#AmnestyInternasional Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/amnestyinternasional/ Bersama Kita Satu Wed, 11 Jan 2023 13:50:05 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.3 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #AmnestyInternasional Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/amnestyinternasional/ 32 32 Amnesty International Indonesia Menanggapi soal 13 Pelanggaran HAM Berat https://parade.id/amnesty-international-indonesia-menanggapi-soal-13-pelanggaran-ham-berat/ https://parade.id/amnesty-international-indonesia-menanggapi-soal-13-pelanggaran-ham-berat/#respond Wed, 11 Jan 2023 13:50:05 +0000 https://parade.id/?p=22652 Jakarta (parade.id)- Amnesty International Indonesia, lewat Direktur Eksekutif Usman Hamid berpendapat bahwa pengakuan Presiden Jokowi atas pelanggaran HAM di masa lalu tersebut tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum. Meski demikian Amnesty International Indonesia menghargai sikap Presiden dalam mengakui terjadinya pelanggaran HAM sejak tahun 1960-an di Indonesia–pernyataan ini sudah lama tertunda mengingat penderitaan para korban yang […]

Artikel Amnesty International Indonesia Menanggapi soal 13 Pelanggaran HAM Berat pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Amnesty International Indonesia, lewat Direktur Eksekutif Usman Hamid berpendapat bahwa pengakuan Presiden Jokowi atas pelanggaran HAM di masa lalu tersebut tidak ada artinya tanpa pertanggungjawaban hukum. Meski demikian Amnesty International Indonesia menghargai sikap Presiden dalam mengakui terjadinya pelanggaran HAM sejak tahun 1960-an di Indonesia–pernyataan ini sudah lama tertunda mengingat penderitaan para korban yang dibiarkan dalam kegelapan tanpa keadilan, kebenaran, dan pemulihan selama beberapa dekade.

“Namun, pengakuan belaka tanpa upaya mengadili mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu hanya akan menambah garam pada luka korban dan keluarganya. Sederhananya, pernyataan Presiden tersebut tidak besar artinya tanpa adanya akuntabilitas,” kata Usman, Rabu (11/1/2023), dikutip laman amnesty.id.

13 pelanggaran HAM berat laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial disorot oleh Usman. Menurut dia, selain 13 itu ada lagi pelanggaran HAM berat, seperti pelanggaran yang dilakukan selama operasi militer di Timor Timur, tragedi Tanjung Priok 1984, peristiwa penyerangan 27 Juli 1996, atau kasus pembunuhan Munir 2004.

“Kelalaian ini merupakan penghinaan bagi banyak korban. Pemerintah mengabaikan fakta bahwa proses penyelidikan dan penyidikan setengah hati selama ini–termasuk dalam empat kasus yang tidak disebutkan detailnya dalam pernyataan hari ini–lah menyebabkan pembebasan semua terdakwa dalam persidangan pengadilan HAM terdahulu,” ungkap Usman.

Menurut dia, jika Presiden benar-benar berkomitmen untuk mencegah terulangnya kembali pelanggaran HAM berat, pihak berwenang Indonesia harus segera, efektif, menyeluruh, dan tidak memihak menyelidiki semua orang yang diduga bertanggung jawab atas pelanggaran HAM masa lalu di mana pun dan, jika ada cukup bukti yang dapat diterima, menuntut mereka dalam pengadilan yang adil di hadapan pengadilan pidana.

“Menkopolhukam Mahfud MD tidak bisa hanya mengatakan bahwa pengadilan HAM terdahulu membebaskan semua terdakwa hanya karena tidak cukup bukti. Sebab selama ini lembaga yang berwenang dan berada langsung di bawah wewenang Presiden, yaitu Jaksa Agung, justru tidak serius dalam mencari bukti melalui penyidikan,” kritisnya.

Amnesty International Indonesia kata Usman mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa mengakhiri impunitas melalui penuntutan dan penghukuman pelaku adalah satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya pelanggaran hak asasi manusia dan memberikan kebenaran dan keadilan sejati kepada para korban dan keluarganya. Pelaku harus dihadapkan pada proses hukum, jangan dibiarkan, apalagi sampai diberikan kedudukan dalam lembaga pemerintahan.

Latar belakang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat
Pada 26 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu. Tim PPHAM memiliki tiga mandat utama, yakni melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM yang berat masa lalu, merekomendasikan pemulihan bagi korban atau keluarganya, dan merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM yang berat tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Berdasarkan Keppres tersebut, Tim PPHAM wajib menyelesaikan mandatnya pada 31 Desember 2022. Hari ini, 11 Januari 2023, tim yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden tersebut dilaporkan telah menyerahkan dan memaparkan temuannya ke Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan salinan Ringkasan Eksekutif Tim PPHAM yang kami terima, Tim PPHAM tidak menemukan adanya faktor tunggal atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat di masa lalu. Tim PPHAM menyebutkan bahwa terdapat “tindakan negara yang secara normatif merupakan bagian dari tindakan pelanggaran HAM yang berat,” seperti pembunuhan, penculikan, penghilangan orang secara paksa, dan lain-lain, serta tindakan lainnya yang meneguhkan terjanya pelanggaran HAM yang berat,” seperti penjarahan, pembakaran properti, dan penghilangan status kewarganegaraan.

Namun, ringkasan tersebut tidak menjelaskan secara detail temuan Tim PPHAM dan tidak merekomendasikan mekanisme penyelesaian yudisial.

Dalam keterangan pers yang dilakukan di Istana Merdeka hari ini, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan, “Penyelesaian secara yuridis sudah kita usahakan. Hasilnya, seperti kita tahu, semuanya–untuk empat kasus yang sudah dibawa ke Mahkamah Agung – bebas karena memang bukti-buktinya secara hukum acara tidak cukup.
Penyelesaian KKR–Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi–juga mengalami jalan buntu karena terjadi saling curiga di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu presiden mencoba dan memulai membuka jalan menyelesaikan kebuntuan ini dengan membentuk tim [PPHAM].”

Presiden Joko Widodo mengatakan, “Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius pada 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung pada 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh pada 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa pada 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II pada 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet pada 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh pada 1999, Peristiwa Wasior di Papua pada 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua pada 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada 2003.”

Hingga hari ini, berbagai korban pelanggaran HAM berat dan keluarganya masih mendesak penyelesaian kasus melalui jalur yudisial. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 dapat diadili melalui mekanisme pengadilan HAM ad hoc, kasus-kasus yang terjadi setelah tahun 2000 melalui mekanisme pengadilan HAM, dan pelanggaran HAM berat tidak mengenal kadaluarsa.

Alhasil, jika negara benar-benar ingin menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, maka penyelidikan, penyidikan, dan pengadilan HAM dan pengadilan HAM ad hoc bagi kasus-kasus yang belum pernah diadili wajib diselenggarakan. Selain itu, proses pengusutan dan pengadilan HAM atas kasus-kasus yang sudah pernah diselenggarakan wajib dibuka kembali, namun dengan terdakwa baru, termasuk mereka yang memiliki tanggung jawab komando.

Amnesty mengingatkan bahwa setiap kegagalan untuk menyidik atau membawa mereka yang bertanggung jawab ke muka pengadilan memperkuat keyakinan para pelaku bahwa mereka memang tidak tersentuh oleh hukum.

(Rob/parade.id)

Artikel Amnesty International Indonesia Menanggapi soal 13 Pelanggaran HAM Berat pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/amnesty-international-indonesia-menanggapi-soal-13-pelanggaran-ham-berat/feed/ 0
Intimidasi Jurnalis, Amnesty Internasional Indonesia Angkat Suara https://parade.id/intimidasi-jurnalis-amnesty-internasional-indonesia-angkat-suara/ https://parade.id/intimidasi-jurnalis-amnesty-internasional-indonesia-angkat-suara/#respond Sat, 16 Jul 2022 02:38:08 +0000 https://parade.id/?p=20557 Jakarta (PARADE.ID)- Amnesty Internasional Indonesia angkat suara terkait intimidasi yang dialami oleh dua jurnalis dari aparat kepolisian saat meliput kasus penembakan di area rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Melalui Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, kasus tersebut dilihatnya terus berulang (intimidasi) terhadap jurnalis telah menunjukkan bahwa negara tidak kunjung serius memastikan perlindungan […]

Artikel Intimidasi Jurnalis, Amnesty Internasional Indonesia Angkat Suara pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Amnesty Internasional Indonesia angkat suara terkait intimidasi yang dialami oleh dua jurnalis dari aparat kepolisian saat meliput kasus penembakan di area rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.

Melalui Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, kasus tersebut dilihatnya terus berulang (intimidasi) terhadap jurnalis telah menunjukkan bahwa negara tidak kunjung serius memastikan perlindungan kepada mereka.

“Intimidasi seperti ini masih terlalu sering dialami oleh jurnalis, terutama mereka yang meliput isu-isu yang sensitif atau kontroversial,” katanya, Jumat (15/7/2022).

Jurnalis yang melakukan kerja jurnalistik seharusnya mendapat perlindungan bukan intimidasi. Apalagi dalam kasus ini, jurnalis tersebut sedang meliput di kompleks perumahan kepolisian.

Amnesty Internasional Indonesia pun mendesak agar Kapolri dan Kapolda Metro Jaya untuk segera mengusut kasus intimidasi ini dan memastikan intimidasi terhadap jurnalis di manapun  tidak terulang lagi. Demikian dikutip laman amnesty.id, Jumat.

Apa yang dialami oleh dua jurnalis, ditanggapi Kepala Biro Provos Polri Brigjen Benny Ali, dengan permohonan maaf atas intimidasi yang terjadi pada Kamis (14/7/2022) ketika mewawancarai petugas kebersihan di lingkungan rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

“Pertama-tama saya selaku Karo Provos mengucapkan permohonan maaf atas tindakan anggota kami yang kurang pemahaman terhadap kejadian kemarin. Memang kejadian kemarin itu bukan di TKP,” kata Benny Ali kepada wartawan di Mabes Polri, Jumat (15/7/2022).

Beny menambahkan, meskipun intimidasi itu terjadinya bukan di tempat kejadian perkara, namun anggotanya saat itu tengah melakukan pengamanan terstruktur di lingkungan rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.

“Tapi itu merupakan tempat yang dia tinggali. Jadi, dia itu melaksanakan pengamanan terstruktur. Mungkin pemahaman anggota kami ini dengan pemberitaan-pemberitaan itu, ini sudah menyangkut privasi, empati,” katanya, dikutip tvonenews.com.

Menurut Beny, hal tersebut ditujukan untuk menjaga kondisi korban, dalam hal ini Putri Candrawathi, istri dari Irjen Ferdy Sambo dan juga anak-anaknya yang usinya masih muda.

Menurut informasi dari CNN Indonesia, pada tanggal 14 Juli, seorang jurnalis CNN Indonesia dan seorang jurnalis 20Detik melakukan wawancara dengan tetangga dan warga sekitar rumah Ferdy Sambo.

Saat kedua jurnalis mewawancarai seorang petugas kebersihan, tiga orang laki-laki menghampiri mereka dan mengambil paksa handphone yang digunakan jurnalis untuk merekam. Tiga laki-laki itu juga menghapus semua video dan foto hasil peliputan di area tersebut dan melarang kedua jurnalis tersebut meliput terlalu jauh dari tempat kejadian penembakan.

Menurut data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang 2021 ada setidaknya 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis, termasuk sembilan kasus teror dan intimidasi. Kebebasan pers merupakan hal yang penting untuk menjamin pemenuhan hak atas informasi.

Dalam hukum internasional, hak untuk menyampaikan dan menerima informasi termasuk dalam jenis kebebasan berekspresi, sehingga termasuk dalam hak asasi fundamental. Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR.

Dalam kerangka hukum nasional, hak tersebut juga telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD 1945, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.UU 40/1999 tentang Pers juga menyebutkan bahwa jurnalis dilarang dihalang-halangi saat meliput berita. Ancaman pidananya berupa hukuman penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

(Rob/PARADE.ID)

Artikel Intimidasi Jurnalis, Amnesty Internasional Indonesia Angkat Suara pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/intimidasi-jurnalis-amnesty-internasional-indonesia-angkat-suara/feed/ 0
Amnesty Internasional Indonesia Ingatkan Menteri LHK soal Pelanggaran HAM https://parade.id/amnesty-internasional-indonesia-ingatkan-menteri-lhk-soal-pelanggaran-ham/ https://parade.id/amnesty-internasional-indonesia-ingatkan-menteri-lhk-soal-pelanggaran-ham/#respond Fri, 05 Nov 2021 04:27:43 +0000 https://parade.id/?p=16023 Jakarta (PARADE.ID)- Amnesty Internasional Indonesia mengingatkan bahwa deforestasi, sekalipun atas nama pembangunan, dapat menyebabkan berbagai pelanggaran HAM yang berdampak pada masyarakat, terutama masyarakat adat. Pembangunan tidak boleh mengabaikan hak-hak asasi manusia kita yang lainnya. Peringatan itu ditujukan kepada Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar yang menyebut, “Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, […]

Artikel Amnesty Internasional Indonesia Ingatkan Menteri LHK soal Pelanggaran HAM pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Amnesty Internasional Indonesia mengingatkan bahwa deforestasi, sekalipun atas nama pembangunan, dapat menyebabkan berbagai pelanggaran HAM yang berdampak pada masyarakat, terutama masyarakat adat. Pembangunan tidak boleh mengabaikan hak-hak asasi manusia kita yang lainnya.

Peringatan itu ditujukan kepada Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar yang menyebut, “Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya.

“Pembangunan tidak boleh mengabaikan hak-hak asasi manusia kita, termasuk hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hingga hak atas kebebasan berekspresi,” demikian keterangan Amnesty Internasional Indonesia, kemarin.

Negara justru harus menjamin hak atas pembangunan yang memungkinkan setiap orang berpartisipasi, berkontribusi dan menikmati manfaat sosial, ekonomi, politik, dan budaya dari pembangunan secara adil dan setara dengan tetap mewujudkan semua hak dan kebebasan fundamental. Untuk mewujudkan hak atas pembangunan, negara harus terus berusaha kurangi deforestasi yang bisa menyebabkan emisi gas rumah kaca untuk mencegah dampak negatif krisis iklim terhadap HAM tanpa melupakan perlindungan terhadap hak lainnya, termasuk melalui kerja sama internasional.

“Dengan presidensi Indonesia di G20 saat ini, pemerintah Indonesia dapat mendorong pelaksanaan efektif dan segera dari kebijakan iklim internasional yang konsisten dengan HAM,” tertulis demikian di akun Twitter @amnestyindo.

Pelaksanaan kebijakan iklim tersebut, lanjut cuitan tersebut, terutama oleh negara-negara berpendapatan perkapita tinggi yang punya kemampuan dan tanggung jawab dalam pendanaan iklim dan penyediaan dana tambahan untuk kerugian dan kerusakan pada negara-negara berkembang. Perlawanan masyarakat terhadap perampasan tanah dan pembukaan hutan baik untuk alasan pembangunan akses jalan ataupun alih fungsi hutan sering mengakibatkan masyarakat terutama masyarakat adat menjadi korban pelanggaran HAM.

Pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat termasuk penggusuran paksa, intimidasi oleh aparat, dan kriminalisasi pembela HAM dan pemimpin masyarakat adat.

“Pada 2012 hingga 2015, kekerasan terkait konflik tanah Indonesia termasuk tiga kematian, 35 kasus kekerasan fisik, 20 kasus kriminalisasi, enam kasus larangan paksa terhadap asosiasi, dan 14 kasus ancaman kekerasan terhadap individu, keluarga, dan properti.”

Pada 2020, deforestasi Indonesia memang turun hingga 75 persen sejak dimonitor pada 1990. Tapi, dalam upaya memitigasi krisis iklim, tak hanya net zero emissions, cara-cara yang ditempuh juga harus zero human rights abuses.

“Mari bantu lindungi hak masyarakat adat dari dampak buruk deforestasi dan krisis iklim. Desak Presiden @jokowi lindungi hak masyarakat adat di pena.amnesty.id/kinipan.”

(Sur/PARADE.ID)

Artikel Amnesty Internasional Indonesia Ingatkan Menteri LHK soal Pelanggaran HAM pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/amnesty-internasional-indonesia-ingatkan-menteri-lhk-soal-pelanggaran-ham/feed/ 0