Jakarta (parade.id)– Proyek Kereta Cepat Whoosh (KCIC) yang digadang-gadang sebagai simbol kemajuan, diungkapkan sebagai sebuah masalah hukum dan finansial berbahaya yang diputuskan secara tidak transparan. Ekonom Anthony Budiawan membeberkan sejumlah fakta menohok yang mempertanyakan alasan dasar pemilihan mitra China atas Jepang dan menyoroti ketidakjelasan keuangan proyek senilai约 USD 7 miliar (sekitar Rp 100 triliun) ini.
Ia mengungkapkan poin-poin kunci perihal di atas. Pertama, pemilihan China bukan Jepang.
“Proyek awalnya ditawarkan Jepang, namun pada menit terakhir setelah Jokowi naik, beralih ke China. Padahal, penawaran Jepang lebih murah secara total, terutama karena bunganya hanya 0,1 persen berbanding 2 persen dari China,” kata Anthony, dalam diskusi publik “Skandal Whoosh-Pintu Masuk Bongkar Korupsi Jokowi”, Rabu (5/11/2025), di Jakarta.
Kedua, alasan prinsipil, di mana kata dia Pemerintah beralasan memilih China karena skema B2B (business to business) tanpa jaminan pemerintah, sedangkan Jepang meminta G2G (government to government). Namun, alasan ini jebol dengan terbitnya Perpres 2021 yang membolehkan pemerintah memberi jaminan.
“Kalau bisa memberi jaminan, maka proyek Jepang harusnya menang,” tegas Anthony.
Ketiga soal bunga ganda. Masalah terbesar bukan pada nilai proyek, tetapi pada kemampuan bayar bunga.
“Skema Jepang: Bunga ≈ USD 75 juta/tahun. Skema China: Bunga 20x lipat lebih mahal, ≈ USD 1.5 miliar/tahun. Inilah yang membuat proyek ini terancam macet,” paparnya.
Keempat, proyek Whoosh dianggap “gelap” dan keputusannya di atas meja. “Transparansi nihil. Laporan keuangan PT KCIC tidak dipublikasikan, padahal 60 persen sahamnya milik BUMN Indonesia,” tekannya.
“Kita semua tidak tahu… Ini semuanya gelap. Proyek 7 miliar dolar ini semua gelap,” sambungnya. Keputusan proyek diduga sudah diputuskan secara politik saat Jokowi berkunjung ke China, membuat proses tender hanya formalitas belaka.
Kelima, Anthony memperingatkan keras Prabowo soal Whoosh ini, perihal pernyataan presiden yang menyatakan “tidak ada masalah” pada proyek tersebut—yang dinilainya sangat berbahaya, karena dapat dianggap mengintervensi penyelidikan KPK yang sedang berjalan.
“Jangan sampai statement dia itu seolah-olah menyatakan: ‘Eh, semua KPK yang Anda sedang menyelidiki, semua stop prosesnya’,” katanya.
Keenam, Anthony mempertanyakan siapa Pimpinan Proyek (Pimpro) dalam Whoosh. ”Analisis ini diakhiri dengan pertanyaan kunci tentang siapa sebenarnya pimpinan proyek (pimpro) yang bertanggung jawab atas keputusan-keputusan kontroversial ini,” tanyanya,
Anthony menyimpulkan bahwa Kereta Cepat Whoosh bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan sebuah kasus yang penuh tanda tanya besar mulai dari proses pengadaan, beban finansial, hingga transparansinya. Nasib proyek megah ini kini bergantung pada komitmen pemerintahan baru untuk membuka semuanya dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.*
