilang pemerintah mengiurkan 0,24 dan untuk awal sudah disiapkan dana 6 triliun.

“Pertanyaannya adalah apakah buruh dan pengusaha mengiur? Ternyata tidak. Dan yang terjadi adalah pengusaha dan buruh mengiurnya diambil dari rekomposisi jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM),” paparnya.

Di dalam UU BPJS, ia menjelaskan, bahwa rekomposisi atau subsidi silang antar program dilarang pasal tentang subsidi silang adalah kriminal, tindak pidana, itu belum hilang. 8 tahun hukumannya. Jadi tidak ada kepastian, karena sumber pendanaannya dari 0,24 persen dari pemerintah.

Sedangkan dari pemerintah dan buruh berasal dari rekomposisi yang dilarang dalam UU BPJS. Perbedaan kedua, JKP itu iurannya melanggar UU dan tidak sesuai peruntukan. Sebab rekomposisi dari JKK dan dari JKM.

“Ketika saya atau Anda yang membayar iuran JKK dan iuran JKM, itu akad kreditnya adalah untuk kecelakaan kerja saya,” kata dia.

Atau ketika kita mati, ada jaminannya. Itu akadnya. Dengan JKP, tiba-tiba diambil, dari JKK dan JKM. Tidak masuk akal. Kita (saya) bayar iuran untuk kecelakaan atau kematian sendiri, kok tiba-tiba uang kita diambil tanpa ditanya dan tanpa persetujuan untuk membayar “pesangonnya” orang lain.

Orang lain yang dipecat, orang lain yang ingin dapat pesangon, ambil uang saya dari iuran JKK dan JKM. Jadi di situ ketidakpastiannya, kata dia.

Perbedaan yang ketiga, kalau JKP, itu hanya 6 bulan. Dan 6 bulan itu jumlahnya sedikit sekali, karena iurannya rekomposisi. Kalau ada iuran dari pemerintah, itu hanya 0,24 persen. Kecil sekali. Dia hanya 6 bulan. 3 bulan pertama buruh yang ter-PHK dapat 45 persen dari upah terakhir. 3 bulan terakhir hanya 25 persen. Itu kecil.

Kalau jaminan pengangguran, dia kalau ter-PHK, selama dia belum mendapatkan pekerjaan maka dia akan dibayar terus dan jumlahnya 100 persen. JKP juga, orang yang mengundurkan diri, tidak dapat. Karyawan kontrak tidak dapat JKP. Kalau jaminan pengangguran, mau orang mengundurkan diri, mau orang karyawan kontrak, sepanjang dia mengiur, dia dapat.

“Oleh karena itu Partai Buruh dan organ serikat buruh lainnya mendesak pemerintah menghentikan program JKP dan mengubah menjadi program jaminan pengangguran, yang keberadaan anggarannya berkelanjutan dan kepersertaannya meliputi semua orang (karyawan kontrak, karyawan tetap, mengundurkan diri, bukan penerima upah, dll),” pungkasnya.

(Rob/PARADE.ID)

Exit mobile version