#BPJS Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/bpjs/ Bersama Kita Satu Mon, 15 Feb 2021 13:32:16 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #BPJS Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/bpjs/ 32 32 Sikap KSPI atas Dugaan Indikasi Korupsi BPJS Ketenagakerjaan https://parade.id/sikap-kspi-atas-dugaan-indikasi-korupsi-bpjs-ketenagakerjaan/ https://parade.id/sikap-kspi-atas-dugaan-indikasi-korupsi-bpjs-ketenagakerjaan/#respond Mon, 15 Feb 2021 13:32:16 +0000 https://parade.id/?p=10790 Jakarta (PARADE.ID)- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan sikap terkait adanya dugaan indikasi korupsi dana BPJS Ketenagakerjaan Rp20 triliun. Di antaranya sikapanya itu, KSPI mendukung Jaksa Agung untuk terus melakukan pemeriksaan yang lebih ketat lagi soal indikasi dugaan korupsi dana Rp20 triliun uang negara, uang buruh, juga pengusaha. “Dan kami KSPI sudah mengirim surat dua […]

Artikel Sikap KSPI atas Dugaan Indikasi Korupsi BPJS Ketenagakerjaan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan sikap terkait adanya dugaan indikasi korupsi dana BPJS Ketenagakerjaan Rp20 triliun. Di antaranya sikapanya itu, KSPI mendukung Jaksa Agung untuk terus melakukan pemeriksaan yang lebih ketat lagi soal indikasi dugaan korupsi dana Rp20 triliun uang negara, uang buruh, juga pengusaha.

“Dan kami KSPI sudah mengirim surat dua hari yang lalu kepada Bapak Jaksa Agung. Surat kepada Bapak Jaksa Agung tersebut sudah ditembuskan resmi kepada Bapak Presiden Jokowi Widodo,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, saat konferensi pers, Senin (15/2/2021).

Said merasa yakin Presiden Jokowi melalui Setneg akan membaca surat dari KSPI tersebut dan akan memperhatikan secara sungguh-sungguh.

“Karena KSPI dan buruh Indonesia sangat haqul yakin Bapak Presiden akan memperhatikan dan mengambil tindakan terhadap bilamana dugaan korupsi Rp20 triliun akibat dalah kelola dana investasi di BPJS Naker pasti akan ambil tindakan,” keyakinannya.

“Dua menteri di kabinet saja ambil tindakan. Bahkan kasus Asabri dan Jiwasraya Bapak Jokowi ambil tindakan melalui aparat-aparat terkait, walaupun tidak secara langsung tapi memberikan dukungan,” sambungnya.

Ia mengulanginya kembali keyakinnya bahwa indikasi dugaan korupsi Rp20 triliun akibat salah kelola dana investasi tiga tahun berturut-turut oleh BPJS Naker atau Jamsostek akan menjadi perhatian sungguh-sungguh Presiden Jokowi.

“Dan KSPI sudah mengirimkan surat resmi dengan harapan, Deputi Diretur BPJS jangan bermain kata-kata.”

Said menegaskan jangan ada perlindungan. Sampaikan saja berita apa adanya dan ikuti saja apa yang sedang diperiksa, dikaji oleh Jaksa Agung atas BPJS Ketenagakerjaan.

Kedua, lanjut dia, karena terindikasi kuat dugaan korupsi dari Rp43 triliun, jadi Rp20 triliun, mengutip Febriansyah (Jampidsus): ‘Perusahaan yang mana dalam tiga tahun, kok bisa salah urus bisnis Rp20 triliun? Salah kelola investasi Rp20 triliun’.

“Itu pertanyaan yang cerdas sekali. Dan itu pertanyaan yang sama dari kami, KSPI. Perusahaan mana? Tunjukan. Lebih besar dari 10 kali lipat dari e-KTP, dan lebih besar dari Jiwasraya. Sedikit di bawah Asabri,” tegasnya.

KSPI dikatakan olehnya juta akan bersurat resmi. Tidak tembusan. Besok atau lusa, langsung kirim surat ke Presiden Jokowi agar memperhatikan dugaan indikasi korupsi di BPJS Naker.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Sikap KSPI atas Dugaan Indikasi Korupsi BPJS Ketenagakerjaan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/sikap-kspi-atas-dugaan-indikasi-korupsi-bpjs-ketenagakerjaan/feed/ 0
Menkes Terbitkan Aturan Baru Klaim Biaya Pelayanan Covid-19 https://parade.id/menkes-terbitkan-aturan-baru-klaim-biaya-pelayanan-covid-19/ https://parade.id/menkes-terbitkan-aturan-baru-klaim-biaya-pelayanan-covid-19/#respond Thu, 23 Jul 2020 22:01:15 +0000 https://parade.id/?p=4549 Jakarta (PARADE.ID)- Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menerbitkan aturan baru terkait klaim biaya pelayanan kesehatan bagi rumah sakit yang menangani pasien COVID-19 menyusul terdapat aturan baru terkait penyebutan istilah orang yang terinfeksi virus corona baru. Berdasarkan keterangan pers yang dikutip di Jakarta, Kamis, Menkes Terawan telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI nomor HK.01/07/MENKES/446/2020 tentang […]

Artikel Menkes Terbitkan Aturan Baru Klaim Biaya Pelayanan Covid-19 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menerbitkan aturan baru terkait klaim biaya pelayanan kesehatan bagi rumah sakit yang menangani pasien COVID-19 menyusul terdapat aturan baru terkait penyebutan istilah orang yang terinfeksi virus corona baru.

Berdasarkan keterangan pers yang dikutip di Jakarta, Kamis, Menkes Terawan telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) RI nomor HK.01/07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Keputusan Menteri Kesehatan tersebut merupakan penyempurnaan dari KMK sebelumnya nomor HK.01/07/MENKES/238/2020. Pada peraturan yang baru dirincikan peran dan fungsi dari kementerian/lembaga dan badan yang terlibat, yakni rincian peran dan fungsi dari Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota, dan rumah sakit.

KMK baru ini sudah menyesuaikan dengan KMK nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, yakni ada perubahan pada istilah kriteria pasien yang sebelumnya menggunakan Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan konfirmasi COVID-19 diubah menjadi Kasus Suspek, Kasus Probable, Kasus Konfirmasi, Komorbid/Penyakit Penyerta, Komplikasi, dan Co-insidens.

Pembiayaan pasien yang dirawat dengan Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Tertentu termasuk infeksi COVID-19 dapat diklaim ke Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan. Klaim pembiayaan ini berlaku bagi pasien yang dirawat di rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan Penyakit Infeksi Emerging Tertentu.

Kriteria pasien yang dapat diklaim biaya pelayanannya antara lain kriteria pasien rawat jalan yaitu pasien suspek dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta. Pihak RS melampirkan bukti pemeriksaan laboratorium darah rutin dan x-ray foto thorax, terkecuali untuk ibu hamil dan pasien gangguan jiwa gundah gelisah. Selanjutnya pasien konfirmasi COVID-19 dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta, melampirkan bukti hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR dari rumah sakit atau dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Sedangkan untuk kriteria pasien rawat inap, pasien suspek dengan usia di atas 60 tahun dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta, pasien usia kurang dari 60 tahun dengan komorbid/penyakit penyerta, dan pasien ISPA berat/peneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

Selain itu yang dapat diklaim biaya layanan kesehatannya adalah pasien probable, pasien konfirmasi tanpa gejala yang tidak memiliki fasilitas untuk isolasi mandiri di tempat tinggal atau fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala Pukesmas.

Selain itu pasien konfirmasi tanpa gejala dengan komorbid/penyakit penyerta dan pasien konfirmasi dengan gejala ringan, sedang, berat/kritis. Dan juga pasien suspek/probable/konfirmasi dengan co-insidens

Kriteria pasien rawat jalan dan rawat inap berlaku bagi Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing termasuk tenaga kesehatan dan pekerja yang mengalami COVID-19 akibat kerja, yang dirawat pada rumah sakit di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Identitas pasien tersebut dapat dibuktikan dengan passport, KITAS atau nomor identitas UNHCR untuk WNA. Sedangkan untuk WNI dibuktikan dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga, atau surat keterangan dari kelurahan. Orang terlantar yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dinas sosial juga berhak mendapatkan pelayanan gratis.

Apabila semua identitas tersebut tidak dapat ditunjukkan, maka bukti identitas dapat menggunakan surat keterangan data pasien yang ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan diberi stempel dinas kesehatan kabupaten/kota. Surat keterangan data pasien dari dinas kesehatan kabupaten/kota diajukan oleh rumah sakit kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

Untuk itu dinas kesehatan provinsi/kabupaten/kota harus mempersiapkan daftar pasien Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berada di wilayah kerja atau dilakukan pengecekan terhadap daftar pasien melalui Public Health Emergency Operating Center (PHEOC) dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.

Namun apabila semua identitas tidak dapat ditunjukkan, maka bukti identitas dapat menggunakan Surat Keterangan/Surat Jaminan Pelayanan (SJP) dari pimpinan rumah sakit.

Rumah sakit yang dapat melakukan klaim biaya penanganan COVID-19 adalah rumah sakit rujukan penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu, dan rumah sakit lain yang memiliki fasilitas untuk melakukan penatalaksanaan dan pelayanan kesehatan rujukan pasien (COVID-19) termasuk rumah sakit lapangan/rumah sakit darurat.

Pelayanan yang dapat dibiayai dalam penanganan pasien COVID-19 antara lain administrasi pelayanan, akomodasi (kamar dan pelayanan di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi), jasa dokter, tindakan di ruangan, pemakaian ventilator, pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai dengan indikasi medis), bahan medis habis pakai, obat-obatan, alat kesehatan termasuk penggunaan APD di ruangan, ambulans rujukan, pemulasaran jenazah, dan pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis.

(Antara/PARADE.ID)

Artikel Menkes Terbitkan Aturan Baru Klaim Biaya Pelayanan Covid-19 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/menkes-terbitkan-aturan-baru-klaim-biaya-pelayanan-covid-19/feed/ 0
Wakil Ketua MPR Menyayangkan Kenaikan Iuran BPJS saat Pandemik https://parade.id/wakil-ketua-mpr-menyayangkan-kenaikan-iuran-bpjs-saat-pandemik/ https://parade.id/wakil-ketua-mpr-menyayangkan-kenaikan-iuran-bpjs-saat-pandemik/#respond Fri, 03 Jul 2020 04:18:43 +0000 https://parade.id/?p=2386 Jakarta (PARADE.ID)- Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyayangkan keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan saat situasi krisis akibat pandemik COVID-19. Syarief Hasan di Jakarta Kamis, mengatakan, iuran naik nyaris dua kali lipat dari besaran awal, kenaikan iuran tersebut tentunya akan semakin mempersulit dan membebani rakyat. Iuran BPJS Kesehatan kata dia yang naik […]

Artikel Wakil Ketua MPR Menyayangkan Kenaikan Iuran BPJS saat Pandemik pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyayangkan keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan saat situasi krisis akibat pandemik COVID-19.

Syarief Hasan di Jakarta Kamis, mengatakan, iuran naik nyaris dua kali lipat dari besaran awal, kenaikan iuran tersebut tentunya akan semakin mempersulit dan membebani rakyat.

Iuran BPJS Kesehatan kata dia yang naik kembali pada 1 Juli 2020 menyiratkan kurang matangnya langkah pemerintah dalam mengatasi masalah BPJS.

Sebab, menurut dia persoalan defisit BPJS Kesehatan bukan hanya tentang iuran, tetapi juga tentang tata kelola. Puskesmas dan klinik sebagai fasilitas kesehatan tingkat I tidak mampu menurunkan tingkat rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat selanjutnya, sehingga 85 persen pembiayaan lari ke rumah sakit.

“Hal inilah yang menyebabkan pembengkakan pembiayaan BPJS sehingga menimbulkan defisit, menaikkan iuran tidak menjawab persoalan utama yang dialami oleh BPJS Kesehatan yakni tata kelola yang kurang baik,” kata dia.

Kenaikan ini malah akan menimbulkan masalah baru di tengah situasi genting akibat pandemik COVID-19. Bukan hanya itu, langkah menaikkan kembali BPJS Kesehatan menyiratkan kurangnya komitmen pemerintah dalam penghormatan hukum di Indonesia.

Hal itu karena, Mahkamah Agung sempat membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan setelah Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Perpres Nomor 75 Tahun 2019 menyangkut kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sehingga berdasarkan putusan MA, iuran kembali seperti semula.

Namun, Pemerintah melalui Perpres Nomor 64 Tahun 2020 kembali menaikkan iuran tersebut. Angka kenaikannya pun tidak jauh berbeda dengan kenaikan yang dibatalkan oleh MA.

Sehingga, langkah yang diambil tersebut terkesan tidak menghormati putusan lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia yang bersifat final dan mengikat.

“Pemerintah harusnya memberikan keteladanan dengan menghormati putusan MA dan memperhatikan aspirasi dan harapan rakyat Indonesia,” ujarnya

Syarief hasan mengingatkan kembali kepada pemerintah terkait Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

“Saat ini, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan kesulitan hidup. Negara berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia, bukan malah semakin membebani rakyat dengan menaikkan iuran,” kata Syarief Hasan.

Ia mendorong Pemerintah untuk mencabut Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tersebut. Pemerintah harus membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat Indonesia, bukan kebijakan yang kontra produktif.

“Terutama di masa pandemik COVID-19 yang belum jelas kapan akhirnya. Wujudkan amanat Pancasila dengan kehadiran negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu.

(Antara/PARADE.ID)

Artikel Wakil Ketua MPR Menyayangkan Kenaikan Iuran BPJS saat Pandemik pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/wakil-ketua-mpr-menyayangkan-kenaikan-iuran-bpjs-saat-pandemik/feed/ 0
Sekali Lagi https://parade.id/sekali-lagi/ https://parade.id/sekali-lagi/#respond Thu, 02 Jul 2020 08:20:55 +0000 https://parade.id/?p=2295 Jakarta (PARADE.ID)- Per 30 April 2020, ada 222,9 juta rakyat Indonesia yang jadi peserta BPJS. 96,5 juta adalah penerima bantuan iuran (PBI), yaitu kelompok tidak mampu/miskin. 36 juta adalah kelompok yang didaftarkan oleh Pemda, ini juga kelompok tidak mampu/miskin. 17,7 juta dari PNS, TNI, dan aparat penyelenggara negara lainnya. Karyawan swasta 35 juta. BUMN 1,5 […]

Artikel Sekali Lagi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Per 30 April 2020, ada 222,9 juta rakyat Indonesia yang jadi peserta BPJS.

96,5 juta adalah penerima bantuan iuran (PBI), yaitu kelompok tidak mampu/miskin. 36 juta adalah kelompok yang didaftarkan oleh Pemda, ini juga kelompok tidak mampu/miskin. 17,7 juta dari PNS, TNI, dan aparat penyelenggara negara lainnya. Karyawan swasta 35 juta. BUMN 1,5 juta. Dan terakhir, peserta mandiri 35 juta.

Mari kita rekap:
132 juta (96+36) dari PBI pemerintah+pemda
54 juta (17,7+35+1,5) dari karyawan+PNS+TNI
35 juta dari peserta mandiri.
Sisanya 37 juta belum jadi peserta.

Menurut laporan pemerintah, kelompok PBI ini surplus 11 trilyun. Bagus. Kelompok karyawan juga surplus 13 trilyun. Biang masalahnya di peserta mandiri, defisit 27 trilyun.

Maka, kenapa nggak sih dibuat simpel saja BPJS ini?

1. Pemerintah fokus saja ke PBI 96,5 juta, plus 36 juta yang didaftarkan Pemda. Totalnya 132 juta. Gratis, tanggung semua premi-nya. Toh mereka memang tidak mampu, miskin.

2. Darimana uangnya? Dari pajak. Yang dibayar masyarakat yang mampu. Inilah subsidi silangnya.

3. Sementara di luar 132 juta ini bagaimana? Terserah mereka. Jika mereka menganggap BPJS itu bagus, silahkan ikut. Mereka dengan kesadaran sendiri, rela, ihklas, dipotong gajinya, autodebet rekeningnya. Beres.

4. Yang tidak mau ikut. Silahkan nyari sendiri jaminan kesehatannya. Di luar sana banyak asuransi, dll, dll. Biarkan mereka mandiri mengurusnya. Atau biarkan perusahaan mengurusnya sendiri.

Sederhana sekali bukan? Rakyat yang tidak mampu, 132 juta tetap ditanggung pemerintah. Gratis. Darimana uangnya? Pajak dari kelompok yang mampu. Itulah subsidi silangnya. Itu usul yang nyata sekali loh? Masa’ dibilang nggak ngasih solusi? Kita fokus hanya pada 132 juta rakyat yang tidak mampu. Ditalangin semua. Dengan asumsi premi-nya Rp 45.000 per bulan, Itu kira2 butuh 72 trilyun per tahun. Tidak apa, mereka memang tidak mampu.

Sementara yang di luar itu, bebas saja mau milih apa. BPJS boleh, tidak mau BPJS juga boleh. Buat yang merasa sangat terbantu dengan BPJS mereka akan ikut sukarela, malah akan sangat bersyukur. Buat yang selama ini merasa mubazir bayar, silahkan minggat, berhenti dari BPJS.

Lantas kenapa pemerintah tidak mau? Nah, inilah yang sangat menarik. Pemerintah itu tidak bodoh. Mereka itu pintar semua berhitung. Ahli2 semua. Simpel saja penjelasannya: ada potensi ‘merepotkan’ jika BPJS ini tidak melibatkan iuran rakyat. Bahwa besok lusa, angka yang ditanggung pemerintah akan semakin menggila. Sementara proyek2 lain juga butuh uang.

Maka, tentu akan sangat menyenangkan bagi pemerintah, jika 260 juta rakyat Indonesia diwajibkan semua ikut. 132 juta ditanggung pemerintah, 128 juta bayar (perusahaan atau mandiri). Wah, itu ratusan trilyun sendiri uangnya. Syukur2 mereka tertib bayar. Syukur2 mereka tdk marah jika besok iuran terus naik 5% (misal) per tahun. Besok2, dengan hitung2an yang brilian, pada akhirnya pemerintah tidak perlu lagi ngeluarin uang banyak utk BPJS, iuran dari peserta mandiri akan menutup peserta yang tidak mampu. Bravo.

Lantas apa gunanya pemerintah? Apa gunanya pajak yang dibayar rakyat? Ini juga pertanyaan yang sangat serius.

Kesehatan itu penting sekali bagi setiap orang. Pendidikan, kesehatan, itu jauh lebih penting dibanding proyek2 lain. Habiskan ratusan trilyun tidak masalah. Itu memang haknya rakyat. Itu harusnya ada di skala prioritas tertinggi.

BPJS ini, terus saja jadi drama berkepanjangan sejak berdiri. Kalau kita bersepakat kesehatan rakyat itu penting, baiklah, tutup mata, 260 juta ditanggung semua saja oleh pemerintah. Sekalian saja semuanya. Dan tidak usah ada kelas 1, 2, atau 3. Semua masuk kelas yang sama, kelas BPJS. Preminya tidak akan lebih dari 200 trilyun. Ambil dari APBN untuk BPJS. Selesai diskusi. Ada uangnya? Ada-lah. Tinggal proyek2 lain dihapus dulu.

Tapi kalau mau dibikin drama terus sih monggo. Kita berisik sekali bahas BPJS, naikin iuran BPJS gara2 defisit 15 trilyun. Duh Gusti, elu bikin program Kartu Pra Kerja 20 trilyun bisa. Kok buat kesehatan rakyat tidak bisa? Batalkan saja dulu itu 20 trilyun, pindahkan ke defisit BPJS. Selesai, bukan?

Jangan mau enaknya saja. BPJS defisit, naikin iuran. Itu bukan solusi. Kalau memang pemerintah tidak sanggup menanggung defisit premi dari kelompok di luar PBI (penerima bantuan iuran), maka tidak usah diurus. Pemerintah cukup fokus ke PBI 132 juta tadi. Toh, menurut data kalian sendiri, premi dari PBI ini surplus loh, 11 trilyun surplusnya.

Maka pemerintah fokus saja ke 132 juta. Yang 35 juta ini silahkan mereka mikir sendiri. Jika mereka memang butuh BPJS, mereka akan daftar dengan sukarela. Paling nanti mereka akan teriak2 marah, bilang mereka juga WNI, berhak dapat perlindungan kesehatan. Tapi setidaknya, kita tidak merepotkan lagi kelompok yang tertib bayar iuran, tertib bertahun2, dipotong gajinya langsung (kelompok 54 juta orang, PNS, TNI, karyawan swasta, BUMN), padahal kelompk ini belum tentu juga selalu pakai BPJS.

Bebaskan kelompok ini mau milih BPJS atau tidak. Jumlah mereka 54 juta, banyak itu. Yg mau pakai, silahkan lanjut. Yang tidak, maka gaji mereka tidak perlu lagi dipotong 5% (4% ditanggung pemberi kerja, 1% ditanggung pekerja). Itu akan meringankan beban pemerintah juga, tidak perlu nanggung 4% nya lagi utk PNS, TNI, dll. Juga meringankan beban perusahaan.

Jelas tidak? Ada dua kontras solusinya.

1. Ada solusi super. 260 juta ditanggung semua oleh pemerintah. Rawe-rawe rantas malang-malang putung. Mari habiskan 200 trilyun dari APBN untuk kesehatan. Proyek2 lain menyingkir, batalkan. Tidak ada lagi potongan BPJS di gaji karyawan, PNS, TNI, dll. Semua gratis.

2. Ada solusi medium. Fokus 132 juta saja. Sisanya bebaskan mereka mau ikut BPJS atau tidak. 132 juta ditanggung pemerintah, sisanya mau ikut bagus, tidak ikut juga bagus. Yg ikut, baru dipotong gajinya. Gaji PNS, TNI, karyawan, tidak lagi dipotong untuk BPJS. Ubah UU BPJS, itu tidak wajib lagi.

Entahlah, kalian paham tidak sih dengan implikasi kata WAJIB BPJS ini. Itu artinya, 132 juta aman (PBI, ditanggung pemerintah), 54 juta juga aman (ditanggung pemberi kerja 4%, ditanggung pekerja 1%), tapi bagaimana dengan yang 74 juta rakyat Indonesia? Jika mereka tidak ikut BPJS secara mandiri, apa kedudukan hukum mereka di sini? Mereka menolak iuran BPJS?

Pengkhianat bangsa? Penjahat?

UU bilang wajib loh. Maka jika pemerintah mau menghukum mereka besok lusa, kalian mau bilang apa? Secara hukum mereka memang melanggar. Keluarga mereka, anak2 mereka adalah pengkhianat, karena menolak ikut BPJS. Atau UU itu cuma tidak sengaja saja? Jadi tidak perlu takut, namanya tidak sengaja, tidak akan ada implikasi hukumnya.

*Novelis, Tere Liye

Artikel Sekali Lagi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/sekali-lagi/feed/ 0