#Forensik Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/forensik/ Bersama Kita Satu Wed, 26 Aug 2020 14:13:14 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #Forensik Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/forensik/ 32 32 Ingin Jadi Pakar Forensik Digital? Ini Kuncinya https://parade.id/ingin-jadi-pakar-forensik-digital-ini-kuncinya/ https://parade.id/ingin-jadi-pakar-forensik-digital-ini-kuncinya/#respond Wed, 26 Aug 2020 14:13:14 +0000 https://parade.id/?p=6340 Jakarta (PARADE.ID)- Pakar Forensik Digital, Ruby Alamsyah, mengatakan untuk menjadi praktisi forensik digital harus menguasai keilmuan teknologi informasi. Artinya, tidak cukup menguasai forensik saja. “Seringkali kendala dari praktisi forensik digital tidak didukung oleh pengalaman ilmu TI yang secara menyeluruh,” kata dia dalam acara sedaring “PANDI Meeting 11”, Selasa (25 Agustus 2020). “Analoginya, dokter ketika ingin […]

Artikel Ingin Jadi Pakar Forensik Digital? Ini Kuncinya pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Pakar Forensik Digital, Ruby Alamsyah, mengatakan untuk menjadi praktisi forensik digital harus menguasai keilmuan teknologi informasi. Artinya, tidak cukup menguasai forensik saja.

“Seringkali kendala dari praktisi forensik digital tidak didukung oleh pengalaman ilmu TI yang secara menyeluruh,” kata dia dalam acara sedaring “PANDI Meeting 11”, Selasa (25 Agustus 2020).

“Analoginya, dokter ketika ingin menjadi ahli dokter forensik harus menjadi dokter dulu, alias dokter umum, demikian juga di ilmu forensik digital, ahli harus menjadi orang TI dulu,” ujar Ruby.

Selain menguasai ilmu TI, praktiksi forensik digital harus bekerja dengan penuh ketelitian. Ini karena sifat dari barang bukti itu sangat rentan. Apalagi barang bukti digital itu harus sesuai atau dapat diterima dengan hukum yang berlaku.

“Kita harus pakai mindset ini karena salah sedikit atau ada keteledoran atau ketidaktelitian saat melakukan tahapan forensik digital, bisa saja barang bukti yang tadinya asli, bisa tidak sah dikarenakan kesalahan tahapan yang kita lakukan,” ujar dia.

Selanjutnya, forensik digital harus berdasarkan data atau fakta yang ada di bukti digital. “Apakah digital evidence itu asli atau tidak, juga kita juga buktikan,” kata Ruby. Pendek kata, forensik digital juga mensyaratkan detail dan lengkap.

“Dokumentasi digital baik saat ditaruh di lab atau diproses kembali oleh tim, itu semua harus ada catatannya, […] memastikan barang bukti itu asli dari awal saat dikloning sampai diperiksa di pengadilan,” ujar dia.

Sebab, kata dia, hasil forensik digital harus dapat dipercaya dan dapat dimengerti utamanya oleh semua pihak yang berkepentingan di bidang hukum, seperti polisi, pengacara, jaksa, majelis hakim, dan sebagainya.

“Semuanya harus dirangkum dengan pas baik dengan bahasa teknis serta dapat dipahami secara mudah oleh orang awam,” kata Ruby.

Ia pun membagikan kiat berdasarkan pengalaman pribadinya untuk siapa pun yang ingin mendalami forensik digital, antara lain:

Pertama, berpikir out of the box. Seorang praktisi forensik digital harus suka dengan ilmu investigasi.

Kedua, praktisi forensik digital harus menjaga integritas diri sehingga klien benar-benar bisa percaya dengan pekerjaannya.

Ketiga, perhatian terhadap detail. Jika tidak teliti, belum tentu bisa dapat hasilnya.

Keempat, gigih dalam bekerja (persisten). Ini sangat penting, kata Ruby. Ia mencontohkan kasus video seksual antara Ariel dan Luna Maya yang heboh beberapa tahun lalu. Saat itu sulit mencari siapa penyebar pertama video tersebut. Tapi, dengan forensik digital, Ruby berhasil membuktikan.

“Kami persisten selama dua minggu lebih membantu penegak hukum untuk menemukan seluruhnya siapa saja yang upload di internet, sampai yang pertama kali mengakses dari hard disk dari Ariel,” kata dia.

Bahan pembelajaran

Ruby mengatakan, semestinya hasil setiap forensik digital dari insiden siber atau teknologi informasi bisa menjadi bahan pembelajaran bagi siapa saja. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan oleh pihak-pihak kemungkinan juga bisa mengalami insiden siber.

Ia mencontohkan kasus kebocoran data di salah satu e-commerce pada 2019 yang seharusnya bisa dijadikan pembelajaran bagi pelaku e-commerce lain. Sayangnya, tahun ini insiden serupa dialami pelaku e-commerce lain.

“Forensik digital tidak dijadikan lesson learned pihak lain,” kata dia.

Seperti diketahui, tahun lalu Bukalapak mengalami insiden kebocoran data sebanyak 13 juta akun pengguna, lalu tahun ini kebocoran data juga dialami Tokopedia (91 juta akun) dan Bhinneka (1,2 juta akun).

Menurut Ruby, forensik digital bisa digunakan dalam banyak hal, baik untuk kebutuhan ilmiah, investigasi kriminal, intelijen, maupun administratif.

Selain itu, hal-hal yang berkaitan dengan keamanan internet dan teknologi informasi. Dari situlah, forensik digital bisa dipakai untuk mendapatkan pembelajaran

(Cyberthreat/PARADE.ID)

Artikel Ingin Jadi Pakar Forensik Digital? Ini Kuncinya pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/ingin-jadi-pakar-forensik-digital-ini-kuncinya/feed/ 0
Samakah Bukti Elektronik dengan Bukti Digital, Ini Penjelasan Pakar Forensik Digital https://parade.id/samakah-bukti-elektronik-dengan-bukti-digital-ini-penjelasan-pakar-forensik-digital/ https://parade.id/samakah-bukti-elektronik-dengan-bukti-digital-ini-penjelasan-pakar-forensik-digital/#respond Tue, 14 Jul 2020 03:28:40 +0000 https://parade.id/?p=3591 Jakarta (PARADE.ID)- Dalam kasus kejahatan siber, keberadaan barang bukti elektronik dan bukti digital sangat krusial karena sebagai alat pembuktian hukum di pengadilan. Namun, adakah terminologi keduanya memiliki kesamaan arti? Kepala Pusat Studi Forensik Digital Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Yudi Prayudi, mengatakan barang bukti elektronik jelas berbeda dengan bukti digital. Menurut Yudi, bukti elektronik itu […]

Artikel Samakah Bukti Elektronik dengan Bukti Digital, Ini Penjelasan Pakar Forensik Digital pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Dalam kasus kejahatan siber, keberadaan barang bukti elektronik dan bukti digital sangat krusial karena sebagai alat pembuktian hukum di pengadilan. Namun, adakah terminologi keduanya memiliki kesamaan arti?

Kepala Pusat Studi Forensik Digital Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Yudi Prayudi, mengatakan barang bukti elektronik jelas berbeda dengan bukti digital.

Menurut Yudi, bukti elektronik itu memuat semua perangkat digital yang sifatnya fisik, seperti handphone, komputer, laptop, USB, dan sebagainya. Intinya, sesuatu yang sifatnya fisik itu bukti elektronik.

Sementara itu, kata Yudi, bukti digital adalah konten yang terdapat dalam bukti elektronik tersebut. Untuk mendapatkan konten tersebut itu harus ada cara tertentu; salah satunya diakuisisi (forensic imaging).

“Memang masalah terminologi yang sekarang dipakai itu belum ada kesepakatan dari komunitas akademisi atau praktisi dan penegak hukum,” ujar Yudi kepada Cyberthreat.id, Jumat (10 Juli 2020).

Yudi mengatakan, penanganan bukti elektronik dan bukti digital juga sangat berbeda sehingga harus diperjelas kedudukan atau makna hukumnya.

Menurut Yudi, jika pemerintah betul-betul memandang bahwa bukti digital menjadi sesuatu yang sangat penting ke depan, di era ruang siber, tentunya kedudukan hukum dari bukti digital harus diperjelas.

“Bukti digital itu beda penanganannya [dengan bukti elektronik]. Karena sifatnya digital, mau tidak mau, file atau binary harus diperlakukan secara khusus dari mulai chain of custody-nya, kemudian bagaimana kontrol terhadap pelaporannya, juga kontrol terhadap aksesnya. Ini yang belum ada di terminologi hukum,” ujar Yudi.

Selain bukti elektronik dan digital, ada lagi satu terminologi yang menjadi materi pokok dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) aparat hukum: “temuan bukti digital”.

Menurut Yudi, “temuan bukti digital” merupakan bagian dari bukti digital yang menjadi materi pokok dari laporan-laporan pemeriksaan forensik digital.

“Temuan bukti digital merupakan subset dari bukti digital yang berorientasi langsung kepada objek pemeriksaan,” ujar dia.

“Katakanlah handphone itu bukti elektronik, kemudian hasil akuisisi/ekstraksi dari handphone itu bukti digitalnya, lalu hal-hal yang berkaitan dengan kasus yang diperlukan untuk pembuktian atau rekonstruksi itu hanya subset-nya saja. Subset-nya itu disebut dengan temuan bukti digital,” Yudi menjelaskan.

Terminologi “temuan bukti digital”, menurut Yudi, belum banyak diterapkan dan dipahami bersama oleh aparat penegak hukum.

Selain itu, dalam memperoleh bukti yang sah secara hukum juga harus sesuai dengan kaidah regulasi yang ada.

“Misalnya penanganan komputer yang masih hidup beda dengan komputer yang dalam keadaan mati. Beda juga dengan penanganan handphone,” kata dia.

Selama ini regulasi atau kaidah dalam penanganan bukti digital dan elektronik serta metode pemeriksaan bukti keduanya merujuk pada ISO 27037.

(cyberthreat/PARADE.ID)

Artikel Samakah Bukti Elektronik dengan Bukti Digital, Ini Penjelasan Pakar Forensik Digital pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/samakah-bukti-elektronik-dengan-bukti-digital-ini-penjelasan-pakar-forensik-digital/feed/ 0
Perlunya Pusat Laboratorium Forensik Digital https://parade.id/perlunya-pusat-laboratorium-forensik-digital/ https://parade.id/perlunya-pusat-laboratorium-forensik-digital/#respond Thu, 09 Jul 2020 10:49:35 +0000 https://parade.id/?p=3216 Jakarta (PARADE.ID)- Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Asri Agung Putra mengatakan, di era digital saat ini, tren kejahatan pidana cenderung menggunakan piranti elektronik. Oleh karenanya, ia mengusulkan adanya prosedur operasional standar (SOP) ketat yang berlaku di semua aparat penegak hukum dalam menangani alat bukti elektronik. “Sehingga penanganan bukti elektronik tersebut bisa terwujud responsif dan akuntabel,” […]

Artikel Perlunya Pusat Laboratorium Forensik Digital pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Asri Agung Putra mengatakan, di era digital saat ini, tren kejahatan pidana cenderung menggunakan piranti elektronik.

Oleh karenanya, ia mengusulkan adanya prosedur operasional standar (SOP) ketat yang berlaku di semua aparat penegak hukum dalam menangani alat bukti elektronik.

“Sehingga penanganan bukti elektronik tersebut bisa terwujud responsif dan akuntabel,” kata Agung di seminar virtual bertajuk “Urgensi Kerangka Hukum Pengaturan Bukti Elektronik di Indonesia” yang diadakan Lembaga Kemitraan, Rabu (8 Juli 2020).

Agung mengatakan, perlu sinkronisasi antarlembaga agar SOP tersebut berjalan dalam satu pemahaman. Di sinilah, pentingnya regulasi yang bisa dijadikan rujukan bersama.

“Sehingga, dari hulu dan hilir ada kesepahaman, ini yang penting kita wujudkan dalam rangka manajemen electronic evidence ini,” kata dia.

Mengenai regulasi, kata dia, haruslnya mencakup hal-hal, seperti cara pengambilan, pengelolaan, penyimpanan, dan saat membuka alat bukti di persidangan. Dengan begitu, semua aparat penegak hukum bisa mengakui keberadaan dan keaslian datanya.

Yang tak kalah penting, kata dia, kualitas sumber daya manusia yang menanganinya. “Tersedianya sumber daya manusia yang andal dan mumpuni baik kualitas maupun kuantitasnya untuk melaksanakan fungsi sebagai digital evidence first responder(DEFR),” ujar Agung.

Ke depan, ia juga menyarankan perlu membentuk pengelola data atau data examiner, analis data, pembuat laporan, dan pengelola bukti elektronik. “Ini salah satu prasyarat yang perlu ada dalam mengelola satu manajemen bukti elektronik,” jelas Agung.

Selanjutnya, dukungan infrastruktur manajemen penanganan alat bukti elektronik, yaitu pusat laboratorium digital forensik.

“Tidak mudah [membangun pusat laboratorium digital forensik] karena biaya sangat mahal,” kata dia.

“Oleh karenanya, saya juga ingin titip kepada Bappenas karena keberadaan laboratorium ini sangat penting dan sangat strategis, kami di Kejaksaan sekiranya bisa dilengkapi adanya laboratorium ini sehingga pengelolaan bukti elektronik dalam rangka penanganan kami bisa cepat mewujudkannya.”

Peran strategis

Bukti elektronik, kata Agung, memiliki peran strategis, terutama dalam efektivitas penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan putusan pengadilan.

“Bukti elektronik ini bisa menentukan apakah suatu perkara dapat ditutup penyidikannya atau dilanjutkan penuntutannya di depan persidangan,” kata dia.

“Kita menyaksikan persidangan terhadap kasus Jessica Wongso (pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihi dengan racun sianida yang telah diputus pada 2016), di mana peranan CCTV sangat menentukan dalam pembuktian.”

“Bagaimana seandainya perkara itu kita tidak dapatkan fakta dari CCTV, tentu itu akan menjadikan problema dalam penanganan yang dimaksud,” kata dia.

Tantangan lain dalam pembuktian elektronik, kata Agung, isu hak asasi manusia karena bukti elektronik itu mengandung konten yang sifatnya pribadi.

“Ini menjadi persoalan sehingga kita tidak mudah mendapatkannya karena akan berhadapan dengan isu HAM dan perlindungan data pribadi. Juga, isu pelanggaran kepentingan ekonomi dan bisnis,” ujar Agung.

Agung juga menegaskan, penanganan bukti elektronik bukan hanya tentang bagaimana mempergunakan teknologi yang terbaru untuk mendapatkan informasi terkait tindak pidana.

Namun, dibutuhkan pula agar penegak hukum secara “berkesinambungan memperbarui kebijakan penegakan hukumnya sebagai respons yang tepat terhadap kemajuan teknologi,” kata Asri.

(Cyberthreat/PARADE.ID)

Artikel Perlunya Pusat Laboratorium Forensik Digital pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/perlunya-pusat-laboratorium-forensik-digital/feed/ 0