#AILA Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/aila/ Bersama Kita Satu Thu, 02 Feb 2023 10:07:22 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.3 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #AILA Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/aila/ 32 32 AILA Indonesia Apresiasi Putusan MK soal Nikah Beda Agama https://parade.id/aila-indonesia-apresiasi-putusan-mk-soal-nikah-beda-agama/ https://parade.id/aila-indonesia-apresiasi-putusan-mk-soal-nikah-beda-agama/#respond Thu, 02 Feb 2023 10:07:22 +0000 https://parade.id/?p=22900 Jakarta (parade.id)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mengapresiasi putusan MK Nomor 24/PUU-XX/2022 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena pertimbangan hakim dalam putusan tersebut telah mempertegas sejumlah isu yang menjadi perhatian AILA Indonesia terutama isu yang menyangkut upaya pengokohan keluarga, perempuan dan anak yang secara langsung berkaitan dengan masalah perkawinan. “AILA Indonesia […]

Artikel AILA Indonesia Apresiasi Putusan MK soal Nikah Beda Agama pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mengapresiasi putusan MK Nomor 24/PUU-XX/2022 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, karena pertimbangan hakim dalam putusan tersebut telah mempertegas sejumlah isu yang menjadi perhatian AILA Indonesia terutama isu yang menyangkut upaya pengokohan keluarga, perempuan dan anak yang secara langsung berkaitan dengan masalah perkawinan.

“AILA Indonesia mendukung tafsir MK mengenai paradigma perkawinan di Indonesia, yang sejatinya tidak boleh dipisahkan dari norma-norma agama. Sebab, agama menjadi dasar utama untuk menentukan sah/tidaknya suatu perkawinan,” demikian rilis AILA, diterima media, Kamis (2/2/2023).

Menurur AILA, keabsahan perkawinan berdasarkan agama tersebut bahkan menjadi landasan bagi negara untuk melakukan kewajibannya, yaitu dengan melakukan pencatatan perkawinan sebagai bentuk perlindungan HAM bagi setiap warga negara yang melangsungkan perkawinan.

“Oleh karena itu, adalah keliru, jika Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 8 huruf f UU Perkawinan dinilai sebagai ketentuan yang diskriminatif. Pasal-pasal tersebut justru akan memperkuat lembaga perkawinan. Dalam artian, kesamaan agama dan kepercayaan dalam satu keluarga akan memperkuat jaminan kebebasan beragama dan beribadah tanpa ada rasa takut untuk diancam, dipaksa, atau dimanipulasi untuk berpindah agama oleh pasangannya.”

AILA Indonesia setuju dengan cara pandang MK yang menyatakan bahwa walaupun hak untuk menikah adalah HAM yang wajib mendapatkan jaminan perlindungan dari negara berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, akan tetapi, HAM Indonesia memiliki konstruksi rumusan yang berbeda. Perkawinan yang sah justru menjadi prasyarat untuk melindungi ‘hak untuk membentuk keluarga’ dan ‘hak untuk melanjutkan keturunan’ sebagaimana yang diatur Pasal 28B ayat (1) UUD 1945.

“Inilah HAM yang sejalan dengan Pancasila sebagai landasan filosofis-ideologis bangsa Indonesia.”

AILA Indonesia mengapresiasi kesempatan yang telah diberikan untuk menjadi Pihak Terkait Tidak Langsung dalam pengujian UU Perkawinan bersama dengan organisasi kemasyarakatan lain serta organisasi-organisasi keagamaan sehubungan dengan kebutuhan para hakim MK untuk mendapatkan masukan berimbang mengenai konsep perkawinan yang berlaku di masing-masing agama termasuk fenomena serta dampak perkawinan beda agama.

AILA Indonesia pun menaruh harapan besar, agar putusan MK mengenai larangan perkawinan beda agama dapat dihormati dan dipatuhi oleh semua pihak, baik DPR, Pemerintah, termasuk masyarakat dan warga negara, para pencari keadilan.

“Hal ini untuk menjamin ketertiban dalam masyarakat sekaligus menghormati keyakinan agama masing-masing pemeluknya sebagaimana yang menjadi tujuan UU perkawinan itu sendiri.”

(Rob/parade.id)

Artikel AILA Indonesia Apresiasi Putusan MK soal Nikah Beda Agama pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/aila-indonesia-apresiasi-putusan-mk-soal-nikah-beda-agama/feed/ 0
AILA Indonesia Dukung Keputusan Pemprov soal Citayam Fashion Week https://parade.id/aila-indonesia-dukung-keputusan-pemprov-soal-citayam-fashion-week/ https://parade.id/aila-indonesia-dukung-keputusan-pemprov-soal-citayam-fashion-week/#respond Thu, 28 Jul 2022 11:01:27 +0000 https://parade.id/?p=20772 Jakarta (PARADE.ID)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mendukung keputusan Pemprov DKI untuk mensinergikan beberapa instansi Pemda DKI dalam menertibkan secara bijaksana perilaku yang mengarah kepada LGBT, karena perbuatan tersebut bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. “Anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa yang sebaiknya diarahkan dan dibimbing oleh kita orang dewasa. Maka diperlukan adanya aturan […]

Artikel AILA Indonesia Dukung Keputusan Pemprov soal Citayam Fashion Week pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mendukung keputusan Pemprov DKI untuk mensinergikan beberapa instansi Pemda DKI dalam menertibkan secara bijaksana perilaku yang mengarah kepada LGBT, karena perbuatan tersebut bertentangan dengan falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

“Anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa yang sebaiknya diarahkan dan dibimbing oleh kita orang dewasa. Maka diperlukan adanya aturan yang jelas dan tegas untuk melindungi mereka dari berbagai ancaman pemahaman yang menjauhkan mereka dari Pancasila yang berketuhanan Yang Maha Esa,” demikian siaran pers, Kamis (28/7/2022).

AILA juga mendukung sikap Pemprov DKI untuk menyediakan ruang ekspresi yang mendidik bagi generasi muda, yang tidak bertentangan dengan moralitas, norma agama dan budaya masyarakat Indonesia. Ruang ekspresi juga harus berada dalam pengawasan Pemprov DKI dan pihak terkait agar tidak menyebabkan konflik sosial dan melanggar ketertiban umum.

Pemprov DKI dan pihak-pihak terkait, hendaknya AILA merangkul anak-anak kita dengan memberikan penguatan moral, dan pendampingan serta konseling bagi mereka yang mulai terjangkiti perilaku menyimpang LGBT, pergaulan bebas, atau perilaku negatif lainnya, sehingga anak-anak tersebut mendapatkan haknya untuk bertumbuh kembang sesuai dengan fitrah dan terhindar dari bahaya propaganda LGBT.

“Mengarahkan dan membina anak-anak usia sekolah yang berada di sekitar Taman Dukuh Atas pada khususnya dan DKI pada umumnya, pada jam-jam belajar yang seharusnya mereka berada di sekolah.”

Keterangan dari AILA (Aliansi Cinta Keluarga) ini untuk memberikan pandangan terkait fenomena yang sedang viral yakni CFW (Citayam Fashion Week) yang berlokasi di Taman Dukuh Atas, Jakarta.

AILA melihat bahwa fenomena ini mengarah kepada perilaku LGBT, pergaulan bebas serta perbuatan yang dapat memicu konflik sosial.

“Sudah saatnya kita bersama-sama mengevaluasi fenomena ini dan dampaknya bagi generasi penerus bangsa.”

(Rob/PARADE.ID)

Artikel AILA Indonesia Dukung Keputusan Pemprov soal Citayam Fashion Week pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/aila-indonesia-dukung-keputusan-pemprov-soal-citayam-fashion-week/feed/ 0
AILA Indonesia Mengajukan Permohonan Pengujian Materiil UU Perkawinan ke MK https://parade.id/aila-indonesia-mengajukan-permohonan-pengujian-materiil-uu-perkawinan-ke-mk/ https://parade.id/aila-indonesia-mengajukan-permohonan-pengujian-materiil-uu-perkawinan-ke-mk/#respond Thu, 14 Jul 2022 13:54:08 +0000 https://parade.id/?p=20546 Jakarta (PARADE.ID)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, hari ini, Kamis (14/7/2022) mengajukan permohonan sebagai pihak terkait terhadap Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang (UU) Perkawinan dalam Perkara Pengujian UU Nomor 24/PUU-XX/2022. Permohonan pihak terkait diajukan langsung oleh ketua AILA Indonesia Rita Hendrawati Soebagio dan kuasa hukum dari AFS & rekan, Nurul Amalia sebagai Ketua Yayasan PAHAM Indonesia. […]

Artikel AILA Indonesia Mengajukan Permohonan Pengujian Materiil UU Perkawinan ke MK pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, hari ini, Kamis (14/7/2022) mengajukan permohonan sebagai pihak terkait terhadap Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang (UU) Perkawinan dalam Perkara Pengujian UU Nomor 24/PUU-XX/2022. Permohonan pihak terkait diajukan langsung oleh ketua AILA Indonesia Rita Hendrawati Soebagio dan kuasa hukum dari AFS & rekan, Nurul Amalia sebagai Ketua Yayasan PAHAM Indonesia.

Hal yang disorot tajam oleh AILA Indonesia ialah soal pernikahan beda agama. Menurut AILA Indonesia pernikahan beda agama itu bikin rapuh keluarga yang ada.

“Kebahagiaan setiap keluarga, salah satunya dapat ditempuh dengan senantiasa menjaga keyakinan dan tradisi agama. Praktik-praktik ibadah yang dilaksanakan bersama-sama juga dapat menjadi jalan harmonisnya relasi diantara pasangan di dalam sebuah keluarga,” demikian rilis AILA Indonesia, yang didapat parade.id.

Menurut Olson, D., DeFrain, J., & Skogrand, L. (2010), agama (juga) mampu menjaga kestabilan emosi diantara pasangan dalam keluarga. Namun demikian kenikmatan dan ketenangan dalam melaksanakan ritual keagamaan idealnya hanya dapat dirasakan oleh pasangan dengan keyakinan yang sama.

“Akibatnya pasangan berbeda agama berpotensi besar menyebabkan rapuhnya keluarga.”

Pasangan yang berbeda agama menurut AILA Indonesia kerap terlibat dalam konflik seiring meningkatnya keyakinan keagamaan masing-masing. Dengan bertambahnya usia pada umumnya setiap individu akan semakin religius.

“Religiusitas seorang individu bersifat universal dan tidak hanya dialami oleh pemeluk agama tertentu saja. Tokoh Psikologi Perkembangan Elizabet B Hurlock dalam bukunya Developmental Psychology mengatakan bahwa seorang individu ketika memasuki usia 40-60 akan mengembangkan sikap, perilaku dan perhatian yang lebih besar kepada agama (Hurlock, 1953).”

Pendapat ini sejalan dengan fenomena sosial yang kita temukan di masyarakat. Rumah-rumah ibadah akan diisi mayoritas jamaah dengan usia lanjut.

“Demikian juga kajian-kajian keagamaan lebih banyak dihadiri oleh jamaah yang sudah cukup usia dibandingkan remaja atau usia muda.”

Lehrer dan Chriswick dalam Joanides (2004:93) pada tahun 1998 meneliti tingkat perceraian pasangan satu iman antara 13 persen sampai dengan 27 persen, sedangkan pada pasangan beda agama angka perceraian mencapai 24 persen sampai dengan 42 persen.

“Konflik yang terjadi karena meningkatnya religiusitas di antara pasangan yang berbeda agama pada umumnya akan berakhir pada perceraian. Angka perceraian pasangan yang berbeda agama lebih tinggi dibandingkan pasangan seiman.”

(Rob/PARADE.ID)

Artikel AILA Indonesia Mengajukan Permohonan Pengujian Materiil UU Perkawinan ke MK pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/aila-indonesia-mengajukan-permohonan-pengujian-materiil-uu-perkawinan-ke-mk/feed/ 0
Pandangan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) soal Sexual Consent di Permendikbud https://parade.id/pandangan-aliansi-cinta-keluarga-indonesia-aila-soal-sexual-consent-di-permendikbud/ https://parade.id/pandangan-aliansi-cinta-keluarga-indonesia-aila-soal-sexual-consent-di-permendikbud/#respond Wed, 24 Nov 2021 12:28:28 +0000 https://parade.id/?p=16317 Jakarta (PARADE.ID)- Terkait dengan kontroversi paradigma sexual consent dalam Permendikbud 30/21 dan masih berlangsungnya proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) yang sejak periode 2014 -2019 lalu telah melakukan advokasi dan kajian kritis terhadap RUU serupa, yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), menyatakan pandangannya. Berikut […]

Artikel Pandangan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) soal Sexual Consent di Permendikbud pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Terkait dengan kontroversi paradigma sexual consent dalam Permendikbud 30/21 dan masih berlangsungnya proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di DPR, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) yang sejak periode 2014 -2019 lalu telah melakukan advokasi dan kajian kritis terhadap RUU serupa, yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS), menyatakan pandangannya.

Berikut pandangan AILA dalam keterangan persnya, Rabu (24/11/2021):

1. AILA Indonesia mengapresiasi Baleg DPR yang telah memberikan kesempatan kepada berbagai pihak untuk memberikan masukan dalam rangka penyempurnaan draft RUU TPKS.
2. Namun setelah mempelajari Naskah Akademik dan draft terakhir RUU TPKS, AILA Indonesia menghimbau agar DPR secara eksplisit menutup semua celah masuknya paradigma sexual consent dalam draft RUU, karena dalam Naskah Akademik tersebut, tampak kerangka berpikir dan konstruksi hukum yang digunakan masih mengadopsi feminisme. Harus diingat bahwa pengadopsian sexual consent sebagai paradigma hukum telah ditolak oleh berbagai elemen masyarakat karena akan menyuburkan perilaku seks bebas dan berpotensi menjadi pintu masuk legalisasi pernikahan sejenis (LGBT), sebagaimana yang terjadi di negara-negara Barat.
3. Oleh karena itu, untuk menghindari paradigma sexual consent dalam RUU tersebut, AILA Indonesia tetap konsisten menyarankan kepada DPR untuk mengganti terminologi kekerasan seksual dengan kejahatan seksual, agar diperoleh sebuah produk hukum yang lebih komprehensif dan mampu menyelesaikan akar permasalahan kekerasan melalui upaya pencegahan yang bersifat preventif. Hal ini juga bertujuan untuk menghindari pengabaian terhadap sejumlah fakta dan data di lapangan yang menunjukan maraknya kasus-kasus kejahatan seksual yang dilakukan berdasarkan persetujuan (consent) namun tidak ada payung hukum yang dapat menjerat pelakunya seperti zina dan LGBT. Jika kekosongan hukum ini dibiarkan, maka RUU TPKS akan menjadi “karpet merah” bagi pelaku kejahatan seksual karena ketiadaan norma hukum yang mengatur perbuatan menyimpang yang dilakukan dengan persetujuan.
4. Apabila RUU TPKS dimaksudkan sebagai aturan yang bersifat khusus atau “lex specialis” mengenai tindak pidana seksual, mengapa substansi RUU tersebut tidak komprehensif? Karena tidak memasukkan sejumlah tindakan penyimpangan seksual seperti homoseksual, incest, ataupun zina, yang jelas- jelas dikategorikan sebagai kejahatan seksual, dengan dalih bahwa penyimpangan seksual tersebut sudah diatur di dalam RUU KUHP. Persoalannya, hingga saat ini, RUU KUHP belum juga disahkan, dan bahkan tidak diketahui dengan pasti kapan RUU tersebut akan disahkan, mengingat perdebatan yang keras mengenai pasal- pasal dalam RUU KUHP. Oleh karena itu, perlu sinkronisasi & harmonisasi antara RUU TPKS dengan RUU KUHP untuk menghindari ketidakpastian hukum yang akan merugikan efektifitas RUU TPKS, dan juga untuk menjaga sinkronisasi antara aturan yang bersifat umum dengan aturan yang bersifat khusus. Namun apabila RUU TPKS tidak hendak melakukan sinkronisasi & harmonisasi dengan RUU KUHP mengenai penyimpangan seksual, hal ini justru akan menimbulkan pertanyaan masyarakat, apakah agenda sebenarnya dari penyusunan RUU TPKS ini?
5. Keterbatasan penggunaan terminologi “kekerasan seksual” sebagai RUU, diantaranya adalah: 1) hanya dapat dimaknai sebagai salah satu bentuk kejahatan; 2) terbatas pada hal-hal yang bersifat “paksaan”, “tidak adanya persetujuan”; 3) menegasikan nilai-nilai baik dan buruk yang berasal dari nilai agama, sosial, dan budaya; 4) mempersempit daya jangkau pengaturan RUU sebagai aturan “lex specialis” yang idealnya dapat mengatur perbuatan yang tidak masuk dalam kategori “kekerasan” seperti halnya sexual consent (suka sama suka) khususnya mengenai hubungan di luar pernikahan.
6. Istilah “kekerasan seksual” dalam makna pemaksaan hubungan seksual telah diatur dalam Pasal 8 UU 23/2004 tentang Penghapusan KDRT. []

Artikel Pandangan Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) soal Sexual Consent di Permendikbud pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/pandangan-aliansi-cinta-keluarga-indonesia-aila-soal-sexual-consent-di-permendikbud/feed/ 0