#IKOHI Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/ikohi/ Bersama Kita Satu Tue, 22 Oct 2024 08:02:27 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #IKOHI Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/ikohi/ 32 32 Pernyataan Menko Yusril soal Ini Disebut Upaya Pemutihan Pelanggaran HAM https://parade.id/pernyataan-menko-yusril-soal-ini-disebut-upaya-pemutihan-pelanggaran-ham/ https://parade.id/pernyataan-menko-yusril-soal-ini-disebut-upaya-pemutihan-pelanggaran-ham/#respond Tue, 22 Oct 2024 08:02:27 +0000 https://parade.id/?p=28083 Jakarta (parade.id)- Sejumlah lembaga dan individu dalam pernyataan bersama mengecam pernyataan yang disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan. “Berdasarkan pemberitaan di media yang kami dapatkan, terdapat dua pernyataan bermasalah yang disampaikannya. Pada 20 Oktober 2024, ia menyampaikan bahwa ia tengah menunggu arahan dari Presiden dalam kaitannya […]

Artikel Pernyataan Menko Yusril soal Ini Disebut Upaya Pemutihan Pelanggaran HAM pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Sejumlah lembaga dan individu dalam pernyataan bersama mengecam pernyataan yang disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan.

“Berdasarkan pemberitaan di media yang kami dapatkan, terdapat dua pernyataan bermasalah yang disampaikannya. Pada 20 Oktober 2024, ia menyampaikan bahwa ia tengah menunggu arahan dari Presiden dalam kaitannya dengan penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu,” demikian pernyataan bersama (KontraS, IKOHI, dan YPKP65/Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan  1965/66), Selasa (22/10/2024).

“Ia menambahkan bahwa penyelesaian tersebut sulit untuk dilakukan sebab sudah terjadi sangat lama sehingga kita tidak perlu lagi melihat ke masa lalu. Kemudian, pada 21 Oktober 2024, Yusril kembali menyampaikan bahwa peristiwa tragedi Mei 1998 bukanlah merupakan pelanggaran berat terhadap HAM,” lanjutan pernyataa bersama.

Menurutnya (Yusril), pelanggaran berat HAM terdiri dari genosida (genocide) dan pembersihan etnis (ethnic cleansing) sehingga tragedi Mei 1998 bukan merupakan pelanggaran berat HAM.

 

“Kami memandang pernyataan tersebut tidak lain merupakan upaya Negara untuk memutihkan pelanggaran berat HAM yang pernah terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa Negara berusaha lari dari tanggung jawabnya untuk melindungi, memajukan, menegakan, dan memenuhi hak asasi manusia yang termaktub dalam Pasal 28I Ayat (4) Undang-undang Dasar (UUD) 1945.”

Pasalnya, wewenang untuk menetapkan suatu peristiwa sebagai pelanggaran berat HAM ada di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). “Proses hukum pun sudah berjalan sejak dimulainya penyelidikan oleh Komnas HAM, yang kini tengah tersandera oleh proses penyidikan yang seharusnya dilanjutkan oleh Jaksa Agung selaku penyidik peristiwa pelanggaran berat HAM.”

 

“Dalam hal ini, Yusril dan Presiden merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif, alih-alih aparat penegak hukum, sehingga mereka tidak berwenang untuk menentukan langkah hukum seperti apa yang harus dilakukan.”

Menurut mereka, Yusril juga tidak memiliki wewenang untuk menyatakan bahwa peristiwa tragedi Mei 1998 bukanlah pelanggaran berat HAM. Sebab faktanya, tragedi Mei 1998 sendiri sudah dinyatakan sebagai pelanggaran berat HAM berupa kejahatan terhadap kemanusiaan oleh Komnas HAM, serta telah diakui dalam pidato pernyataan oleh mantan Presiden Joko Widodo pada 11 Januari 2023.

Pernyataan Yusril mengenai bentuk pelanggaran berat HAM juga disebut keliru dan tidak memperhatikan konstruksi pelanggaran berat HAM seperti yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. “Dalam Undang-undang tersebut, yang masuk dalam klasifikasi sebagai pelanggaran berat HAM adalah kejahatan genosida (pasal 8) dan kejahatan terhadap kemanusiaan (pasal 9).”

 

“Peristiwa pelanggaran berat HAM sejatinya adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime), dan hal ini pun diakui dalam bagian Penjelasan dalam Undang-undang Pengadilan HAM. Sebagai kejahatan luar biasa, pelanggaran berat HAM pun memiliki kekhususan, sehingga Penjelasan UU tersebut mengamanatkan penanganan khusus dalam proses hukum penyelesaiannya.”

Tentu pelanggaran berat HAM yang terjadi di masa lalu memerlukan adanya penanganan khusus, terutama dalam menyikapi waktu kejadian peristiwa yang sudah lama. Akan tetapi, kondisi ini tidak lantas meniadakan proses hukum dan pertanggungjawaban pidana dari para pelaku.

“Negara masih memiliki beban tanggung jawab untuk menuntaskan kasus tersebut, termasuk secara hukum, dan memberi keadilan bagi korban. Terlebih lagi, Penjelasan UU Pengadilan HAM menyebutkan bahwa pelanggaran berat HAM tidak memiliki masa kadaluarsa.”

 

Menurut merek, pernyataan Yusril di atas sangat jelas bertentangan dengan prinsip HAM dan tanggung jawab Negara sebagai duty-bearer (pemangku tanggung jawab) HAM. Terlebih lagi, dalam konteks pelanggaran berat HAM, Negara memiliki 4 tanggung jawab, yaitu pengungkapan kebenaran, penuntutan pertanggungjawaban pidana, pemulihan korban, dan jaminan ketidak berulangan.

Pernyataan Yusril kata mereka, justru menunjukkan kecenderungan dari Negara untuk mengabaikan tanggung jawab tersebut dan semakin memberi ketidakpastian bagi korban. Hal ini pun tampak dari pernyataannya bahwa pelanggaran berat HAM tidak terjadi di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir.

Namun faktanya, Komnas HAM telah menetapkan terjadinya 17 peristiwa pelanggaran berat HAM yang terjadi di Indonesia dan telah disampaikan oleh Presiden sebelumnya dalam pidato kenegaraan.

 

“Visi, Misi, dan Program Prabowo-Gibran yang tertuang dalam 8 program Astacita pun tidak mencantumkan penuntasan pelanggaran berat HAM dalam rencana penegakan HAM. Hal ini menunjukkan tidak adanya kemauan Negara untuk menuntaskan pelanggaran berat HAM, termasuk yang terjadi di masa lalu, dan semakin dikuatkan oleh dua pernyataan Yusril Ihza Mahendra di atas.”

(Rob/parade.id)

Artikel Pernyataan Menko Yusril soal Ini Disebut Upaya Pemutihan Pelanggaran HAM pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/pernyataan-menko-yusril-soal-ini-disebut-upaya-pemutihan-pelanggaran-ham/feed/ 0
IKOHI soal Dasco Bertemu dengan Keluarga Korban Orang Hilang 98 https://parade.id/ikohi-soal-dasco-bertemu-dengan-keluarga-korban-orang-hilang-98/ https://parade.id/ikohi-soal-dasco-bertemu-dengan-keluarga-korban-orang-hilang-98/#respond Thu, 15 Aug 2024 07:29:39 +0000 https://parade.id/?p=27666 Jakarta (parade.id)- Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) soal Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Ahmad Dasco yang bertemu dengan sejumlah keluarga orang hilang tahun 1998 menyatakan, negara tetap bertanggung jawab menyelesaikan kasus penculikan, penyiksaan, dan penghilangan paksa aktivis prodemokrasi tahun 1997-1998. Kesimpulan tersebut dituangkan dalam keterangan resmi para pengurus IKOHI yang hari ini, Kamis (15/8/2024), […]

Artikel IKOHI soal Dasco Bertemu dengan Keluarga Korban Orang Hilang 98 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) soal Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Ahmad Dasco yang bertemu dengan sejumlah keluarga orang hilang tahun 1998 menyatakan, negara tetap bertanggung jawab menyelesaikan kasus penculikan, penyiksaan, dan penghilangan paksa aktivis prodemokrasi tahun 1997-1998.

Kesimpulan tersebut dituangkan dalam keterangan resmi para pengurus IKOHI yang hari ini, Kamis (15/8/2024), melakukan konferensi pers di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat.

Mereka yang hadir dalam konferensi pers adalah Usman Hamid (Anggota Dewan Penasihat IKOHI), Wilson (Dewan Penasihat IKOHI), Zaenal Muttaqien (Sekum Badan Pekerja IKOHI), dan Wanmayetti (Ketua Badan Pekerja IKOHI).

Dalam keterangannya itu, IKOHI mempertanyakan etika dari para inisiator pertemuan tersebut.

“IKOHI memperoleh konfirmasi tentang adanya pertemuan tersebut dari sebagian korban dan keluarga korban lainnya dan juga dari informasi di media sosial, khususnya usai Sufmi Dasco mengunduh foto-foto pertemuan tersebut di akun Instagram dan dimuat dalam berita,” demikian kata Zaenal Muttaqien (Sekum Badan Pekerja IKOHI).

“Dari foto nampak sejumlah korban penculikan seperti Mugiyanto Sipin dan Aan Rusdianto beserta keluarga korban aktivis yang hilang seperti Utomo D. Rahardjo, Paian Siahaan, dan lainnya,” imbuhnya.

IKOHI memperoleh bukti bahwa pertemuan tersebut diinisiasi dan difasilitasi oleh pejabat staf Kantor Staf Presiden yang pernah menjadi korban penculikan aktivis pada 1998, yaitu Mugiyanto Sipin.

Menurut sumber kredibel IKOHI, pertemuan tersebut disertai pemberian uang senilai Rp1 Miliar kepada setiap korban dan para keluarga korban yang hadir sebagai tanda “tali kasih”. Hingga kini mereka yang hadir pun masih menutup-nutupi pemberian uang tersebut.

IKOHI menilai, para inisiator pertemuan Hotel Fairmont sengaja memanfaatkan kerentanan struktural sosial-ekonomi keluarga korban untuk tujuan dan kepentingan pragmatis jangka pendek mereka sendiri.

Mereka juga memanfaatkan situasi keluarga korban yang mengalami kelelahan fisik dan mental akibat perjuangan panjang puluhan tahun tanpa kepastian keadilan dari negara.

“Mereka gagal dalam memerankan dirinya di dalam kantor Staf Presiden untuk memenuhi janji mereka tentang program pemulihan hak para korban melalui PPHAM. Kegagalan dan ketidakmampuan mereka kemudian ditutupi dengan cara memanfaatkan sebagian korban dan keluarga korban yang berpikir pragmatis,” katanya.

Kegagalan atas realisasi pemulihan hak korban ini lalu menjadi celah yang dimanfaatkan para inisiator demi memuluskan tindakan politik transaksional dengan membuat kesan seolah pertemuan dengan para elite partai Gerindra adalah bagian dari PPHAM.

Bagi IKOHI, cara-cara seperti itu tidak etis dan tidak lebih dari sekadar upaya picik yang memanipulasi kerentanan ekonomi dan kelelahan fisik korban dalam mencari keadilan yang tak kunjung ditegakkan oleh otoritas negara.

IKOHI mencatat, politik transaksional pernah terjadi di kasus Tanjung Priok dan Talangsari Lampung.

“Polanya mirip, para inisiator memanfaatkan kerentanan ekonomi dan kelelahan korban, termasuk merangkul sebagian korban agar mengajak korban lainnya untuk mau berdamai dengan mahar uang dan janji-janji dukungan ekonomi dan usaha,” ungkapnya.

Secara lebih luas, IKOHI juga mencermati ulah segelintir orang dan kelompok oportunis yang mengatasnamakan aktivisme untuk menjadi tenaga ahli, staff khusus, dan konsultan politik di balik layar pada momen-momen politis seperti pemilihan umum.

“Jika calon yang didukung menang, mereka berharap jabatan. Ketika kalah, mereka mencari cara untuk bisa kembali menjadi aktivis/akademisi sambil terus mencari peluang keuntungan dari politik transaksional baik dari kandidat politik yang didukung maupun jejaring oligarkinya,” sindirnya.

“Melalui pernyataan ini, IKOHI sekali lagi menyatakan kritik keras dan penolakan kami serta menyuarakan sikap para keluarga korban yang menyesalkan cara-cara manipulatif yang transaksional, pragmatis, dan oportunistik dari mereka yang mengatasnamakan hak asasi manusia dan demokrasi padahal untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya,” tambahnya tegas.

IKOHI menegaskan bahwa pertemuan dan pemberian uang semacam itu tidak akan dapat menghapus tanggungjawab negara untuk menggelar proses hukum atas pelanggaran berat HAM dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa para aktivis 1997/1998.

Menurut Usman Hamid, pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) tidak mengenal kedaluwarsa atau berakhirnya batas waktu penuntutan.

“Penghilangan paksa para aktivis adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak mengenal kedaluwarsa, kesalahan pelakunya tidak bisa diampuni dengan amnesti atau atas alasan perintah atasan atau atas dalih pernah ada pengadilan yang digelar. Sampai kapan pun, negara tetap wajib untuk menghukum pelaku utamanya,” tegas Usman.

Ketentuan Pasal 46 UU 26/2000 menyatakan, “Untuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa.”

“Dengan tidak berlakunya ketentuan daluwarsa dalam kasus pelanggaran HAM yang berat, maka kasus penghilangan paksa aktivis 1997 dan 1998 tetap dapat diproses dan diadili,” tegas Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia itu.

Anggota keluarga korban penghilangan paksa dan Gerakan HAM masih tetap relevan untuk terus menuntut tanggung jawab Jokowi dan Prabowo melalui pembentukan pengadilan ad hoc HAM, mencari kejelasan nasib dan keberadaan aktivis yang hilang, memulihkan hak- hak para korban, dan meratifikasi Konvensi PBB Tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, sesuai empat rekomendasi DPR RI tahun 2009.

Pertemuan Dasco dengan sejumlah keluarga korban berlangsung di hotel Fairmont. Pertemuan awal Agustus 2024.

(Rob/parade.id)

Artikel IKOHI soal Dasco Bertemu dengan Keluarga Korban Orang Hilang 98 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/ikohi-soal-dasco-bertemu-dengan-keluarga-korban-orang-hilang-98/feed/ 0
Film Dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” Diluncurkan di Kantor KontraS https://parade.id/film-dokumenter-yang-tak-pernah-hilang-diluncurkan-di-kantor-kontras/ https://parade.id/film-dokumenter-yang-tak-pernah-hilang-diluncurkan-di-kantor-kontras/#respond Fri, 21 Jun 2024 13:15:14 +0000 https://parade.id/?p=27287 Jakarta (parade.id)- Film dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” diluncurkan di Kantor KontraS, Kramat, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2024). Peluncuran ini sebagai gerakan melawan lupa Komunitas Kawan-kawan Bimo. Film ini menceritakan kisah hidup dua aktivis 1998 asal Universitas Airlangga yang menjadi korban penghilangan paksa, yaitu Herman Hendrawan dan Bimo Petrus. Produser Film yang juga Ketua IKOHI Jawa Timur […]

Artikel Film Dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” Diluncurkan di Kantor KontraS pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Film dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” diluncurkan di Kantor KontraS, Kramat, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2024).

Peluncuran ini sebagai gerakan melawan lupa Komunitas Kawan-kawan Bimo. Film ini menceritakan kisah hidup dua aktivis 1998 asal Universitas Airlangga yang menjadi korban penghilangan paksa, yaitu Herman Hendrawan dan Bimo Petrus.

Produser Film yang juga Ketua IKOHI Jawa Timur Dandik Katjasungkana mengatakan bahwa pembuatan film dokumenter tersebut merupakan upaya mendorong pemerintah dan elit politik untuk menyelesaikan kasus penghilangan paksa 98.

“Film ini sebagai upaya menghidupkan kembali ingatan tentang kawan yang hilang dan tidak adanya upaya untuk mengungkap keberadaan mereka hingga kini,” ujar Dendik dalam konferensi pers.

Selain menjadi upaya desakan agar pemerintah menuntaskan kasus penghilangan paksa 98, Dandik juga menyebut bahwa pembuatan dokumenter tersebut sebagai bentuk memorialisasi perjuangan demokrasi di Indonesia.

“Film ini juga bisa menjadi penyambung lidah bagi para generasi di masa depan sehingga peristiwa kejahatan hak asasi manusia (HAM) serupa tak terulang di masa depan. Kita ingin agar generasi di masa depan bisa mengingat sejarah dan mencegah tragedi ini terulang,” imbuh dia.

Judul “Yang Tak Pernah Hilang” dipilih karena kedua aktivis tersebut telah berjuang menegakkan demokrasi di Indonesia, yang masih berjalan hingga saat ini.

“Judul kami buat begitu karena keduanya (Herman dan Bimo) tidak akan pernah hilang dalam sanubari kita. Mereka keduanya adalah pejuang bagi kami,” kenangnya.

Dandik menjelaskan, film “Yang Tak Pernah Hilang” ini pernah diluncurkan pertama kali di Surabaya pada Maret 2024.

(Rob/parade.id)

Artikel Film Dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” Diluncurkan di Kantor KontraS pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/film-dokumenter-yang-tak-pernah-hilang-diluncurkan-di-kantor-kontras/feed/ 0