#Demokrasi Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/demokrasi/ Bersama Kita Satu Fri, 15 Dec 2023 02:13:52 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #Demokrasi Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/demokrasi/ 32 32 Jawaban Anies dan Respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada Debat Pertama Pilpres 2024 https://parade.id/jawaban-anies-dan-respons-prabowo-ganjar-soal-penguatan-demokrasi-pada-debat-pertama-pilpres-2024/ https://parade.id/jawaban-anies-dan-respons-prabowo-ganjar-soal-penguatan-demokrasi-pada-debat-pertama-pilpres-2024/#respond Fri, 15 Dec 2023 02:13:52 +0000 https://parade.id/?p=25820 Jakarta (parade.id)- Jawaban Anies Baswedan dan respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada debat pertama Pilpres 2023, Selasa (12/12/2023), diwarnai sindiran, antara capres nomor urut 1 dan capres nomor urut 2. Begini lengkap pertanyaan dan jawaban Anies, serta respons Prabowo-Ganjar yang diajukan lewat pembawa acara pada debat pertama Pilpres 2024: Pertanyaan: Salah satu penting pilar demokrasi adalah […]

Artikel Jawaban Anies dan Respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada Debat Pertama Pilpres 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Jawaban Anies Baswedan dan respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada debat pertama Pilpres 2023, Selasa (12/12/2023), diwarnai sindiran, antara capres nomor urut 1 dan capres nomor urut 2.

Begini lengkap pertanyaan dan jawaban Anies, serta respons Prabowo-Ganjar yang diajukan lewat pembawa acara pada debat pertama Pilpres 2024:

Pertanyaan:

Salah satu penting pilar demokrasi adalah partai politik. namun, kepercayaan publik terhadap partai politik di Indonesia selalu rendah.

Apa kebijakan yang akan Anda lakukan untuk melakukan pembenahan tata kelola partai politik?

Jawaban Capres Anies

Saya rasa lebih dari sekadar dari partai politik–rakyat tidak percaya pada proses demokrasi yang sekarang terjadi. Itu jauh lebih luas dari sekadar partai politik. Ketika kita bicara demokrasi, minimal ada tiga.

Satu, adalah adanya kebebasan berbicara. Yang kedua, adanya oposisi yang bebas mengkritik pemerintah dan menjadi penyeimbang pemerintah. Yang ketiga, adanya proses Pemilu, proses Pilpres yang netral, yang transparan, jujur, adil. Dan kalau kita saksikan hari-hari ini, dua ini mengalami problem.

Kita menyaksikan bagaimana kebebasan berpendapat bicara menurun, termasuk mengkritik partai politik. Dan angka demokrasi kita menurun. Indeks demokrasi kita. Bahkan pasal-pasal yang memberika kewenangan untuk digunakan secara karet kepada pengkritik, misalnya UU ITE. Atau pasal 14, 15, UU Nomor 1 Tahun 1946, itu semua membuat kebebasan berbicara menjadi terganggu. Yang kedua, oposisi. Kita saksikan, minim sekali adanya oposisi selama ini. Dan sekarang ujiannya adalah besok: bisakah Pemilu diselenggarakan dengan netralitas, dengan adil, dengan jujur—ini ujian ketiga.

Jadi, persoalan demokrasi kita lebih luas dari sekadar persoalan partai politik.

Untuk partai politik sendiri, perlu mengembalikan kepercayaan. Tapi di sini ada peran Negara. Menurut saya salah satu masalah yang mendasar partai politik ini memerlukan biaya. Dan biaya politik selama ini tidak pernah diperhatikan dalam proses politik. Untuk kampanye, untuk operasional partai, semua ada biayanya.

Sudah saatnya pembiayaan partai politik itu dhitung dengan benar. Ada transparansi, sehingga rakyat pun melihat: ini institusi yang bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, salah satu reform-nya adalah reform pembiayaan politik oleh partai politik.

Tanggapan Capres Prabowo Subianto

Mas Anies, Mas Anies. Saya berpendapat, Mas Anies ini agak berlebihan. Mas Anies mengeluh tentang demokrasi ini dan itu dan ini, Mas Anies dipilih jadi gubernur DKI menghadapi pemerintah yang berkuasa. Saya yang mengusung Bapak.

Kalau demokrasi kita tidak berjalan, tidak mungkin Anda menjadi gubernur. Kalau Jokowi dictator, Anda tidak mungkin jadi gubernur.

Saya waktu itu oposisi, Mas Anies. Anda ke rumah saya. Kita oposisi. Anda terpilih.

Tanggapan Capres Ganjar

Saya jadi tidak enak mbak hari ini. Mohon maaf. Saya tidak enak, karena dua kawan saya sedang nagih janji dan membuka buku lama. Tapi, yang pertama, tidak ada demokrasi tanpa partai politik. Tidak ada. Suka tidak suka, mau tidak mau. Dan fungsi partai politik itu adalah agregasi. Sumber rekrutmen kader. Pendidikan politik.

Kebetulan saya pernah menjadi Ketua Pansus UU Partai Politik. Maka pada saat perdebatan penguatan dari sisi anggaran, penguatan dari sisi partisipasi masyarakat mesti dilakukan—saat itu tida terlalu banyak yang setuju. Maka, Mas Anies, soal oposisi tidak oposisi, soal kepentingan saja, kok.

Kapan kita bertemu, kapan kita tidak bertemu, dan kemudian kita akan bersikap pada posisi masing-masing. Tapi yang penting pendidikan politik pada masyarakat itu lah yang menjadi PR besar dari partai politik agar cepat dewasa.

Respons Anies atas Prabowo dan Ganjar

Ketika kita menghadapi sebuah proses demokrasi, di situ ada pemerintah dan ada oposisi. Dua-duanya sama terhormat. Dan ketika proses pengambilan keputusan itu dilakukan, bila ada oposisi maka selalu ada pandangan, perspektif berbeda yang membuat masyarakat bisa menilai. Karena itu, oposisi itu, penting. Dan sama-sama terhormat.

Sayangnya, tidak semua orang tahan untuk menjadi oposisi. Seperti yang disampaikan Pak Prabowo, Pak Prabowo tidak tahan untuk menjadi oposisi. Apa yang terjadi? Beliau sendiri menyampaikan, bahwa tidak berada dalam kekuasaan, membuat tidak bisa berbisnis. Tidak bisa berusaha, karena itu harus berada dalam kekuasaan. Kekuasaan lebih dari soal bisnis. Kekuasaan lebih dari soal uang. Kekuasaan adalah soal kehormatan untuk menjalankan kedaulatan rakyat.

(Rob/parade.id)

Artikel Jawaban Anies dan Respons Prabowo-Ganjar soal Penguatan Demokrasi pada Debat Pertama Pilpres 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/jawaban-anies-dan-respons-prabowo-ganjar-soal-penguatan-demokrasi-pada-debat-pertama-pilpres-2024/feed/ 0
Sejak Awal Pemerintahan Jokowi Memiliki Gejala Menjerumuskan Demokrasi dalam Kehancuran https://parade.id/sejak-awal-pemerintahan-jokowi-memiliki-gejala-menjerumuskan-demokrasi-dalam-kehancuran/ https://parade.id/sejak-awal-pemerintahan-jokowi-memiliki-gejala-menjerumuskan-demokrasi-dalam-kehancuran/#respond Tue, 31 Oct 2023 03:38:30 +0000 https://parade.id/?p=25427 Jakarta (parade.id)- Sejak awal pemerintahan Jokowi memiliki gejala untuk menjerumuskan demokrasi dalam kehancuran—telah tercium. Hal itu disampaikan Sekjen SEMA Paramadina Afiq Naufal, kemarin, kepada media. “Mulai legislatif yang didominasi partai Jokowi dan partai pengusungnya  mereduksi asas check and balance,” kata dia. “DPR tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai pengawas dari eksekutif, malah melegitimasi seluruh hajat dari eksekutif. […]

Artikel Sejak Awal Pemerintahan Jokowi Memiliki Gejala Menjerumuskan Demokrasi dalam Kehancuran pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Sejak awal pemerintahan Jokowi memiliki gejala untuk menjerumuskan demokrasi dalam kehancuran—telah tercium. Hal itu disampaikan Sekjen SEMA Paramadina Afiq Naufal, kemarin, kepada media.

“Mulai legislatif yang didominasi partai Jokowi dan partai pengusungnya  mereduksi asas check and balance,” kata dia.

“DPR tidak lagi menjalankan fungsinya sebagai pengawas dari eksekutif, malah melegitimasi seluruh hajat dari eksekutif. Terbukti dari beberapa undang-undang yang kontroversial ataupun anggaran yang diajukan eksekutif dengan mulus diloloskan oleh DPR tanpa menjalankan fungsi pengawasannya,” paparnya.

Mega proyek yang dibangun prokapital pun kata dia tanpa mempertimbangkan kajian akademis secara kompeherensif ataupun pelembagaan audit seperti IKN, PSN, dan lain-lain—dijalankan dengan sangat sporadis.

“Bahkan seringkali mengorbankan hak asasi rakyat kecil demi oligarki. Paling dekat kita lihat Ketua MK Anwar Usman, ipar Jokowi atau paman dari Gibran, memuluskan jalur sutra politik dinasti. Memuluskan kembalinya kematian demokrasi melalui nepotisme,” katanya.

Padahal dengan sangat jelas konstitusi kita mengecam hal tersebut. Hukum mengenai praktik nepotisme sendiri telah diatur dalam UUD RI UUD RI No 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam pasal tersebut juga memuat pengertian dari nepotisme.

Menurut UUD RI No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 angka 5, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bahkan menurut Pasal 22 UU No. 28 Tahun 1999, penyelenggara yang terbukti melakukan praktik nepotisme, akan dikenai konsekuensi hukum.

Selain itu, seluruh pakar hukum ketaranegaraan sengan tegas nenyatakan apa yang dilakukan MK adalah penyelundupan hukum dan pengkebirian pelembagaan yudikatif kita.

“Tugas legislatif sebagai positive legislator atau open legal policy, diambil alih oleh Ipar Jokowi untuk memuluskan putra mahkota dinasti keji Gibran. Hal tersebut kenudian memicu akan terjadinya sengketa pemilu dengan dalil hukum konstitusi,” katanya.

Jadi, kata dia, tidak ada narasi yang dapat membenarkan apa yang dilakukan Jokowi dan kroninya.

“Dinasti tersebut telah membunuh habis demokrasi, sehingga saya mengingatkan kembali dan menuntut keras turunkan Ketua MK, Jokowi dan kroninya. Saya mengajak seluruh mahasiswa Indonesia dan masyarakat luas untuk kembali melawan agar demokrasi dapat kita tegakkan kembali,” serunya.

(Verry/parade.id)

Artikel Sejak Awal Pemerintahan Jokowi Memiliki Gejala Menjerumuskan Demokrasi dalam Kehancuran pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/sejak-awal-pemerintahan-jokowi-memiliki-gejala-menjerumuskan-demokrasi-dalam-kehancuran/feed/ 0
Partai Ummat: Tirani Tidak Peduli Demokrasi https://parade.id/partai-ummat-tirani-tidak-peduli-demokrasi/ https://parade.id/partai-ummat-tirani-tidak-peduli-demokrasi/#respond Wed, 15 Feb 2023 03:13:04 +0000 https://parade.id/?p=23217 Jakarta (parade.id)- Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan bahwa tirani tidak peduli dengan demokrasi. Bagi mereka, kata Ridho, yang ada hanya kepentingan sendiri. Lantas ia mempertanyakan mengapa masih ada yang menginginkan pemilu 2024 ditunda. “Kita sudah melihat dengan mata kepada kita sendiri, bagaimana tirani hukum mengatur putusan peradilan. Diringankan sesuai pesanan. Diberatkan sesuai titipan,” pidatonya […]

Artikel Partai Ummat: Tirani Tidak Peduli Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Ketum Partai Ummat Ridho Rahmadi mengatakan bahwa tirani tidak peduli dengan demokrasi. Bagi mereka, kata Ridho, yang ada hanya kepentingan sendiri. Lantas ia mempertanyakan mengapa masih ada yang menginginkan pemilu 2024 ditunda.

“Kita sudah melihat dengan mata kepada kita sendiri, bagaimana tirani hukum mengatur putusan peradilan. Diringankan sesuai pesanan. Diberatkan sesuai titipan,” pidatonya dalam  Rakernas perdana, beru-baru ini, di Jakarta.

“Bahkan ditembakan timas panas ke tubuh 16 laskar muda yang semuanya berumur 22 tahun. Puluhan gas air mata dilontarkan ke penonton Kanjuruhan. Bergelimpangan 135 orang meregang nyawa, 43 di antaranya masih anak-anak. Tapi mereka bukan sekadar angka. Mereka bukan sekadar daftar nama. Mereka adalah cita-cita dan kebanggan orang tua. Mereka dilahirkan dan disuapi, diajari untuk menyambung hidup, dan kehormatan keluarga. Mereka adalah masa depan dan harapan Indonesia,” ia melanjutkan.

Siapa yang membunuh seseorang bukan karena orang yang dibunuh itu telah membunuh orang lain atau karena telah membuat kerusakan di bumi maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia, kata dia, mengutip ayat di Alquran.

Tirani sekali lagi, kata dia, tidak peduli dengan rakyatnya sendiri, apalagi hanya anak buahnya sendiri. Lantas ia kembali mempertanyakan alasan apa pemilu ditunda.

“Kita telah lihat bagaimana tirani ekonomi membuah 1 persen orang kaya Indonesia mengusai lebih dari 50 persen aset nasional. Sedangkan 99 persen sisanya, termasuk seluruh kita yang hadir di ruangan ini, berebut sisanya (dari 50 aset nasional tersebut). Bayangkan, adil atau tidak? Adil atau zalim? Kalau zalim kita lawan, dengan cara-cara yang beradab, yang adiluhur,” ungkapnya.

Selain tirani demokrasi, Ridho menyebut juga ada tirani ekonomi di mana diberi karpet merah. Bukan untuk ekonomi dalam negeri, sayangnya untuk ekonomi asing.

“Indonesia menjadi komprador. Istilah sekarangnya asong. Membuka pintu bagi imprealisme modern, sehingga 90 persen produk yang dijual, di platform belanja online di Indonesia adalah produk asing,” kata dia.

“Kita lihat, 26 juta penduduk Indonesia, hidup di garis kemiskinan. Berapa garis kemiskinan itu? Garis kemiskinan itu setara Rp500 ribu. Setiap bulannya, untuk kebutuhan: sandang, pangan, papan. Satu orang, bayangkan. 500 ribu untuk sandang, pangan, papan. Ini bukan garis kemiskinan. Rp500 ribu itu, untuk sebulan itu adalah garis kemusnahan,” sambungnya.

Padahal lebih kata dia, dari Rp400 triliun nilai belanja online pada tahun 2021. Hanya 10 persen produk dalam negeri. Tirani, lagi-lagi kata dia tidak pernah peduli, sekalipun rakyatnya melarat ataupun sekara.

“Lalu mengapa pemilu mau ditunda? Apa perlu kita tunda pemilu? Kita lihat bagaimana tirani sumber daya alam telah melakukan destruksi ekologi. Dilubangi 44 persen daratan Indonesia, dipangkas bukit Jayawijaya di Papua sana, digunduli 100 ribu hektare lebih hutan-hutan di nusantara, diambil macam-macam mineralnya, batubaranya, nikelnya, emasnya, uraniumnya, minyaknya, gasnya, kayunya, dan semuanya, jadi bancakan segelintir orang yang serakah yang berkongsi dengan asing dan aseng,” ungkapnya lagi.

“Dan habis manis, sepah pun dibuang. Ditinggalkan begitu saja tanpa pemulihan lingkungan. Menyisakan lubang-lubang asam yang beracun, menyisakan tanah-tanah gundul dan air yang tercemar, dan ditambah dampak perubahan iklim, kerusakannya pun semakin masif. Tirani sekali lagi, tidak peduli ekologi sama sekali, yang penting kepentingan dirinya sendiri,” kata dia.

Menurutnya, di negeri ini masih banyak tirani-tirani lainnya: tirani pendidikan, tirani kesehatan, tirani kebudayaan dan lain sebagainya. “Maka pertanyaan, mengapa pemilu mau ditunda? Jawabannya  tidak ada yang akan ditunda,” tegasnya.

Sirkulasi kekuasaan kepada anak bangsa yang punya kapasitas dan kapabilitas menurut dia adalah sebuah keharusan demi lahirnya keadilan-keadilan multidimensional yang sekaligus membasmi tirani-tirani tersebut. Ini demokrasi yang merupakkan cita-cita dan amanah reformasi, yaitu demokrasi konstitusional yang menjami peralihan kekuasaan secara proporsional.

“Maka itu reformasi menjadi sebuah agenda bangsa yang mendesak untuk dilanjutkan, yang justru tidak boleh ditunda,” tegasnya lagi.

(Rob/parade.id)

Artikel Partai Ummat: Tirani Tidak Peduli Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/partai-ummat-tirani-tidak-peduli-demokrasi/feed/ 0
24 Tahun Reformasi di Mata Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh https://parade.id/24-tahun-reformasi-di-mata-ketua-bidang-pemuda-partai-buruh/ https://parade.id/24-tahun-reformasi-di-mata-ketua-bidang-pemuda-partai-buruh/#respond Tue, 24 May 2022 03:41:51 +0000 https://parade.id/?p=19763 Jakarta (PARADE.ID)- Reformasi telah berusia 24 tahun. Namun, selama 24 tahun reformasi, demokrasi masih dianggap dikebiri—pemerintah pun dinilai gagal mensejahterakan rakyatnya. Demikian yang dikatakan oleh Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh Muhammad Arira Fitra. Misalnya hari ini, kata dia, kita mengingat ditanggal 21 Mei 1998 (lalu, red.) adalah hari yang bersejarah bagi perubahan masyarakat Indonesia, yaitu […]

Artikel 24 Tahun Reformasi di Mata Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Reformasi telah berusia 24 tahun. Namun, selama 24 tahun reformasi, demokrasi masih dianggap dikebiri—pemerintah pun dinilai gagal mensejahterakan rakyatnya. Demikian yang dikatakan oleh Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh Muhammad Arira Fitra.

Misalnya hari ini, kata dia, kita mengingat ditanggal 21 Mei 1998 (lalu, red.) adalah hari yang bersejarah bagi perubahan masyarakat Indonesia, yaitu jatuhnya rezim diktator militer Suharto dimana sejarah ini menjadi catatan emas bagi kaum muda dan masyarakat Indonesia.

Sejak dijatuhkan rezim Suharto, hingga saat ini 24 tahun reformasi telah berlangsung, masih banyak persoalan yang belum terselesaikan oleh Negara.

“Indonesia Negara yang kaya namun juga merupakan salah satu negara yang memiliki catatan dan sejarah yang kelam dalam lapangan HAM dan Demokrasi. Mulai dari pelanggaran Ham berat masa lalu, demokrasi, pendidikan, kesehatan, lapangan pekerjaan, kepasitain tempat tinggal yang layak masih sangat jelas dirasakan oleh kaum muda,” kata dia, belum lama ini, kepada media.

“24 tahun reformasi berbagai macam kasus pelanggaran HAM masa lalu seperti, Pembantaian 1965, Kerusuhan Tanjung Priok (1984), Peristiwa Talangsari (1989), Trisakti (1998), Tragedi Semanggi I (1998), Tragedi Semanggi II (1999), penculikan Aktivis (1997-1998) dan masih banyak yang belum terselesaikan,” sambungnya.

Ini, kata dia, merupakan bagian dari kegagalan pemerintah Jokowi-Ma’ruf untuk mengadili dan menghukum seluruh pelaku pelanggar HAM masa lalu, sebagai jalan untuk memberikan keadilan bagi para korban.

Catatan kelam bagi Demokrasi Indonesia terus berlanjut di era ini, di mana kebebasan berekspresi semakin sempit. Setidak-tidaknya sepanjang tahun 2019 menurut Komnas HAM melaporkan 52 orang meninggal dunia dalam aksi menyampaikan pendapat.

Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita, terutama kata dia bagi kaum muda—bagaimana kaum muda dapat mengekspresikan seluruh kegelisahannya, seluruh persoalan yang tengah dihadapin saat ini, ketika ruang demokrasi dipersempit.

“Maka kami sebagai kaum muda memandang persoalan demokrasi adalah persoalan mendasar yang harus diselesaikan oleh pemerintah saat ini karena demokrasi adalah syarat bagi kaum muda untuk menggapain hari depan yang lebih baik,” katanya.

Ia pun mendesak pemerintahan Jokowi-Ma’ruf untuk segera menyelesaikan asus pelanggaran HAM masa lalu, sebagai bentuk memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarganya.

Soal ekonomi, dan alih-alih segera menyelesaikan persoalan yang selama ini menyelimuti masyarakat Indonesia, pemerintah menurutnya justru fokus terhadap program-program kebijakan yang secara tidak langsung menguntungkan segilintir orang kaya, salah satunya adalah UU Cipta Kerja yang banyak merugikan masyarakat, khususnya kaum muda tetapi menguntungkan para pemilik modal besar.

Kebijakan ini pun menurut dia merupakan salah satu kegagalan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

“Sejak lahirnya produk hukum Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 12 Tahun 2021 adalah malapetaka bagi rakyat Indonesia khususnya kaum muda. Poltik upah murah, fleksibelity diseluruh sektor dunia kerja, sistem kerja kontrak dan outsorching, menjadi ancaman nyata bagi kaum muda dikemudian hari tidak
dapat mewujudkan kesejahteraan,” ungkapnya.

Ia meminta agar pemerintahan Jokowi-Ma’ruf mencabut UU Cipta Kerja karena inkonstitusional. Selain itu ia meminta agar pemerintah memberikan Jaminan Pendidikan, Kesehatan, Lapangan Pekerjaan dan Tempat Tinggal yang layak bagi kaum muda dan rakyat Indonesia.

(Verry/PARADE.ID)

Artikel 24 Tahun Reformasi di Mata Ketua Bidang Pemuda Partai Buruh pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/24-tahun-reformasi-di-mata-ketua-bidang-pemuda-partai-buruh/feed/ 0
Catatan Akhir Tahun 2021 dari Fadli Zon https://parade.id/catatan-akhir-tahun-2021-dari-fadli-zon/ https://parade.id/catatan-akhir-tahun-2021-dari-fadli-zon/#respond Fri, 31 Dec 2021 12:34:17 +0000 https://parade.id/?p=17034 Jakarta (PARADE.ID)- Demokrasi Dibajak Oligarki. Di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama sepanjang 2021 ini, penggunaan kata “oligarki” terus meningkat dalam berbagai diskusi publik di tanah air. Seiring dengan itu, kita juga mencatat berbagai laporan yang menunjukkan terus merosotnya indeks demokrasi Indonesia, termasuk ancaman kembalinya otoritarianisme. Semua catatan tadi tentu saja cukup ironis, mengingat […]

Artikel Catatan Akhir Tahun 2021 dari Fadli Zon pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Demokrasi Dibajak Oligarki.
Di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama sepanjang 2021 ini, penggunaan kata “oligarki” terus meningkat dalam berbagai diskusi publik di tanah air. Seiring dengan itu, kita juga mencatat berbagai laporan yang menunjukkan terus merosotnya indeks demokrasi Indonesia, termasuk ancaman kembalinya otoritarianisme.
Semua catatan tadi tentu saja cukup ironis, mengingat tujuh tahun lalu naiknya Presiden Joko Widodo oleh sejumlah pengamat dianggap sebagai sesuatu yang menjanjikan bagi masa depan politik Indonesia. Salah satu alasannya, Jokowi adalah presiden Indonesia pertama yang tak memiliki kaitan dengan rezim-rezim pemerintahan sebelumnya. Namun, oligarki justru semakin menancapkan kukunya.
Kalau kita membaca laporan-laporan serta indeks demokrasi yang disusun oleh sejumlah lembaga independen, seperti LP3ES, The Economist Intelligence Unit (EIU), Varieties of Democracy (V-Dem) Institute, serta IDEA (International Institute for Democracy and Electoral Assistance), kehidupan demokrasi dan hukum di Indonesia memang kian merosot.
Laporan lembaga-lembaga tadi menunjukkan penurunan signifikan, bukan hanya pada kebebasan sipil, politik, budaya dan fungsi pemerintahan, tetapi juga dalam isu pluralisme. Namun, titik sentral isu kemunduran demokrasi di Indonesia memang terkait kebebasan sipil.
Dalam laporan The Economist Intelligence Unit, misalnya, Indeks Demokrasi mencatat skor terendah dalam 14 tahun terakhir. Indonesia tercatat menduduki peringkat 64 dari 167 negara dengan skor 6,48. Indonesia masuk dalam kategori flawed democracy, atau demokrasi tidak sempurna. Meski peringkat kita sama dengan tahun 2019, skornya turun dan merupakan yang terendah dalam 14 tahun terakhir.
Catatan buruk juga kita peroleh dari Democracy Report 2021 yang dirilis V-Dem Institute, yang menempatkan Indonesia di peringkat 73 dari 179 negara dalam hal indeks demokrasi liberal. Seperti halnya laporan The Economist Intelligence Unit, V-Dem Institute juga menilai tingkat demokrasi Indonesia telah merosot dari “demokrasi elektoral” menjadi “demokrasi yang cacat”.
Seluruh laporan lembaga-lembaga tadi memberi nilai rendah bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Ini bisa menciptakan keraguan banyak orang pada prospek konsolidasi demokrasi di negara kita. Para akademisi dan aktivis kian banyak menyuarakan keprihatinan bahwa demokrasi Indonesia akan semakin mundur, bahkan sedang memutar arah kembali pada otoritarianisme.
Dalam catatan saya, ada empat indikator kemunduran demokrasi sekaligus kian terkonsolidasinya kekuasaan oligarki di Indonesia sepanjang tahun 2021.
Pertama, terberangusnya kebebasan sipil. Sepanjang tahun 2021, kita mencatat ada sejumlah peristiwa menonjol terkait dengan persoalan ini. Kasus pemanggilan BEM UI oleh pihak rektorat sesudah mereka mengkritik Presiden Jokowi di Instagram, atau kasus kriminalisasi seniman mural yang berani mengkritik presiden dan pemerintah, menunjukkan kian sempitnya ruang bagi ekspresi politik dan sikap kritis. Apalagi, angka kriminalisasi terhadap warga negara, jurnalis dan aktivis dengan menggunakan pasal-pasal karet UU ITE juga terus meluas.
Menyempitnya ruang kebebasan berekspresi ini telah mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik di luar pencoblosan. Menurut survei Indikator Politik Indonesia, 69,6 persen responden mengaku menjadi lebih takut menyuarakan pendapat mereka di muka umum.
Kedua, dilanggarnya prinsip-prinsip dasar demokrasi secara terbuka. Bergulirnya wacana tiga periode jabatan kepresidenan, serta semakin kuatnya “koalisi politik” di parlemen, telah menentang prinsip-prinsip demokrasi yang ingin ditegakkan dalam reformasi, terutama terkait pembatasan kekuasaan dan masa jabatan presiden, serta pentingnya menghormati prinsip-prinsip trias politica. Secara umum masyarakat menilai fungsi kontrol parlemen semakin berkurang.
Ketiga, supremasi hukum kian tergerus menjadi “supremasi pembuat hukum”. Secara konstitusional kita sebenarnya adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Namun, dalam praktiknya yang kini berlangsung bukan lagi prinsip “rule of law” (supremasi hukum), namun “rule by law” (supremasi pembuat hukum). Hukum disusun tidak untuk melayani masyarakat dan menegakkan keadilan, namun bisa dibuat untuk melayani kepentingan kekuasaan atau segelintir orang. Contoh konkretnya adalah UU Omnibus Law Cipta Kerja. Kekuatan oligarki semakin dianggap mendominasi kebijakan publik.
Rule by law juga telah menempatkan aparat penegak hukum menjadi seolah berada di atas hukum. Tak heran jika kasus pelanggaran HAM masih sering terjadi di tahun 2021.
Menurut data Amnesty International, jumlah serangan terhadap para aktivis dan pembela HAM di Indonesia tercatat mengalami peningkatan sepanjang 2021. Tercatat ada 95 serangan terhadap 297 aktivis, kritikus pemerintah, mahasiswa, jurnalis, masyarakat adat dan korban lainnya sepanjang tahun ini. Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Dan keempat, kian mundurnya lembaga antikorupsi di Indonesia. Menurut laporan IDEA, dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mencatatkan tren mengkhawatirkan terkait upaya pemberantasan korupsi. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai negara yang telah memperlemah lembaga pemberantas korupsi. Kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia hanya dianggap sedikit lebih baik dari Guatemala, yang pada 2019 silam telah membubarkan lembaga antikorupsinya.
Kebebasan sipil tak boleh mati. Jangan sampai demokrasi yang sejak lama diperjuangkan, kembali dibajak oligarki.

Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI
Jakarta, 31 Desember 2021

Artikel Catatan Akhir Tahun 2021 dari Fadli Zon pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/catatan-akhir-tahun-2021-dari-fadli-zon/feed/ 0
AHY Harus Bertanggung Jawab atas Pernyataan Jubir Partai Demokrat Herzaky https://parade.id/ahy-harus-bertanggung-jawab-atas-pernyataan-jubir-partai-demokrat-herzaky/ https://parade.id/ahy-harus-bertanggung-jawab-atas-pernyataan-jubir-partai-demokrat-herzaky/#respond Sat, 09 Oct 2021 03:18:19 +0000 https://parade.id/?p=15422 Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Pergerakan Rakyat Demokrasi Indonesia (PERAK DEMOKRASI), Penri Sitompul menanggapi ucapan Juru Bicara (Jubir) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang menyebut bahwa Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menggulingkan Presiden RI sebelumnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Kendati Herzaky sudah meminta maaf, tapi menurut Pendri hal itu tidak cukup. Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) […]

Artikel AHY Harus Bertanggung Jawab atas Pernyataan Jubir Partai Demokrat Herzaky pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Pergerakan Rakyat Demokrasi Indonesia (PERAK DEMOKRASI), Penri Sitompul menanggapi ucapan Juru Bicara (Jubir) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang menyebut bahwa Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menggulingkan Presiden RI sebelumnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Kendati Herzaky sudah meminta maaf, tapi menurut Pendri hal itu tidak cukup.

Ketum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menurutnya juga harus bertanggung jawab atas hal itu dan mengklarifikasi secara resmi serta meminta maaf secara langsung kepada Megawati Soekarnoputri dan seluruh rakyat Indonesia.

“Pernyataan yang kemudian dibilang keseleo lidah oleh jubir tersebut merupakan bukti nyata bahwa AHY belum matang dan tidak cakap dalam memimpin, membina, mengarahkan kadernya,” demikian katanya, kepada parade.id, kemarin.

Pernyataan itu menurut Pendri tidak etis. Sehingga bisa dikatakan menjadi fitnah apa yang disampaikan oleh Jubir Herzaky tersebut kepada tokoh bangsa sekaligus mantan Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri.

“Saya, kami, dari generasi muda aktivis mahasiswa dan pemuda, relawan yang tergabung dalam Pergerakan Rakyat Demokrasi Indonesia (PERAK DEMOKRASI), loyalis Bung Karno dan Megawati Soekarnoputri, tidak terima dengan pernyataan tersebut,” Pendri menegaskan.

Diakui oleh Herzaky bahwa ia keseleo lidah tampaknya tidak diterima Pendri. Baginya, Herzaky telah secara sadar dalam kapasitas kepartaiannya menyebut Megawati menggulingkan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

“Herzaky kemudian mengaku terpeleset lidah. Kemudian tak lama meminta maaf. Tetapi, dampak pernyataannya tersebut sudah meluas ke publik,” kata dia.

(Ver/PARADE.ID)

Artikel AHY Harus Bertanggung Jawab atas Pernyataan Jubir Partai Demokrat Herzaky pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/ahy-harus-bertanggung-jawab-atas-pernyataan-jubir-partai-demokrat-herzaky/feed/ 0
Rezim Demokratis Harus Bisa Represif untuk Menegakkan Aturan, Kata Budiman https://parade.id/rezim-demokratis-harus-bisa-represif-untuk-menegakkan-aturan-kata-budiman/ https://parade.id/rezim-demokratis-harus-bisa-represif-untuk-menegakkan-aturan-kata-budiman/#respond Wed, 01 Sep 2021 06:37:28 +0000 https://parade.id/?p=14734 Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PDIP, yang juga aktivis 98’ Budiman Sudjatmiko mengimbau agar kita bisa membedakan otoriter dengan represif. Dan menurutnya, semua rezim demokratis harus bisa represif untuk menegakkan aturan. “Jika tak represif, bisa jatuh bangun & kacau. Adanya kontrol/oposisi yg cerdas adalah utk mencegah jgn sampai jd otoriter. Pemerintah pak @jokowi represif? Ya. Otoriter? Tidak,” […]

Artikel Rezim Demokratis Harus Bisa Represif untuk Menegakkan Aturan, Kata Budiman pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Politisi PDIP, yang juga aktivis 98’ Budiman Sudjatmiko mengimbau agar kita bisa membedakan otoriter dengan represif. Dan menurutnya, semua rezim demokratis harus bisa represif untuk menegakkan aturan.

“Jika tak represif, bisa jatuh bangun & kacau. Adanya kontrol/oposisi yg cerdas adalah utk mencegah jgn sampai jd otoriter. Pemerintah pak @jokowi represif? Ya. Otoriter? Tidak,” katanya, Rabu (1/9/2021).

Dok. Twitter @budimandjatmiko

“Bedakan represif dgn otoriter, bedakan otoriter dgn totaliter (2 tahun lalu saya buat thread perbedaan keduanya). Pahami itu agar niat baikmu tak jd bencana krn gak didasari ILMU. Sudah lama manusia jd korban bencana sosial krn niat baik yg tak didasari ilmu,” tertulis demikian ketika mengomentari salah satu netizen, @__AnakKolong.

Ini cuitan @__AnakKolong yang dikomentari Budiman: “MESTINYA ASFINAWATI – Ketua @YLBHI SESEKALI BERDISKUSI DENGAN “ANAK KAMPUNG” INI | tentang rezim otoriter yang tak akan senang dgn kebebasan, tak terkecuali kebebasan akademik, sebagaimana yg dimaksudkan Asfinawati yg samapai hari ini masih bebas ngebacot sana – sini.”

Kata Louis Althuser, kutip Budiman, negara harus memiloko dua jenis aparatus (yang liberal sekalipun). Yakni Aparatus ideologis dan Aparatus represif.

“Dulu aktivis 1980an & 1990an suka mendiskusikan perbedaan fungsi kedua aparatus itu dalam tipe2 rejim yg berbeda.”

Menurut dia, Negara demokratis yang kita cita-citakan harus bisa represif untuk menegakkan aturan dengan tetap dikontrol oleh oposisi yang cerdas.

“Saya tak tahu apakah teori2 klasik itu masih suka dibaca & didiskusikan o/ teman2 civil society. Saya kira ini perlu dikaji sambil menambahi dgn literatur2 terbaru keadaan sosial global sekarang.”

“Seingat saya tak ada satu pun aktivis 1980an/1990an yg saya kenal yg setuju anarkisme (masyarakat tanpa negara),” kata dia.

(Sur/PARADE.ID)

Artikel Rezim Demokratis Harus Bisa Represif untuk Menegakkan Aturan, Kata Budiman pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/rezim-demokratis-harus-bisa-represif-untuk-menegakkan-aturan-kata-budiman/feed/ 0
Mantan Jubir KPK Sebut Buzzer Itu Hama Demokrasi https://parade.id/mantan-jubir-kpk-sebut-buzzer-itu-hama-demokrasi/ https://parade.id/mantan-jubir-kpk-sebut-buzzer-itu-hama-demokrasi/#respond Thu, 01 Jul 2021 13:44:12 +0000 https://parade.id/?p=13530 Jakarta (PARADE.ID)- Mantan Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan bahwa buzzer itu hama demokrasi. “Kenapa? Buzzer yg saya maksud di sini lebih ditujukan pada pihak2 yg bergerombol melakukan pembiasan informasi, framing yg membangun realitas palsu hingga menyebar hoax dan fitnah thd pihak2 yg mengganggu kepentingan majikan atau pemberi kerja,” kata dia, Kamis (1/7/2021). […]

Artikel Mantan Jubir KPK Sebut Buzzer Itu Hama Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Mantan Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan bahwa buzzer itu hama demokrasi.

“Kenapa? Buzzer yg saya maksud di sini lebih ditujukan pada pihak2 yg bergerombol melakukan pembiasan informasi, framing yg membangun realitas palsu hingga menyebar hoax dan fitnah thd pihak2 yg mengganggu kepentingan majikan atau pemberi kerja,” kata dia, Kamis (1/7/2021).

Memang, kata dia, ada buzzer yang tidak hanya bertindak karena motif ekonomi, melainkan juga ada yang motif ideologis, politik dll. Tapi kata dia yang menjadi persoalan adalah ketika kegiatan buzzer dilakukan secara terstruktur menyerang kredilitas orang tertentu, apalagi pihak yang kritis terhadap penguasa.

“Jd kenapa fenomena buzzer ini disebut hama demokrasi?” tertulis demikian di akun Twitter-nya.

Febri menyinggung buzzer yang menyebar informasi hoax, misalnya. Menurut dia itu adalah soalnya. Itulah poinnya, kata dia.

Informasi seperti inilah jika diletakkan dalam konteks hak berkomunikasi bisa disebut sebagai informasi sampah.

“Problemnya, gmn jk sampah tsb dsebar scr masif? sampah itulah yg pd akhirnya mengotori ruang publik. padahal kt paham, ada banyak pihak yg punya hak konstitusional menerima informasi yg benar di ruang publik ini.”

Padahal, kata dia, penghormatan terhadap keterbukaan sekaligus kebenaran informasi adalah bagian penting dari proses berdemokrasi.

Prinsip penghormatan terhadap keterbukaan dan kebenaran informasi itulah yang menurutnya dirusak oleh para buzzer penyebar berita bohong, hoax, membiaskan informasi dll hingga masyarakat mendapatkan informasi yang keliru atau bahkan terpecah hingga dapat meresahkan publik.

“Dalam konteks inilah. Ruang publik, ruang demokrasi kita saat ini menjadi rusak dan kotor akibat praktek buzzer sbg hama demokrasi ini.”

Adapun cara melawan buzzer, kata dia, sederhana, yakni bisa menjelaskan informasi yang benar. Sesegara mungkin. Jangan ditunda, apalagi diabaikan.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Mantan Jubir KPK Sebut Buzzer Itu Hama Demokrasi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/mantan-jubir-kpk-sebut-buzzer-itu-hama-demokrasi/feed/ 0
Politisi Singgung Kemunduran Demokrasi, Ekonom Menyoal Hakikatnya https://parade.id/politisi-singgung-kemunduran-demokrasi-ekonom-menyoal-hakikatnya/ https://parade.id/politisi-singgung-kemunduran-demokrasi-ekonom-menyoal-hakikatnya/#respond Sun, 30 May 2021 13:44:46 +0000 https://parade.id/?p=12830 Jakarta (PARADE.ID)- Ekonom Prof. Emil Salim mengatakan bahwa hakikat demokrasi itu sama dengan seperti pembenturan pendapat yang berbeda agar menghasilkan kebenaran. Maka, kata dia, berbeda pendapat itu tidak perlu dianggap sebagai pro atau anti kelompok berkuasa. “Selaku warga bangsa pemilik Republik Indonesia, kita bertanggung-jawab sama memajukan Negara Pancasila kita,” katanya, Ahad (30/5/2021), di akun Twitter-nya. […]

Artikel Politisi Singgung Kemunduran Demokrasi, Ekonom Menyoal Hakikatnya pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ekonom Prof. Emil Salim mengatakan bahwa hakikat demokrasi itu sama dengan seperti pembenturan pendapat yang berbeda agar menghasilkan kebenaran. Maka, kata dia, berbeda pendapat itu tidak perlu dianggap sebagai pro atau anti kelompok berkuasa.

“Selaku warga bangsa pemilik Republik Indonesia, kita bertanggung-jawab sama memajukan Negara Pancasila kita,” katanya, Ahad (30/5/2021), di akun Twitter-nya.

Pernyataan Prof. Emil ditanggapi oleh politisi Gerindra Fadli Zon. Fadli merasa bahwa demokrasi di Indonesia sekarang ini justru seperti mengalami kemunduran parah.

Padahal, ketika bangsa dan Negara ini belum dan akan hadir, Ppendiri bangsa kita, walaupun beragam latar belakang adalah orang-orang yang terbiasa dengan perbedaan pendapat.

“Dari situ lahir pemikiran, gagasan n visi yg lebih tajam, ttg mau dibawa kmn RI. Quo vadis Indonesia?” timpalnya.

Argumentasi para pendiri bangsa pun ketika itu kata Fadli justru kokoh dan bijak terhadap yang berbeda pendapat. Maka, seharusnya tak ada rasa bagi kita demokrasi ini mengalami kemunduran.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Politisi Singgung Kemunduran Demokrasi, Ekonom Menyoal Hakikatnya pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/politisi-singgung-kemunduran-demokrasi-ekonom-menyoal-hakikatnya/feed/ 0
Sistem Politik Demokrasi Dewasa Ini https://parade.id/sistem-politik-demokrasi-dewasa-ini/ https://parade.id/sistem-politik-demokrasi-dewasa-ini/#respond Wed, 03 Mar 2021 03:42:04 +0000 https://parade.id/?p=11124 Jakarta (PARADE.ID)- Dalam pandangan saya, sistem politik demokrasi kita yang cenderung ‘menang-menangan’ ternyata mendatangkan banyak madharatnya sendiri. Apalagi di negara kita yang masyarakatnya belum sepenuhnya paham politik, di AS saja yang masyarakat terdidiknya lebih besar, demokrasi bebas membelah masyarakat dan menciptakan polarisasi. Demokrasi terbuka yg dirancang utk saling berkompetisi memang mendorong situasi politik menjadi lebih […]

Artikel Sistem Politik Demokrasi Dewasa Ini pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Dalam pandangan saya, sistem politik demokrasi kita yang cenderung ‘menang-menangan’ ternyata mendatangkan banyak madharatnya sendiri.

Apalagi di negara kita yang masyarakatnya belum sepenuhnya paham politik, di AS saja yang masyarakat terdidiknya lebih besar, demokrasi bebas membelah masyarakat dan menciptakan polarisasi.

Demokrasi terbuka yg dirancang utk saling berkompetisi memang mendorong situasi politik menjadi lebih dinamis, parpol serta politisi saling bersaing adu visi & strategi utk mendapatkan dukungan masyarakat. Tetapi harus diakui semua itu mendatangkan problem yg tidak sedikit juga.

Karena ukurannya hanya menang-kalah, banyak-banyakan mendapatkan suara, tak jarang politisi melakukan segala cara, yang penting menang. Politik transaksional yang pragmatis pun tak terhindarkan.

Masyarakat dibelah dengan logika ‘us vs them’, yang sama dukungannya adalah kawan, yang berbeda menjadi lawan. Ini besar risikonya dalam jangka panjang bagi bangsa ini.

Kita melihat sendiri dalam banyak pemilu, pilkada dan pilpres, sistem pemilihan terbuka membuat banyak politisi digerakkan dengan moralitas menan-kalah saja, akibatnya gagasan dan idealisme berbangsa dan bernegara sering dikorbankan.

Padahal kunci sukses demokrasi adalah berpegang pada nilai-nilai dan moralitas itu, bukan hanya kompetisi menang-kalah yang ‘zero sum game’.

Lebih repot lagi, setelah pertarungan selesai, ternyata para elit tetap bersatu untuk kekuasaan. Sementara masyarakat masih terbelah. Ongkos sosialnya besar sekali. Layak kita diskusikan bersama, bagaimana format terbaik kedepan?

Apa yang sebenarnya dimaksud oleh para founding fathers kita dengan demokrasi yang ‘musyawarah mufakat’ dan sistem perwakilan itu?

Saya kira kita perlu serius memikirkan ini bersama-sama. Jangan sampai soliditas bangsa terus terkoyak.

Melanjutkan diskusi kita sebelumnya bahwa kita perlu memikirkan ulang format penyelenggaraan politik demokrasi kita, saya akan menambahkan beberapa poin.

Kita belajar dari rangkaian pemilihan umum yang lalu. Termasuk pileg & pilpres 2019 serta pilkada serentak 2020.

Masih jelas di ingatan kita bagaimana ribuan korban petugas KPPS meninggal dunia, masyarakat terbelah dukungan politiknya dengan sentimen bernuansa SARA, hasil pemilihan yg menghasilkan rangkaian demonstrasi yg sempat rusuh. Politik kita jd tegang. Terlalu besar ongkos sosialnya.

Namun, apa hasilnya? Melebarnya kesenjangan sosial, terkoyaknya rasa kebangsaan, rasa saling membenci di tengah masyarakat, bahkan distrust terhadap pihak yang menang.

Di sisi lain, ternyata elit tetap cenderung berpikir kekuasaan saja. Dukungan kental dari masyarakat yang hampir membelah soliditas berbangsa, ternyata berakhir mengecewakan dengan bergabungnya pihak-pihak yang bersaing jadi satu kubu juga.

Untuk apa bertarung dengan ‘cara zero sum game’, jika toh capres-cawapres yang kalah kini berada di pemerintahan yang sama juga.

Sekali lagi, saya merasa kita harus mendiskusikan ulang format demokrasi dengan pemilihan terbuka ini. Paling tidak memperbaiki tata kelolanya. Format penyelenggaraan pemilunya. Jangan sampai ke depan masyarakat jadi korban saja, ongkos sosial yang harus dibayar mahal sekali!

Pasti ada maksud tersendiri dulu para ‘founding fathers’ merumuskan format politik kita sebagai ‘musyawarah mufakat’ dan sistem perwakilan. Tidak kompetisi terbuka yang ‘menang-menangan’ itu.

Bahkan masyarakat yang minoritas sekalipun, yang bukan kelompok mayoritas secara suku, agama, ras dan antargolongan pun ada perwakilannya.

Bagaimana seharusnya ke depan? Ini layak untuk kita diskusikan.

#PerspektifBangZul #ZulHas #OpiniBangZul

*Ketum PAN Zulkifli Hasan

Artikel Sistem Politik Demokrasi Dewasa Ini pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/sistem-politik-demokrasi-dewasa-ini/feed/ 0