#Demokrasi Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/demokrasi/ Bersama Kita Satu Sun, 05 Oct 2025 09:15:06 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.3 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #Demokrasi Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/demokrasi/ 32 32 YLBHI: Multifungsi TNI Pengkhianatan Mandat Reformasi dan Pengingkaran Konstitusi https://parade.id/ylbhi-multifungsi-tni-pengkhianatan-mandat-reformasi-dan-pengingkaran-konstitusi/ https://parade.id/ylbhi-multifungsi-tni-pengkhianatan-mandat-reformasi-dan-pengingkaran-konstitusi/#respond Sun, 05 Oct 2025 09:15:06 +0000 https://parade.id/?p=29353 Jakarta (parade.id)- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 mengamanatkan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara (pasal 30 ayat 3). Dari ketentuan UUD ini sangat jelas bahwa peranan TNI adalah kekuatan pertahanan negara. Ketentuan […]

Artikel YLBHI: Multifungsi TNI Pengkhianatan Mandat Reformasi dan Pengingkaran Konstitusi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 mengamanatkan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara (pasal 30 ayat 3). Dari ketentuan UUD ini sangat jelas bahwa peranan TNI adalah kekuatan pertahanan negara.

Ketentuan UUD ini juga diperkuat dengan koreksi atas peran masa lalu TNI, yakni Dwifungsi ABRI, yang meletakkan TNI dan Kepolisian sebagai kekuatan sosial dan politik. Konsideran TAP MPR No. VII/MPR/2000 yang menyatakan bahwa praktik Dwifungsi ABRI sebagai hal keliru. Ini disebutkan dengan jelas, “bahwa peran sosial politik dalam dwi fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi Tentara Nasional Indonesia … yang berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.” Itulah salah satu amanat dari Reformasi 1998 yang mengubah negara Indonesia dari negara otoriter menjadi negara demokrasi.

Hal ini kemudian diperkuat dalam UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Undang-undang ini mengatur dengan cermat tentang pelarangan anggota-anggota TNI untuk terlibat dalam urusan sipil, pemerintahan, dan juga bisnis. Itulah usaha untuk meletakkan peran TNI dalam negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum.

Namun, pada usia TNI ke 80 tahun dan 27 tahun Reformasi, mandat demokratisasi tersebut dikhianati. Selama 10 tahun terakhir, YLBHI melihat telah adanya upaya melibatkan kembali TNI masuk lebih dalam ke ranah politik dan bisnis.

Kini, keterlibatan TNI semakin meluas dan terang-terangan. Fenomena ini terjadi sejak Prabowo Subianto menjadi presiden. Langkah untuk melakukan revisi kilat  UU TNI dengan memperluas kewenangan TNI dalam wilayah-wilayah yang diatur dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), misalnya, telah memungkinkan para anggota TNI untuk masuk ke dalam wilayah-wilayah sipil secara lebih mendalam.

Tidak itu saja. Saat ini TNI, khususnya TNI-Angkatan Darat, telah memperluas organisasinya tanpa melakukan konsultasi apapun kepada publik dan DPR-RI. Penambahan Kodam dan unit-unit teritorial bawahannya seperti Korem, Kodim, Koramil, dan Babinsa, tidak saja akan menambah beban fiskal negara ke depan namun juga akan memiliki implikasi bagi hubungan sipil militer.

TNI-Angkatan Darat juga akan menambah jumlah kesatuan-kesatuan teritorialnya dalam skala yang sangat masif. Seperti pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (Batalyon TP) pada 2025, dan rencana pembentukan selanjutnya hingga mencapai jumlah kabupaten/kota di Indonesia pada 2029. Selain itu, TNI-Angkatan Darat juga akan membuat Kompi-kompi Produksi di tingkat Komando Distrik Militer (Kodim). Batalyon dan Kompi ini akan memiliki unit-unit pertanian, peternakan, perikanan, dan kesehatan.

Di masa depan, rencana TNI-AD untuk menempatkan satu Batalyon Teritorial Pembangunan  dan dua Batalyon Komponen Cadangan (Komcad) di tingkat Kodim juga akan mengubah peta kekuatan di daerah. Tentu pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh secara signifikan pada hubungan sipil-militer di daerah.

Selain itu, pelibatan TNI secara besar-besaran dalam implementasi program-program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga telah menyeret TNI secara lebih jauh ke dalam soal-soal politik, pemerintahan, dan bisnis. TNI telah dengan sadar sedang menjalankan “multi-fungsi” seperti yang pernah dikatakan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.    

YLBHI memandang bahwa penambahan jumlah organisasi ini dan perluasan fungsi TNI ini telah menjauh dari cita-cita UUD NRI 1945, yang mengamanatkan TNI untuk menjadi alat negara yang berkonsentrasi pada bidang pertahanan dan menjaga kedaulatan negara.

Argumen yang sering didengungkan oleh pihak pemerintah dan TNI adalah bahwa TNI bertanggungjawab dalam soal ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan sumber daya alam. Sekuritisasi dari ketiga hal ini menjadi pintu masuk TNI ke ranah-ranah sipil dan membuka pintu bisnis untuk para anggota TNI.

Harus dikoreksi bahwa keterlibatan TNI dalam soal-soal pertanian dan peran TNI dalam program-program seperti food estate, Brigade Pangan, pembelian gabah dan beras dari petani, serta melakukan pengawasan-pengawasan terhadap distribusi sarana produksi pertanian serta produksi pertanian, telah melenceng jauh dari fungsi pertahanan yang seharusnya diemban TNI.

Sekuritisasi pangan tidak berarti TNI harus melakukan produksi pangan itu sendiri. Keterlibatan TNI dalam soal pangan bisa jadi akan merusak ekonomi pangan yang pelakunya kebanyakan adalah para petani-petani tuna kisma, para pedagang kecil, dan produsen-produsen rumah tangga. Akankah rakyat kecil ini akan bersaing dengan skala ekonomi pertanian yang dilakukan oleh Batalyon Teritorial Pembangunan atau Kompi Produksi dari Kodim-kodim? Bilamana ada konflik sumber daya pertanian seperti air, pupuk, atau sarana produksi lainnya, siapakah yang harus diutamakan?

YLBHI mencatat dua poin penting dari keterlibatan TNI dalam ranah sipil – khususnya pemerintahan dan bisnis.

Pertama, perluasan organisasi TNI yang tidak melulu untuk soal-soal pertahanan. Pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) di wilayah kabupaten/kota, dengan asumsi 700 personil per  BTP, akan menambah jumlah personil TNI-AD sekitar 360 ribu personil hingga 2029.

Pembentukan Kompi Produksi di setiap Kodim akan menambah personil Kodim 3,5 kali lipat dari yang ada sekarang dari sekitar 76 ditambah 270/kompi menjadi 346 orang. Jika pembentukan ini dilakukan di semua Kodim yang ada sekarang (366) maka akan terjadi pertambahan personil sebesar 126 ribu.

Jika Komponen Cadangan (Komcad( juga juga ditambahkan dibawah komando Kodim, maka setiap Kodim akan membawahi 1,400 personil Komcad. Bahkan dalam asumsi sekarang, dimana ada 366 Kodim, maka akan ada 512 ribu personel Komcad.

Jumlah personil Ini belum termasuk dari 22 Kodam yang akan dibangun hingga 2029. Pertambahan jumlah pasukan yang masif ini dilakukan justru bukan lewat strategi militer dan pertahanan melainkan dengan sekuritisasi hal-hal non militer seperti pangan, energi, dan sumber daya alam.

Kedua adalah pemanfaatan TNI untuk implementasi kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran. TNI dilibatkan dalam banyak program seperti:

Makan Bergizi Gratis (MBG): Pada awal program ini, TNI menyiapkan 351 Kodim, 14 Lantamal, and 41 Lanud untuk program ini. Hingga saat ini, TNI telah mengoperasikan 133 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan sedang mempersiapkan pengoperasian 339 SPPG. Ini belum terhitung jumlah SPPG yang berdiri di atas tanah milik TNI, yang kemudian disewa oleh pengelola SPPG non-TNI.

Keterlibatan Babinsa untuk pembelian gabah untuk Bulog: Pada awal tahun 2025 ini, pemerintahan Prabowo Subianto menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah sebesar Rp 6,500/kg. Bulog, yang direkturnya adalah seorang militer aktif, Mayjen TNI Novi Helmy Prasetya (sekarang digantikan oleh Mayjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani) mengganding Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk membeli gabah dari petani.

Babinsa berperan aktif untuk mengawasi agar harga HPP ditaati tidak dalam pembelian Bulog namun juga oleh penggilingan padi swasta. Sekalipun HPP pemerintah memberikan kestabilan harga untuk petani, keterlibatan Babinsa dalam hal ini tidak bisa dibenarkan karena memasukkan unsur militer ke dalam sistem ekonomi beras.

Food Estate: TNI terlibat aktif dalam program food estate ini. Keterlibatan TNI ini dijustifikasi oleh Kementerian Pertahanan sebagai leading sector dalam program food estate untuk mendukung aspek strategis dan pengamanan ketahanan pangan nasional, terutama cadangan strategis dan pembangunan di wilayah perbatasan. Ini dilakukan lewat pengerahan prajurit-prajurit TNI dalam pembukaan lahan khususnya di wilayah Provinsi Papua Selatan.

Pelibatan militer ini, karena alasan sekuritisasi pangan, membuat TNI tidak saja semakin menjauh dari fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Namun juga melibatkan lembaga ini ke dalam konflik-konflik agraria dengan masyarakat adat setempat. Ini membuat para prajurit TNI terlibat dalam pelanggaran HAM karena harus mengamankan kepentingan-kepentingan non militer.

Satgas Swasembada Pangan: Satgas ini merupakan Satgas BKO (Bawah Komando Operasi) para perwira dan prajurit TNI pada Kementerian Pertanian. Satgas ini bertugas melakukan pengawasan terhadap beberapa program antara lain optimalisasi lahan dan cetak sawah rakyat. Keterlibatan militer ini bisa dilihat dalam program-program food estate  di berbagai daerah. Komandan Satgas ini adalah Mayjen TNI Ahmad Rizal Ramdhani. Sementara di daerah-daerah dijabat oleh komandan-komandan Kodim setempat.

Brigade Pangan: Program ini melibatkan para petani muda (milenial) yang akan mengelola area pertanian dengan luasan sekitar 200 ha. Ada sekitar 15 petani milenial mengelola lahan ini. Sarana produksi awal diberikan oleh pemerintah. Para petani ini harus mengembalikan modal awal. Namun dari perhitungan, para petani ini berpotensi berpendapatan sebesar Rp. 10 juta/bulan. Babinsa dan prajurit-prajurit  TNI lainnya berperan sebagai “motivator” untuk kelompok tani ini. Brigade Pangan berada dalam “supervisi” Satgas Swasembada Pangan.

Koperasi Merah Putih: Keterlibatan TNI juga sangat jelas tampak pada Koperasi Merah Putih. Dalam banyak pengamatan kami, Babinsa biasanya hadir pada saat Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) yang mengawali pembentukan koperasi. Walaupun tidak diperlihatkan, patronase Babinsa sangat kelihatan dalam pemilihan pengurus koperasi.

Selain itu, Babinsa juga sangat berperan mengawasi unit-unit usaha koperasi. Karena Babinsa terlibat dalam produksi pertanian seperti ketersediaan pasokan sarana produksi pertanian (benih, pupuk, obat-obatan) dan pembelian gabah maka bisa dipastikan pengaruh Babinsa pada koperasi juga.

Selain itu, TNI juga terlibat langsung dalam salah satu unit bisnis Koperasi Merah Putih. TNI akan menjadi penyuplai obat untuk apotek-apotek dan klinik-klinik desa yang akan dibentuk sebagai unit usaha Koperasi.

Satgas Penertiban Kawasan Hutan: Pada Januari 2025, Presiden Prabowo mengeluarkan Peraturan Presiden No. 5/2025 tentang penertiban kawasan hutan. Peraturan itu memberikan dasar kepada pemerintah untuk menyita semua kegiatan ekonomi yang menurut tata ruang pemerintah berada di dalam kawasan hutan – termasuk perkebunan, pertambangan, dan semua kegiatan ekonomi lainnya.

Perpres tersebut kemudian menjadi dasar pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Kementerian Kehutanan membuat Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding dengan TNI dalam pembentukan Satgas ini. Sekalipun Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus menjadi ketua Satgas ini, dan ada pelibatan Kepolisian RI di dalamnya, tulang punggung Satgas ini adalah TNI. Personil TNI yang di BKO ke Satgas ini dipimpin oleh Kasum TNI.

Satgas ini telah melakukan penyitaan perkebunan dan wilayah pertambangan di kawasan hutan sebesar 3,3 juta hektar. Sekitar 700 ribu hektar diantaranya adalah perkebunan sawit milik perusahan-perusahan besar.

Alih-alih menghutankan kembali kawasan hutan ini, Satgas PKH menyerahkan pengelolaan kepada PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah BUMN yang baru dibentuk pada Februari 2025. Kejaksaan Agung “menitipkan” pengelolaan perkebunan-perkebunan sawit yang telah disita Satgas PKH kepada PT Agrinas Palma Nusantara.

Satgas PKH bergerak sangat cepat melakukan penyitaan-penyitaan. Tidak semua perkebunan sawit yang disita adalah milik perusahan-perusahan besar seperti Wilmar atau Duta Palma. Namun banyak dari perkebunan ini adalah milik rakyat biasa.

PT Agrinas Palma Nusantara: Perusahan BUMN ini ada awalnya adalah sebuah perusahan PT Indra Karya (Persero) sebuah BUMN kecil. Pada Februari 2025, PT Indra Karya diubah menjadi PT Agrinas Palma Nusantara. Perusahan ini mengelola kebun-kebun sawit yang disita oleh Satgas PKH.

Perusahan BUMN ini awalnya adalah PT Agro Industri Nasional, sebuah perusahaan yang dibentuk oleh Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan (YPPSDP) Kemenhan. Ia dibentuk saat Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan dibawah pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua. PT Agrinas mendukung ketahanan pangan, energi, dan air melalui sektor pertanian, perikanan, bioenergi, dan teknologi pangan. Salah satu proyeknya adalah food estate di Kalimantan Tengah yang gagal dan hingga saat ini tidak diketahui kelanjutannya.

PT Agrinas Palma Nusantara dikelola oleh para purnawirawan militer. Direktur utamanya adalah Letjen Pur. Agus Sutomo, mantan Danjen Kopassus. Letjen Pur. R. Wisnoe Prasetja Boedi, sebagai Presiden Komisaris. Mayjen Pur. Meris Wiryadi sebagai Komisaris. Mayjen Pur. Cucu Sumantri, mantan Pangdam I/Bukit Barisan, menjabat sebagai Senior Executive Vice President (SEVP). Dan Mayjen Pur. Irwinsyah sebagai Kepala Biro Regional Riau.

Berbagai Satgas dari Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MOU): Pelibatan TNI di berbagai ruang sipil juga terjadi lewat berbagai MOU yang ditandatangani dengan instansi-instansi sipil dari level kabinet hingga ke pemerintah daerah. Dalam catatan kami paling tidak ada 36 MOU antara TNI yang sudah ditandatangani oleh kementerian atau badan setara kementerian dengan TNI. Beberapa diantara adalah dengan Badan Gizi Nasional, Komdigi, Kementerian BUMN, Kementerian Pertanian, dan Kementerian ATR/BPN, dan lain-lain.

MOU antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat diberi nama “Sinergi TNI AD Manunggal Karya Bakti Skala Besar Pembangunan Daerah di Provinsi Jawa Barat.” Ia mencakup bidang yang sangat luas seperti infrastruktur jalan, jembatan, irigasi, perumahan, lingkungan, kesehatan, pendidikan, dan penanggulangan bencana. MOU ini memberikan kesempatan kepada gubernur Jawa Barat untuk menyerahkan hal-hal yang seharusnya mampu dikerjakannya kepada militer. Seperti pendidikan kepada anak-anak yang dianggap nakal di barak-barak militer.

Kontrol berlebih tersebut adalah konsekuensi dari besarnya kekuasaan faksi militer di lingkaran eksekutif. Setidaknya terdapat 11 politisi dengan latar belakang militer menduduki posisi menteri dan wakil menteri dalam jajaran kabinet Merah Putih. Mereka adalah Menko Polkam Damari Chaniago, Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman, Wamenko Polkam Lodewijk Fiederich Paulus, Wamen Setneg Bambang Eko Suharyanto, Wamenhan Donny Ermawan, Wamen KKP Didit Herdiawan, dan Wamen ATR-BPN Ossy Dermawan, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. Ini masalah serius, jika kita bandingkan dengan masa-masa pasca Reformasi, setidaknya hingga kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, posisi menteri pertahanan pun tak diisi oleh orang dengan latar belakang militer.

Siapnya militer mengambil alih ruang-ruang sipil ini tidak terlepas dari masih bercokolnya komando teritorial. Sebuah struktur khas militer Indonesia yang di zaman Orde Baru digunakan dengan optimal untuk menjalankan praktek dwifungsi. Kini struktur komando teritorial itu malah diperkuat dengan dibuatnya Kodam baru yang akan ada di setiap provinsi. Pada Agustus 2025, 6 Kodam baru telah diresmikan. Ini menunjukkan bahwa Pemerintah berbalik arah dari cita-cita reformasi yang memandatkan dihapuskannya negara di dalam negara, dirombaknya struktur militer untuk tidak mengikuti struktur pemerintahan sipil.

Dari semua fakta-fakta, YLBHI berkesimpulan bahwa TNI sudah menjauh dari perannya sebagai alat negara untuk menjaga pertahanan dan  kedaulatan negara. TNI sudah memasuki era “multi-fungsi” yang mungkin akan lebih berkuasa daripada saat ber-dwi fungsi. Perluasan organisasi dan penambahan batalyon serta perubahan orientasi dari tempur ke pertanian sangat mengkhawatirkan. TNI bisa lupa dengan tugas-tugas kemiliterannya dan tenggelam dalam urusan-urusan sipil yang tidak ada urusannya dengan pertahanan. Sekuritisasi pangan, energi, dan sumber daya alam tidak harus dilakukan dengan militerisasi sektor-sektor tersebut.

Semua proses tersebut berlangsung secara diam-diam. Tidak ada diskusi publik maupun keputusan politik negara yang demokratis  tentang postur pertahanan negara – yang memperluas organisasi militer dalam skala massif. Tidak ada keterbukaan akan arah pertahanan Republik Indonesia. Bahkan anggota-anggota DPR tampaknya tidak berani mempertanyakan semua perkembangan ini sekali pun tahu bahwa resikonya akan sangat sigifikan terhadap demokrasi Indonesia.

Sementara itu, di tengah derasnya upaya Presiden Prabowo memperluas secara ilegal  kewenangan militer,  permasalahan ketidakadilan  pengaturan dan diskriminasi penegakan hukum di lingkungan  peradilan militer yang selama ini menjadi ruang impunitas bagi para prajurit militer yang melanggar hukum dan HAM masih terus dipertahankan status quo nya. Hal ini tentu akan membahayakan di masa depan, jika ditemukan praktik pelanggaran hukum, korupsi atau kejahatan oleh militer akan sulit dituntut pertanggungjawaban.

Berkenaan dengan situasi di atas, YLBHI mendesak kepada:

Presiden Prabowo Subianto dan jajaran kabinetnya untuk secara terbuka memberikan informasi yang sejelas-jelasnya tentang perkembangan organisasi TNI seperti penambahan 22 Kodam, pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP), pembentukan Kompi-kompi Produksi, pembentukan Kodim di setiap kabupaten/kota, pembentukan 2 batalyon Komcad di setiap Kodim. Semua ini akan memiliki implikasi yang sangat serius terhadap hubungan sipil-militer di Indonesia dan masa depan demokrasi di Indonesia. Selain itu, semua ini akan berimbas pada kesehatan keuangan negara.

Presiden Prabowo Subianto dan anggota-anggota kabinetnya serta semua organ-organ pemerintahan sipil lainnya supaya meninjau kembali semua MoU atau Nota Kesepahaman antara lembaga-lembaga mereka dengan TNI. Dengan menarik TNI ke ranah sipil, para politisi sipil sesungguhnya melemahkan demokrasi yang telah memilih mereka menjadi pemimpin. Juga telah merusak profesionalisme para prajurit TNI.

Presiden Prabowo harus menghentikan keterlibatan TNI dalam urusan pangan, urusan Makan Bergizi Gratis, serta urusan Koperasi Merah Putih. Semua keterlibatan TNI ini, yang tidak ada dalam wilayah keahliannya, hanya akan merusak lembaga-lembaga sipil tersebut. Terlebih lagi akan merusak profesionalisme para prajurit dan perwira TNI.

Kami meminta kepada DPR RI, DPD maupun DPRD untuk melakukan pengawasan dan mempertanyakan pelibatan TNI secara besar-besaran di ranah-ranah sipil ini. Pelibatan TNI di dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) namun mengesampingkan birokrasi lokal, sekolah, guru, dan orang tua murid, tidak saja salah kaprah namun juga tidak demokratis. Program dengan biaya yang sangat besar ini tidak akan jalan dengan sentralisasi kekuasaan dan pengerahan kekuatan militer.

Kepada elemen masyarakat sipil untuk terus mengingatkan pemerintah dengan melakukan pengawasan maupun  upaya advokasi yang diperlukan untuk menghentikan  upaya ilegal pemerintah untuk mengembalikan praktik dwifungsi ABRI yang mengkhianati mandat reformasi;

Presiden dan DPR RI untuk melakukan revisi terhadap UU Peradilan Militer untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan imparsial  di lingkungan  peradilan militer yang selama ini menjadi ruang impunitas bagi para prajurit militer yang melanggar hukum dan HAM juga praktik KKN;

Presiden dan DPR RI untuk membatalkan pembangunan Kodam baru serta bubarkan komando teritorial yang tidak sesuai dengan fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara.

Jakarta, 4 Oktober 2025

Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)

Artikel YLBHI: Multifungsi TNI Pengkhianatan Mandat Reformasi dan Pengingkaran Konstitusi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/ylbhi-multifungsi-tni-pengkhianatan-mandat-reformasi-dan-pengingkaran-konstitusi/feed/ 0
Jawaban Anies dan Respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada Debat Pertama Pilpres 2024 https://parade.id/jawaban-anies-dan-respons-prabowo-ganjar-soal-penguatan-demokrasi-pada-debat-pertama-pilpres-2024/ https://parade.id/jawaban-anies-dan-respons-prabowo-ganjar-soal-penguatan-demokrasi-pada-debat-pertama-pilpres-2024/#respond Fri, 15 Dec 2023 02:13:52 +0000 https://parade.id/?p=25820 Jakarta (parade.id)- Jawaban Anies Baswedan dan respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada debat pertama Pilpres 2023, Selasa (12/12/2023), diwarnai sindiran, antara capres nomor urut 1 dan capres nomor urut 2. Begini lengkap pertanyaan dan jawaban Anies, serta respons Prabowo-Ganjar yang diajukan lewat pembawa acara pada debat pertama Pilpres 2024: Pertanyaan: Salah satu penting pilar demokrasi adalah […]

Artikel Jawaban Anies dan Respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada Debat Pertama Pilpres 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Jawaban Anies Baswedan dan respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada debat pertama Pilpres 2023, Selasa (12/12/2023), diwarnai sindiran, antara capres nomor urut 1 dan capres nomor urut 2.

Begini lengkap pertanyaan dan jawaban Anies, serta respons Prabowo-Ganjar yang diajukan lewat pembawa acara pada debat pertama Pilpres 2024:

Pertanyaan:

Salah satu penting pilar demokrasi adalah partai politik. namun, kepercayaan publik terhadap partai politik di Indonesia selalu rendah.

Apa kebijakan yang akan Anda lakukan untuk melakukan pembenahan tata kelola partai politik?

Jawaban Capres Anies

Saya rasa lebih dari sekadar dari partai politik–rakyat tidak percaya pada proses demokrasi yang sekarang terjadi. Itu jauh lebih luas dari sekadar partai politik. Ketika kita bicara demokrasi, minimal ada tiga.

Satu, adalah adanya kebebasan berbicara. Yang kedua, adanya oposisi yang bebas mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah. Yang ketiga, adanya proses Pemilu, proses Pilpres yang netral, yang transparan, jujur, adil. Dan kalau kita saksikan hari-hari ini, dua ini mengalami problem.

Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berpendapat bicara menurun, termasuk mengkritik partai politik. Dan angka demokrasi kita menurun. Indeks demokrasi kita. Bahkan pasal-pasal yang memberika kewenangan untuk digunakan secara karet kepada pengkritik, misalnya UU ITE. Atau pasal 14, 15, UU Nomor 1 Tahun 1946, itu semua membuat kebebasan berbicara menjadi terganggu. Yang kedua, oposisi. Kita saksikan, minim sekali adanya oposisi selama ini. Dan sekarang ujiannya adalah besok: bisakah Pemilu diselenggarakan dengan netralitas, dengan adil, dengan jujur—ini ujian ketiga.

Jadi, persoalan demokrasi kita lebih luas dari sekadar persoalan partai politik.

Untuk partai politik sendiri, perlu mengembalikan kepercayaan. Tapi di sini ada peran Negara. Menurut saya salah satu masalah yang mendasar partai politik ini memerlukan biaya. Dan biaya politik selama ini tidak pernah diperhatikan dalam proses politik. Untuk kampanye, untuk operasional partai, semua ada biayanya.

Sudah saatnya pembiayaan partai politik itu dhitung dengan benar. Ada transparansi, sehingga rakyat pun melihat: ini institusi yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, salah satu reform-nya adalah reform pembiayaan politik oleh partai politik.

Tanggapan Capres Prabowo Subianto

Mas Anies, Mas Anies. Saya berpendapat, Mas Anies ini agak berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi ini dan itu dan ini, Mas Anies dipilih jadi gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa. Saya yang mengusung Bapak.

Kalau demokrasi kita tidak berjalan, tidak mungkin Anda menjadi gubernur. Kalau Jokowi dictator, Anda tidak mungkin jadi gubernur.

Saya waktu itu oposisi, Mas Anies. Anda ke rumah saya. Kita oposisi. Anda terpilih.

Tanggapan Capres Ganjar

Saya jadi tidak enak mbak hari ini. Mohon maaf. Saya tidak enak, karena dua kawan saya sedang nagih janji dan membuka buku lama. Tapi, yang pertama, tidak ada demokrasi tanpa partai politik. Tidak ada. Suka tidak suka, mau tidak mau. Dan fungsi partai politik itu adalah agregasi. Sumber rekrutmen kader. Pendidikan politik.

Kebetulan saya pernah menjadi Ketua Pansus UU Partai Politik. Maka pada saat perdebatan penguatan dari sisi anggaran, penguatan dari sisi partisipasi masyarakat mesti dilakukan—saat itu tida terlalu banyak yang setuju. Maka, Mas Anies, soal oposisi tidak oposisi, soal kepentingan saja, kok.

Kapan kita bertemu, kapan kita tidak bertemu, dan kemudian kita akan bersikap pada posisi masing-masing. Tapi yang penting pendidikan politik pada masyarakat itu lah yang menjadi PR besar dari partai politik agar cepat dewasa.

Respons Anies atas Prabowo dan Ganjar

Ketika kita menghadapi sebuah proses demokrasi, di situ ada pemerintah dan ada oposisi. Dua-duanya sama terhormat. Dan ketika proses pengambilan keputusan itu dilakukan, bila ada oposisi maka selalu ada pandangan, perspektif berbeda yang membuat masyarakat bisa menilai. Karena itu, oposisi itu, penting. Dan sama-sama terhormat.

Sayangnya, tidak semua orang tahan untuk menjadi oposisi. Seperti yang disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan untuk menjadi oposisi. Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan, bahwa tidak berada dalam kekuasaan, membuat tidak bisa berbisnis. Tidak bisa berusaha, karena itu harus berada dalam kekuasaan. Kekuasaan lebih dari soal bisnis. Kekuasaan lebih dari soal uang. Kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat.

(Rob/parade.id)

Artikel Jawaban Anies dan Respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada Debat Pertama Pilpres 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/jawaban-anies-dan-respons-prabowo-ganjar-soal-penguatan-demokrasi-pada-debat-pertama-pilpres-2024/feed/ 0
Sejak Awal Pemerintahan Jokowi Memiliki Gejala Menjerumuskan Demokrasi dalam Kehancuran https://parade.id/sejak-awal-pemerintahan-jokowi-memiliki-gejala-menjerumuskan-demokrasi-dalam-kehancuran/ https://parade.id/sejak-awal-pemerintahan-jokowi-memiliki-gejala-menjerumuskan-demokrasi-dalam-kehancuran/#respond Tue, 31 Oct 2023 03:38:30 +0000 https://parade.id/?p=25427 Jakarta (parade.id)- Sejak awal pemerintahan Jokowi memiliki gejala untuk menjerumuskan demokrasi dalam kehancuran—telah tercium. Hal itu disampaikan Sekjen SEMA Paramadina Afiq Naufal, kemarin, kepada media. “Mulai legislatif yang didominasi partai Jokowi dan partai pengusungnya  mereduksi asas check and balance,” kata dia. “DPR tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai pengawas dari eksekutif, malah melegitimasi seluruh hajat dari eksekutif. […]

Artikel Sejak Awal Pemerintahan Jokowi Memiliki Gejala Menjerumuskan Demokrasi dalam Kehancuran pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Sejak awal pemerintahan Jokowi memiliki gejala untuk menjerumuskan demokrasi dalam kehancuran—telah tercium. Hal itu disampaikan Sekjen SEMA Paramadina Afiq Naufal, kemarin, kepada media.

“Mulai legislatif yang didominasi partai Jokowi dan partai pengusungnya  mereduksi asas check and balance,” kata dia.

“DPR tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai pengawas dari eksekutif, malah melegitimasi seluruh hajat dari eksekutif. Terbukti dari beberapa undang-undang yang kontroversial ataupun anggaran yang diajukan eksekutif dengan mulus diloloskan oleh DPR tanpa menjalankan fungsi pengawasannya,” paparnya.

Mega proyek yang dibangun prokapital pun kata dia tanpa mempertimbangkan kajian akademis secara kompeherensif ataupun pelembagaan audit seperti IKN, PSN, dan lain-lain—dijalankan dengan sangat sporadis.

“Bahkan seringkali mengorbankan hak asasi rakyat kecil demi oligarki. Paling dekat kita lihat Ketua MK Anwar Usman, ipar Jokowi atau paman dari Gibran, memuluskan jalur sutra politik dinasti. Memuluskan kembalinya kematian demokrasi melalui nepotisme,” katanya.

Padahal dengan sangat jelas konstitusi kita mengecam hal tersebut. Hukum mengenai praktik nepotisme sendiri telah diatur dalam UUD RI UUD RI No 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam pasal tersebut juga memuat pengertian dari nepotisme.

Menurut UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bahkan menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara yang terbukti melakukan praktik nepotisme, akan dikenai konsekuensi hukum.

Selain itu, seluruh pakar hukum ketaranegaraan sengan tegas nenyatakan apa yang dilakukan MK adalah penyelundupan hukum dan pengkebirian pelembagaan yudikatif kita.

“Tugas legislatif sebagai positive legislator atau open legal policy, diambil alih oleh Ipar Jokowi untuk memuluskan putra mahkota dinasti keji Gibran. Hal tersebut kenudian memicu akan terjadinya sengketa pemilu dengan dalil hukum konstitusi,” katanya.

Jadi, kata dia, tidak ada narasi yang dapat membenarkan apa yang dilakukan Jokowi dan kroninya.

“Dinasti tersebut telah membunuh habis demokrasi, sehingga saya mengingatkan kembali dan menuntut keras turunkan Ketua MK, Jokowi dan kroninya. Saya mengajak seluruh mahasiswa Indonesia dan masyarakat luas untuk kembali melawan agar demokrasi dapat kita tegakkan kembali,” serunya.

(Verry/parade.id)

Artikel Sejak Awal Pemerintahan Jokowi Memiliki Gejala Menjerumuskan Demokrasi dalam Kehancuran pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/sejak-awal-pemerintahan-jokowi-memiliki-gejala-menjerumuskan-demokrasi-dalam-kehancuran/feed/ 0
Partai Ummat: Tirani Tidak Peduli Demokrasi https://parade.id/partai-ummat-tirani-tidak-peduli-demokrasi/ https://parade.id/partai-ummat-tirani-tidak-peduli-demokrasi/#respond Wed, 15 Feb 2023 03:13:04 +0000 https://parade.id/?p=23217 Jakarta (parade.id)- Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan bahwa tirani tidak peduli dengan demokrasi. Bagi mereka, kata Ridho, yang ada hanya kepentingan sendiri. Lantas ia mempertanyakan mengapa masih ada yang menginginkan pemilu 2024 ditunda. “Kita sudah melihat dengan mata kepada kita sendiri, bagaimana tirani hukum mengatur putusan peradilan. Diringankan sesuai pesanan. Diberatkan sesuai titipan,” pidatonya […]

Artikel Partai Ummat: Tirani Tidak Peduli Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan bahwa tirani tidak peduli dengan demokrasi. Bagi mereka, kata Ridho, yang ada hanya kepentingan sendiri. Lantas ia mempertanyakan mengapa masih ada yang menginginkan pemilu 2024 ditunda.

“Kita sudah melihat dengan mata kepada kita sendiri, bagaimana tirani hukum mengatur putusan peradilan. Diringankan sesuai pesanan. Diberatkan sesuai titipan,” pidatonya dalam  Rakernas perdana, beru-baru ini, di Jakarta.

“Bahkan ditembakan timas panas ke tubuh 16 laskar muda yang semuanya berumur 22 tahun. Puluhan gas air mata dilontarkan ke penonton Kanjuruhan. Bergelimpangan 135 orang meregang nyawa, 43 di antaranya masih anak-anak. Tapi mereka bukan sekadar angka. Mereka bukan sekadar daftar nama. Mereka adalah cita-cita dan kebanggan orang tua. Mereka dilahirkan dan disuapi, diajari untuk menyambung hidup, dan kehormatan keluarga. Mereka adalah masa depan dan harapan Indonesia,” ia melanjutkan.

Siapa yang membunuh seseorang bukan karena orang yang dibunuh itu telah membunuh orang lain atau karena telah membuat kerusakan di bumi maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia, kata dia, mengutip ayat di Alquran.

Tirani sekali lagi, kata dia, tidak peduli dengan rakyatnya sendiri, apalagi hanya anak buahnya sendiri. Lantas ia kembali mempertanyakan alasan apa pemilu ditunda.

“Kita telah lihat bagaimana tirani ekonomi membuah 1 persen orang kaya Indonesia mengusai lebih dari 50 persen aset nasional. Sedangkan 99 persen sisanya, termasuk seluruh kita yang hadir di ruangan ini, berebut sisanya (dari 50 aset nasional tersebut). Bayangkan, adil atau tidak? Adil atau zalim? Kalau zalim kita lawan, dengan cara-cara yang beradab, yang adiluhur,” ungkapnya.

Selain tirani demokrasi, Ridho menyebut juga ada tirani ekonomi di mana diberi karpet merah. Bukan untuk ekonomi dalam negeri, sayangnya untuk ekonomi asing.

“Indonesia menjadi komprador. Istilah sekarangnya asong. Membuka pintu bagi imprealisme modern, sehingga 90 persen produk yang dijual, di platform belanja online di Indonesia adalah produk asing,” kata dia.

“Kita lihat, 26 juta penduduk Indonesia, hidup di garis kemiskinan. Berapa garis kemiskinan itu? Garis kemiskinan itu setara Rp500 ribu. Setiap bulannya, untuk kebutuhan: sandang, pangan, papan. Satu orang, bayangkan. 500 ribu untuk sandang, pangan, papan. Ini bukan garis kemiskinan. Rp500 ribu itu, untuk sebulan itu adalah garis kemusnahan,” sambungnya.

Padahal lebih kata dia, dari Rp400 triliun nilai belanja online pada tahun 2021. Hanya 10 persen produk dalam negeri. Tirani, lagi-lagi kata dia tidak pernah peduli, sekalipun rakyatnya melarat ataupun sekara.

“Lalu mengapa pemilu mau ditunda? Apa perlu kita tunda pemilu? Kita lihat bagaimana tirani sumber daya alam telah melakukan destruksi ekologi. Dilubangi 44 persen daratan Indonesia, dipangkas bukit Jayawijaya di Papua sana, digunduli 100 ribu hektare lebih hutan-hutan di nusantara, diambil macam-macam mineralnya, batubaranya, nikelnya, emasnya, uraniumnya, minyaknya, gasnya, kayunya, dan semuanya, jadi bancakan segelintir orang yang serakah yang berkongsi dengan asing dan aseng,” ungkapnya lagi.

“Dan habis manis, sepah pun dibuang. Ditinggalkan begitu saja tanpa pemulihan lingkungan. Menyisakan lubang-lubang asam yang beracun, menyisakan tanah-tanah gundul dan air yang tercemar, dan ditambah dampak perubahan iklim, kerusakannya pun semakin masif. Tirani sekali lagi, tidak peduli ekologi sama sekali, yang penting kepentingan dirinya sendiri,” kata dia.

Menurutnya, di negeri ini masih banyak tirani-tirani lainnya: tirani pendidikan, tirani kesehatan, tirani kebudayaan dan lain sebagainya. “Maka pertanyaan, mengapa pemilu mau ditunda? Jawabannya  tidak ada yang akan ditunda,” tegasnya.

Sirkulasi kekuasaan kepada anak bangsa yang punya kapasitas dan kapabilitas menurut dia adalah sebuah keharusan demi lahirnya keadilan-keadilan multidimensional yang sekaligus membasmi tirani-tirani tersebut. Ini demokrasi yang merupakkan cita-cita dan amanah reformasi, yaitu demokrasi konstitusional yang menjami peralihan kekuasaan secara proporsional.

“Maka itu reformasi menjadi sebuah agenda bangsa yang mendesak untuk dilanjutkan, yang justru tidak boleh ditunda,” tegasnya lagi.

(Rob/parade.id)

Artikel Partai Ummat: Tirani Tidak Peduli Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/partai-ummat-tirani-tidak-peduli-demokrasi/feed/ 0
24 Tahun Reformasi di Mata Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh https://parade.id/24-tahun-reformasi-di-mata-ketua-bidang-pemuda-partai-buruh/ https://parade.id/24-tahun-reformasi-di-mata-ketua-bidang-pemuda-partai-buruh/#respond Tue, 24 May 2022 03:41:51 +0000 https://parade.id/?p=19763 Jakarta (PARADE.ID)- Reformasi telah berusia 24 tahun. Namun, selama 24 tahun reformasi, demokrasi masih dianggap dikebiri—pemerintah pun dinilai gagal mensejahterakan rakyatnya. Demikian yang dikatakan oleh Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh Muhammad Arira Fitra. Misalnya hari ini, kata dia, kita mengingat ditanggal 21 Mei 1998 (lalu, red.) adalah hari yang bersejarah bagi perubahan masyarakat Indonesia, yaitu […]

Artikel 24 Tahun Reformasi di Mata Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Reformasi telah berusia 24 tahun. Namun, selama 24 tahun reformasi, demokrasi masih dianggap dikebiri—pemerintah pun dinilai gagal mensejahterakan rakyatnya. Demikian yang dikatakan oleh Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh Muhammad Arira Fitra.

Misalnya hari ini, kata dia, kita mengingat ditanggal 21 Mei 1998 (lalu, red.) adalah hari yang bersejarah bagi perubahan masyarakat Indonesia, yaitu jatuhnya rezim diktator militer Suharto dimana sejarah ini menjadi catatan emas bagi kaum muda dan masyarakat Indonesia.

Sejak dijatuhkan rezim Suharto, hingga saat ini 24 tahun reformasi telah berlangsung, masih banyak persoalan yang belum terselesaikan oleh Negara.

“Indonesia Negara yang kaya namun juga merupakan salah satu negara yang memiliki catatan dan sejarah yang kelam dalam lapangan HAM dan Demokrasi. Mulai dari pelanggaran Ham berat masa lalu, demokrasi, pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, kepasitain tempat tinggal yang layak masih sangat jelas dirasakan oleh kaum muda,” kata dia, belum lama ini, kepada media.

“24 tahun reformasi berbagai macam kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti, Pembantaian 1965, Kerusuhan Tanjung Priok (1984), Peristiwa Talangsari (1989), Trisakti (1998), Tragedi Semanggi I (1998), Tragedi Semanggi II (1999), penculikan Aktivis (1997-1998) dan masih banyak yang belum terselesaikan,” sambungnya.

Ini, kata dia, merupakan bagian dari kegagalan pemerintah Jokowi-Ma’ruf untuk mengadili dan menghukum seluruh pelaku pelanggar HAM masa lalu, sebagai jalan untuk memberikan keadilan bagi para korban.

Catatan kelam bagi Demokrasi Indonesia terus berlanjut di era ini, di mana kebebasan berekspresi semakin sempit. Setidak-tidaknya sepanjang tahun 2019 menurut Komnas HAM melaporkan 52 orang meninggal dunia dalam aksi menyampaikan pendapat.

Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita, terutama kata dia bagi kaum muda—bagaimana kaum muda dapat mengekspresikan seluruh kegelisahannya, seluruh persoalan yang tengah dihadapin saat ini, ketika ruang demokrasi dipersempit.

“Maka kami sebagai kaum muda memandang persoalan demokrasi adalah persoalan mendasar yang harus diselesaikan oleh pemerintah saat ini karena demokrasi adalah syarat bagi kaum muda untuk menggapain hari depan yang lebih baik,” katanya.

Ia pun mendesak pemerintahan Jokowi-Ma’ruf untuk segera menyelesaikan asus pelanggaran HAM masa lalu, sebagai bentuk memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Soal ekonomi, dan alih-alih segera menyelesaikan persoalan yang selama ini menyelimuti masyarakat Indonesia, pemerintah menurutnya justru fokus terhadap program-program kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan segilintir orang kaya, salah satunya adalah UU Cipta Kerja yang banyak merugikan masyarakat, khususnya kaum muda tetapi menguntungkan para pemilik modal besar.

Kebijakan ini pun menurut dia merupakan salah satu kegagalan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

“Sejak lahirnya produk hukum Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 12 Tahun 2021 adalah malapetaka bagi rakyat Indonesia khususnya kaum muda. Poltik upah murah, fleksibelity diseluruh sektor dunia kerja, sistem kerja kontrak dan outsorching, menjadi ancaman nyata bagi kaum muda dikemudian hari tidak
dapat mewujudkan kesejahteraan,” ungkapnya.

Ia meminta agar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf mencabut UU Cipta Kerja karena inkonstitusional. Selain itu ia meminta agar pemerintah memberikan Jaminan Pendidikan, Kesehatan, Lapangan Pekerjaan dan Tempat Tinggal yang layak bagi kaum muda dan rakyat Indonesia.

(Verry/PARADE.ID)

Artikel 24 Tahun Reformasi di Mata Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/24-tahun-reformasi-di-mata-ketua-bidang-pemuda-partai-buruh/feed/ 0
Catatan Akhir Tahun 2021 dari Fadli Zon https://parade.id/catatan-akhir-tahun-2021-dari-fadli-zon/ https://parade.id/catatan-akhir-tahun-2021-dari-fadli-zon/#respond Fri, 31 Dec 2021 12:34:17 +0000 https://parade.id/?p=17034 Jakarta (PARADE.ID)- Demokrasi Dibajak Oligarki. Di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama sepanjang 2021 ini, penggunaan kata “oligarki” terus meningkat dalam berbagai diskusi publik di tanah air. Seiring dengan itu, kita juga mencatat berbagai laporan yang menunjukkan terus merosotnya indeks demokrasi Indonesia, termasuk ancaman kembalinya otoritarianisme. Semua catatan tadi tentu saja cukup ironis, mengingat […]

Artikel Catatan Akhir Tahun 2021 dari Fadli Zon pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Demokrasi Dibajak Oligarki.
Di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama sepanjang 2021 ini, penggunaan kata “oligarki” terus meningkat dalam berbagai diskusi publik di tanah air. Seiring dengan itu, kita juga mencatat berbagai laporan yang menunjukkan terus merosotnya indeks demokrasi Indonesia, termasuk ancaman kembalinya otoritarianisme.
Semua catatan tadi tentu saja cukup ironis, mengingat tujuh tahun lalu naiknya Presiden Joko Widodo oleh sejumlah pengamat dianggap sebagai sesuatu yang menjanjikan bagi masa depan politik Indonesia. Salah satu alasannya, Jokowi adalah presiden Indonesia pertama yang tak memiliki kaitan dengan rezim-rezim pemerintahan sebelumnya. Namun, oligarki justru semakin menancapkan kukunya.
Kalau kita membaca laporan-laporan serta indeks demokrasi yang disusun oleh sejumlah lembaga independen, seperti LP3ES, The Economist Intelligence Unit (EIU), Varieties of Democracy (V-Dem) Institute, serta IDEA (International Institute for Democracy and Electoral Assistance), kehidupan demokrasi dan hukum di Indonesia memang kian merosot.
Laporan lembaga-lembaga tadi menunjukkan penurunan signifikan, bukan hanya pada kebebasan sipil, politik, budaya dan fungsi pemerintahan, tetapi juga dalam isu pluralisme. Namun, titik sentral isu kemunduran demokrasi di Indonesia memang terkait kebebasan sipil.
Dalam laporan The Economist Intelligence Unit, misalnya, Indeks Demokrasi mencatat skor terendah dalam 14 tahun terakhir. Indonesia tercatat menduduki peringkat 64 dari 167 negara dengan skor 6,48. Indonesia masuk dalam kategori flawed democracy, atau demokrasi tidak sempurna. Meski peringkat kita sama dengan tahun 2019, skornya turun dan merupakan yang terendah dalam 14 tahun terakhir.
Catatan buruk juga kita peroleh dari Democracy Report 2021 yang dirilis V-Dem Institute, yang menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 179 negara dalam hal indeks demokrasi liberal. Seperti halnya laporan The Economist Intelligence Unit, V-Dem Institute juga menilai tingkat demokrasi Indonesia telah merosot dari “demokrasi elektoral” menjadi “demokrasi yang cacat”.
Seluruh laporan lembaga-lembaga tadi memberi nilai rendah bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Ini bisa menciptakan keraguan banyak orang pada prospek konsolidasi demokrasi di negara kita. Para akademisi dan aktivis kian banyak menyuarakan keprihatinan bahwa demokrasi Indonesia akan semakin mundur, bahkan sedang memutar arah kembali pada otoritarianisme.
Dalam catatan saya, ada empat indikator kemunduran demokrasi sekaligus kian terkonsolidasinya kekuasaan oligarki di Indonesia sepanjang tahun 2021.
Pertama, terberangusnya kebebasan sipil. Sepanjang tahun 2021, kita mencatat ada sejumlah peristiwa menonjol terkait dengan persoalan ini. Kasus pemanggilan BEM UI oleh pihak rektorat sesudah mereka mengkritik Presiden Jokowi di Instagram, atau kasus kriminalisasi seniman mural yang berani mengkritik presiden dan pemerintah, menunjukkan kian sempitnya ruang bagi ekspresi politik dan sikap kritis. Apalagi, angka kriminalisasi terhadap warga negara, jurnalis dan aktivis dengan menggunakan pasal-pasal karet UU ITE juga terus meluas.
Menyempitnya ruang kebebasan berekspresi ini telah mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik di luar pencoblosan. Menurut survei Indikator Politik Indonesia, 69,6 persen responden mengaku menjadi lebih takut menyuarakan pendapat mereka di muka umum.
Kedua, dilanggarnya prinsip-prinsip dasar demokrasi secara terbuka. Bergulirnya wacana tiga periode jabatan kepresidenan, serta semakin kuatnya “koalisi politik” di parlemen, telah menentang prinsip-prinsip demokrasi yang ingin ditegakkan dalam reformasi, terutama terkait pembatasan kekuasaan dan masa jabatan presiden, serta pentingnya menghormati prinsip-prinsip trias politica. Secara umum masyarakat menilai fungsi kontrol parlemen semakin berkurang.
Ketiga, supremasi hukum kian tergerus menjadi “supremasi pembuat hukum”. Secara konstitusional kita sebenarnya adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Namun, dalam praktiknya yang kini berlangsung bukan lagi prinsip “rule of law” (supremasi hukum), namun “rule by law” (supremasi pembuat hukum). Hukum disusun tidak untuk melayani masyarakat dan menegakkan keadilan, namun bisa dibuat untuk melayani kepentingan kekuasaan atau segelintir orang. Contoh konkretnya adalah UU Omnibus Law Cipta Kerja. Kekuatan oligarki semakin dianggap mendominasi kebijakan publik.
Rule by law juga telah menempatkan aparat penegak hukum menjadi seolah berada di atas hukum. Tak heran jika kasus pelanggaran HAM masih sering terjadi di tahun 2021.
Menurut data Amnesty International, jumlah serangan terhadap para aktivis dan pembela HAM di Indonesia tercatat mengalami peningkatan sepanjang 2021. Tercatat ada 95 serangan terhadap 297 aktivis, kritikus pemerintah, mahasiswa, jurnalis, masyarakat adat dan korban lainnya sepanjang tahun ini. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Dan keempat, kian mundurnya lembaga antikorupsi di Indonesia. Menurut laporan IDEA, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mencatatkan tren mengkhawatirkan terkait upaya pemberantasan korupsi. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai negara yang telah memperlemah lembaga pemberantas korupsi. Kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia hanya dianggap sedikit lebih baik dari Guatemala, yang pada 2019 silam telah membubarkan lembaga antikorupsinya.
Kebebasan sipil tak boleh mati. Jangan sampai demokrasi yang sejak lama diperjuangkan, kembali dibajak oligarki.

Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI
Jakarta, 31 Desember 2021

Artikel Catatan Akhir Tahun 2021 dari Fadli Zon pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/catatan-akhir-tahun-2021-dari-fadli-zon/feed/ 0
AHY Harus Bertanggung Jawab atas Pernyataan Jubir Partai Demokrat Herzaky https://parade.id/ahy-harus-bertanggung-jawab-atas-pernyataan-jubir-partai-demokrat-herzaky/ https://parade.id/ahy-harus-bertanggung-jawab-atas-pernyataan-jubir-partai-demokrat-herzaky/#respond Sat, 09 Oct 2021 03:18:19 +0000 https://parade.id/?p=15422 Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Pergerakan Rakyat Demokrasi Indonesia (PERAK DEMOKRASI), Penri Sitompul menanggapi ucapan Juru Bicara (Jubir) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang menyebut bahwa Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menggulingkan Presiden RI sebelumnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kendati Herzaky sudah meminta maaf, tapi menurut Pendri hal itu tidak cukup. Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) […]

Artikel AHY Harus Bertanggung Jawab atas Pernyataan Jubir Partai Demokrat Herzaky pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Pergerakan Rakyat Demokrasi Indonesia (PERAK DEMOKRASI), Penri Sitompul menanggapi ucapan Juru Bicara (Jubir) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang menyebut bahwa Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menggulingkan Presiden RI sebelumnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Kendati Herzaky sudah meminta maaf, tapi menurut Pendri hal itu tidak cukup.

Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menurutnya juga harus bertanggung jawab atas hal itu dan mengklarifikasi secara resmi serta meminta maaf secara langsung kepada Megawati Soekarnoputri dan seluruh rakyat Indonesia.

“Pernyataan yang kemudian dibilang keseleo lidah oleh jubir tersebut merupakan bukti nyata bahwa AHY belum matang dan tidak cakap dalam memimpin, membina, mengarahkan kadernya,” demikian katanya, kepada parade.id, kemarin.

Pernyataan itu menurut Pendri tidak etis. Sehingga bisa dikatakan menjadi fitnah apa yang disampaikan oleh Jubir Herzaky tersebut kepada tokoh bangsa sekaligus mantan Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri.

“Saya, kami, dari generasi muda aktivis mahasiswa dan pemuda, relawan yang tergabung dalam Pergerakan Rakyat Demokrasi Indonesia (PERAK DEMOKRASI), loyalis Bung Karno dan Megawati Soekarnoputri, tidak terima dengan pernyataan tersebut,” Pendri menegaskan.

Diakui oleh Herzaky bahwa ia keseleo lidah tampaknya tidak diterima Pendri. Baginya, Herzaky telah secara sadar dalam kapasitas kepartaiannya menyebut Megawati menggulingkan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

“Herzaky kemudian mengaku terpeleset lidah. Kemudian tak lama meminta maaf. Tetapi, dampak pernyataannya tersebut sudah meluas ke publik,” kata dia.

(Ver/PARADE.ID)

Artikel AHY Harus Bertanggung Jawab atas Pernyataan Jubir Partai Demokrat Herzaky pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/ahy-harus-bertanggung-jawab-atas-pernyataan-jubir-partai-demokrat-herzaky/feed/ 0
Rezim Demokratis Harus Bisa Represif untuk Menegakkan Aturan, Kata Budiman https://parade.id/rezim-demokratis-harus-bisa-represif-untuk-menegakkan-aturan-kata-budiman/ https://parade.id/rezim-demokratis-harus-bisa-represif-untuk-menegakkan-aturan-kata-budiman/#respond Wed, 01 Sep 2021 06:37:28 +0000 https://parade.id/?p=14734 Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PDIP, yang juga aktivis 98’ Budiman Sudjatmiko mengimbau agar kita bisa membedakan otoriter dengan represif. Dan menurutnya, semua rezim demokratis harus bisa represif untuk menegakkan aturan. “Jika tak represif, bisa jatuh bangun & kacau. Adanya kontrol/oposisi yg cerdas adalah utk mencegah jgn sampai jd otoriter. Pemerintah pak @jokowi represif? Ya. Otoriter? Tidak,” […]

Artikel Rezim Demokratis Harus Bisa Represif untuk Menegakkan Aturan, Kata Budiman pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PDIP, yang juga aktivis 98’ Budiman Sudjatmiko mengimbau agar kita bisa membedakan otoriter dengan represif. Dan menurutnya, semua rezim demokratis harus bisa represif untuk menegakkan aturan.

“Jika tak represif, bisa jatuh bangun & kacau. Adanya kontrol/oposisi yg cerdas adalah utk mencegah jgn sampai jd otoriter. Pemerintah pak @jokowi represif? Ya. Otoriter? Tidak,” katanya, Rabu (1/9/2021).

Dok. Twitter @budimandjatmiko

“Bedakan represif dgn otoriter, bedakan otoriter dgn totaliter (2 tahun lalu saya buat thread perbedaan keduanya). Pahami itu agar niat baikmu tak jd bencana krn gak didasari ILMU. Sudah lama manusia jd korban bencana sosial krn niat baik yg tak didasari ilmu,” tertulis demikian ketika mengomentari salah satu netizen, @__AnakKolong.

Ini cuitan @__AnakKolong yang dikomentari Budiman: “MESTINYA ASFINAWATI – Ketua @YLBHI SESEKALI BERDISKUSI DENGAN “ANAK KAMPUNG” INI | tentang rezim otoriter yang tak akan senang dgn kebebasan, tak terkecuali kebebasan akademik, sebagaimana yg dimaksudkan Asfinawati yg samapai hari ini masih bebas ngebacot sana – sini.”

Kata Louis Althuser, kutip Budiman, negara harus memiloko dua jenis aparatus (yang liberal sekalipun). Yakni Aparatus ideologis dan Aparatus represif.

“Dulu aktivis 1980an & 1990an suka mendiskusikan perbedaan fungsi kedua aparatus itu dalam tipe2 rejim yg berbeda.”

Menurut dia, Negara demokratis yang kita cita-citakan harus bisa represif untuk menegakkan aturan dengan tetap dikontrol oleh oposisi yang cerdas.

“Saya tak tahu apakah teori2 klasik itu masih suka dibaca & didiskusikan o/ teman2 civil society. Saya kira ini perlu dikaji sambil menambahi dgn literatur2 terbaru keadaan sosial global sekarang.”

“Seingat saya tak ada satu pun aktivis 1980an/1990an yg saya kenal yg setuju anarkisme (masyarakat tanpa negara),” kata dia.

(Sur/PARADE.ID)

Artikel Rezim Demokratis Harus Bisa Represif untuk Menegakkan Aturan, Kata Budiman pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/rezim-demokratis-harus-bisa-represif-untuk-menegakkan-aturan-kata-budiman/feed/ 0
Mantan Jubir KPK Sebut Buzzer Itu Hama Demokrasi https://parade.id/mantan-jubir-kpk-sebut-buzzer-itu-hama-demokrasi/ https://parade.id/mantan-jubir-kpk-sebut-buzzer-itu-hama-demokrasi/#respond Thu, 01 Jul 2021 13:44:12 +0000 https://parade.id/?p=13530 Jakarta (PARADE.ID)- Mantan Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan bahwa buzzer itu hama demokrasi. “Kenapa? Buzzer yg saya maksud di sini lebih ditujukan pada pihak2 yg bergerombol melakukan pembiasan informasi, framing yg membangun realitas palsu hingga menyebar hoax dan fitnah thd pihak2 yg mengganggu kepentingan majikan atau pemberi kerja,” kata dia, Kamis (1/7/2021). […]

Artikel Mantan Jubir KPK Sebut Buzzer Itu Hama Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Mantan Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan bahwa buzzer itu hama demokrasi.

“Kenapa? Buzzer yg saya maksud di sini lebih ditujukan pada pihak2 yg bergerombol melakukan pembiasan informasi, framing yg membangun realitas palsu hingga menyebar hoax dan fitnah thd pihak2 yg mengganggu kepentingan majikan atau pemberi kerja,” kata dia, Kamis (1/7/2021).

Memang, kata dia, ada buzzer yang tidak hanya bertindak karena motif ekonomi, melainkan juga ada yang motif ideologis, politik dll. Tapi kata dia yang menjadi persoalan adalah ketika kegiatan buzzer dilakukan secara terstruktur menyerang kredilitas orang tertentu, apalagi pihak yang kritis terhadap penguasa.

“Jd kenapa fenomena buzzer ini disebut hama demokrasi?” tertulis demikian di akun Twitter-nya.

Febri menyinggung buzzer yang menyebar informasi hoax, misalnya. Menurut dia itu adalah soalnya. Itulah poinnya, kata dia.

Informasi seperti inilah jika diletakkan dalam konteks hak berkomunikasi bisa disebut sebagai informasi sampah.

“Problemnya, gmn jk sampah tsb dsebar scr masif? sampah itulah yg pd akhirnya mengotori ruang publik. padahal kt paham, ada banyak pihak yg punya hak konstitusional menerima informasi yg benar di ruang publik ini.”

Padahal, kata dia, penghormatan terhadap keterbukaan sekaligus kebenaran informasi adalah bagian penting dari proses berdemokrasi.

Prinsip penghormatan terhadap keterbukaan dan kebenaran informasi itulah yang menurutnya dirusak oleh para buzzer penyebar berita bohong, hoax, membiaskan informasi dll hingga masyarakat mendapatkan informasi yang keliru atau bahkan terpecah hingga dapat meresahkan publik.

“Dalam konteks inilah. Ruang publik, ruang demokrasi kita saat ini menjadi rusak dan kotor akibat praktek buzzer sbg hama demokrasi ini.”

Adapun cara melawan buzzer, kata dia, sederhana, yakni bisa menjelaskan informasi yang benar. Sesegara mungkin. Jangan ditunda, apalagi diabaikan.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Mantan Jubir KPK Sebut Buzzer Itu Hama Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/mantan-jubir-kpk-sebut-buzzer-itu-hama-demokrasi/feed/ 0
Politisi Singgung Kemunduran Demokrasi, Ekonom Menyoal Hakikatnya https://parade.id/politisi-singgung-kemunduran-demokrasi-ekonom-menyoal-hakikatnya/ https://parade.id/politisi-singgung-kemunduran-demokrasi-ekonom-menyoal-hakikatnya/#respond Sun, 30 May 2021 13:44:46 +0000 https://parade.id/?p=12830 Jakarta (PARADE.ID)- Ekonom Prof. Emil Salim mengatakan bahwa hakikat demokrasi itu sama dengan seperti pembenturan pendapat yang berbeda agar menghasilkan kebenaran. Maka, kata dia, berbeda pendapat itu tidak perlu dianggap sebagai pro atau anti kelompok berkuasa. “Selaku warga bangsa pemilik Republik Indonesia, kita bertanggung-jawab sama memajukan Negara Pancasila kita,” katanya, Ahad (30/5/2021), di akun Twitter-nya. […]

Artikel Politisi Singgung Kemunduran Demokrasi, Ekonom Menyoal Hakikatnya pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ekonom Prof. Emil Salim mengatakan bahwa hakikat demokrasi itu sama dengan seperti pembenturan pendapat yang berbeda agar menghasilkan kebenaran. Maka, kata dia, berbeda pendapat itu tidak perlu dianggap sebagai pro atau anti kelompok berkuasa.

“Selaku warga bangsa pemilik Republik Indonesia, kita bertanggung-jawab sama memajukan Negara Pancasila kita,” katanya, Ahad (30/5/2021), di akun Twitter-nya.

Pernyataan Prof. Emil ditanggapi oleh politisi Gerindra Fadli Zon. Fadli merasa bahwa demokrasi di Indonesia sekarang ini justru seperti mengalami kemunduran parah.

Padahal, ketika bangsa dan Negara ini belum dan akan hadir, Ppendiri bangsa kita, walaupun beragam latar belakang adalah orang-orang yang terbiasa dengan perbedaan pendapat.

“Dari situ lahir pemikiran, gagasan n visi yg lebih tajam, ttg mau dibawa kmn RI. Quo vadis Indonesia?” timpalnya.

Argumentasi para pendiri bangsa pun ketika itu kata Fadli justru kokoh dan bijak terhadap yang berbeda pendapat. Maka, seharusnya tak ada rasa bagi kita demokrasi ini mengalami kemunduran.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Politisi Singgung Kemunduran Demokrasi, Ekonom Menyoal Hakikatnya pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/politisi-singgung-kemunduran-demokrasi-ekonom-menyoal-hakikatnya/feed/ 0