Artikel Hari Internasional Melawan Islamofobia Anugerah, UBN Ungkap Sejumlah Keuntungannya pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, memiliki sumbangsih besar dengan keluarnya resolusi PBB tentang Hari Internasional Melawan Islamofobia. Bukan hanya Kemlu, Kemenag juga mendukung adanya Hari Melawan Islamofobia itu.
Menurut tokoh Islam Ustaz Bachtiar Nasir (UBN), Hari Internasional Melawan Islamofobia adalah anugerah yang patut disyukuri. UBN menilai ada sejumlah keuntungan bagi umat Islam dari penetapan Hari Internasional Melawan Islamofobia tersebut.
“Pertama, meningkatkan kesadaran global. Bahwa dunia kita ajak untuk mengakui bahwa Islamofobia merupakan bentuk diskriminasi yang nyata dan merugikan. Bukan hanya buat umat Islam, tetapi buat kemanusiaan,” ungkap UBN dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025) di Jakarta.
UBN mencontohkan tragedi genosida bernuansa Islamofobia yang terjadi di Gaza. “Kita lihat peristiwa di Gaza misalnya. Itulah bentuk Islamofobia yang paling anti kemanusiaan,” tegas UBN.
Kemudian, Hari Internasional Melawan Islamofobia yang diakui badan dunia PBB ini dapat menjadi momen untuk melawan stigma negatif yang dilakukan kelompok Islamofobia kepada Islam dan umat Islam.
“Negara-Negara diharapkan lebih aktif, dalam mengatasi kebijakan dan narasi yang menstigmatisasi Islam dan umat Muslim, yang selama ini diidentikan sebagai teroris, intoleran, fundamentalis atau sematan-sematan negatif yang tidak benar,” ujar UBN.
Momen Hari Internasional Melawan Islamofobia, lanjut UBN, menjadi peluang dakwah bagi semua kalangan. Kejahatan Islamofobia yang menginjak nilai kemanusiaan mesti dilawan dengan dakwah.
“Ini menjadi dakwah kita bersama untuk meluruskan kesalahpahaman tentang agama Islam,” ujar UBN.
Dikatakan UBN, Hari Internasional Melawan Islamofobia adalah media untuk menguatkan solidaritas umat Islam dunia. UBN mengajak umat Islam Indonesia memanfaatkan momen ini untuk menolak diskriminasi dan memperjuangakn hak-hak secara damai.*
Artikel Hari Internasional Melawan Islamofobia Anugerah, UBN Ungkap Sejumlah Keuntungannya pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Islamophobia di Swedia Kembali Terjadi pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Majelis Ulama Indonesia (MUI), lewat Bidang Hublu dan Kerjasama Internasional, mengecam dan menyesalkan tindakan tersebut.
“Mengecam dan sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh kelompok ekstrim kanan, yang dipimpin oleh Rasmus Paludan. Tindakan yang sudah menuai konflik di beberapa tempat di Swedia ini bukan saja tindakan yang sangat memalukan, akan tetapi juga tindakan yang tidak beradab,” kata Ketua Bidang Bidang Hublu dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim, Jumat (9/12/2022), dalam keterang pers.
Menurut dia, kelompok ini benar-benar telah melakukan pelanggaran berat terhadap prinsip keharusan menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak beragama. Swedia seharusnya sudah menjadi negara di mana hak dan kebebasan beragama setiap warga dijamin secara hukum dan politik.
“Paludan dan kelompok ekstrem ini adalah kelompok uncivilized dan menjadi musuh bagi semua orang yang berpikiran sehat. Paludan dan kelompok ekstrem ini menebar xenofobia, rasialis, ultra nasionalis dan sekaligus islamofobia,” kata dia.
Ia meminta pemerintah Swedia harus menindak tegas Paludan dan semua pihak yang melindungi tindakan kelompok ekstrimis ini. Jika tidak, lanjut dia, maka ekstrimisme dan islamofobia akan terus menyebar dan membahayakan kemanusiaan di mana-mana.
Di Indonesia, kata dia, Duta Besar Swedia harus menyampaikan penjelasan secara terbuka terksit dengan kasus ini dan berjanji akan menindak dan menghentikan seluruh bentuk ekstrimisme.
“Diplomatic appeal kepada Dubes Swedia juga perlu dilakukan oleh pemerintah RI. Jangan sampai, hubungan persahabatan Swedia-Indonesia ini terganggu karena kasus ini. Ini bukan kasus pertama, sebelumnya juga sudah terjadi,” pintanya.
Kejadian di atas terjadi pada Jumat lalu. Mengutip republika.co.id, terjadi di sebuah masjid di Stockholm, Swedia, di mana sebuah salinan Alquran dihancurkan kemudian digantung dengan rantai dekat pintu masuk masjid.
(Rob/parade.id)
Artikel Islamophobia di Swedia Kembali Terjadi pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Tolak Islamofobia, GPII Minta India Minta Maaf kepada Umat Muslim Dunia pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Menurut dia, islamofobia yang terjadi di India seperti kasus Nupur Sharma menunjukan bahwa gerakan islamofobia atau penciptaan opini menimbulkan rasa takut pada ajaran agama Islam—itu nyata adanya. Ia pun mendukung respons yang diambil oleh pemerintah Indonesia.
“Kasus Nupur (omongan) ini fenomena gunung es gerakan Islamphobia dan ini bukan baru sekarang terjadi. Namun karena yang mengucapkan adalah jubir resmi partai penguasa di India maka sudah betul sikap pemerintah Indonesia yang mengajukan protes resmi dengan memanggil Duta Besar India untuk Indonesia,” kata dia.
Sikap tegas itu menurut dia perlu dilakukan Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
“Karena Islam adalah rahmatan lil alamin, rahmat bagi seru sekalian alam,” terangnya.
Eri menegaskan, respon cepat partai BJP yang menonaktifkan Nupur Sharma dari tugas-tugas BJP dan Kepolisian India yang telah memulai penyelidikan dengan tuduhan melakukan tindakan pemecah belah menurut dia juga patut diapresiasi. Tapi permintaan maaf secara resmi dari pemerintah India perlu dilakukan pada umat Islam dunia.
“GPII sebagai organisasi kepemudaan Islam yang menjadi bagian ummat Islam Indonesia akan ikut bersama mempromosikan Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang damai pada dunia dan menolak sikap Islamphobia yang diusung oleh beberapa orang atau kelompok yang bermotif politik dan ekonomi semata dengan mengobarkan kebencian dan permusuhan antar ummat beragama dunia,” pungkasnya.
Diketahui sejumlah Ormas Islam seperti MUI, PP Syarikat Islam dam ormas Islam lainnya telah melakukan protes keras dan sebagian telah mendatangi Kedubes India di Jakarta: menuntut Pemerintah India meminta maaf pada umat Islam se-dunia pada Jumat 10 Juni 2022 lalu.
Kecaman masih terus mengalir kepada Juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP) Nupur Sharma. Itu setelah dirinya menghina Nabi Muhammad SAW dalam sebuah debat di televisi.
Nupur Sharma adalah juru bicara dari partai yang berkuasa di India. Yakni Partai Bharatiya Janata (BJP) yang juga partainya Perdana Menteri India Narendra Modi. Nupur Sharma berprofesi sebagai advokat.
Sharma menempuh pendidikan sarjana hukum di Universitas Delhi. Kemudian selesaikan gelar magisternya di Sekolah Ekonomi London pada 2011. Sebelum sebagai juru bicara BJP, Sharma sempat menjadi Presiden Persatuan Mahasiswa Universitas Delhi pada 2008.
Ini adalah organisasi sayap pemuda BJP, Akhil Bharatiya Vidyarthi Parishad (ABVP).
(Rob/PARADE.ID)
Artikel Tolak Islamofobia, GPII Minta India Minta Maaf kepada Umat Muslim Dunia pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Penyanyi India Ini Islamofobia? pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>“‘nsaan nahi ho saalo, ho tum kasaayi; Bahut ho chuka Hindu-Muslim bhai bhai’ (Anda bukan manusia, Anda adalah tukang daging; sudah cukup persaudaraan Hindu-Muslim,” demikian kira-kira arti potongan lagu yang dinyanyikan oleh Prem Krishnavanshi, dikutip Al Jazeera.
“Ini adalah lirik dari ‘bhajan‘ (lagu renungan) yang diposting oleh penyanyi Prem Krishnavanshi di YouTube tiga tahun lalu dan telah dilihat ribuan kali sejak itu.”
Dipicu oleh politik kebencian kontemporer, lagu Krishnavanshi adalah bagian dari budaya massa baru di India di mana lagu-lagu anti-Muslim dimainkan dalam aksi unjuk rasa oleh kelompok supremasi Hindu, terutama di negara bagian utara “sabuk Hindi” negara itu.
Lusinan video musik semacam itu dapat ditemukan di YouTube dan platform media sosial lainnya, dengan para pendukung sayap kanan Hindu—mencintai dan membagikannya karena pesan kebencian, pelecehan, dan bahkan ancaman genosida yang ditujukan pada minoritas Muslim.
Krishnavanshi, lulusan teknik dari Lucknow, ibu kota negara bagian Uttar Pradesh, pernah ingin menjadi penyanyi Bollywood. Tapi itu terlalu kompetitif. Jadi dia beralih ke pertunjukan dan acara langsung untuk mencari nafkah.
Titik balik terjadi pada tahun 2014 ketika Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) berkuasa. Kedatangan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi melihat polarisasi masyarakat India yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan serangan kebencian terhadap minoritas India, terutama Muslim, menjadi urusan hampir setiap hari sejak itu.
Dalam skenario seperti itu, produk budaya seperti musik, puisi, dan sinema juga menjadi alat untuk mempertahankan politik kebencian ini.
Dalam beberapa bulan terakhir, India menyaksikan kekerasan agama di beberapa negara bagian selama festival Hindu ketika kelompok sayap kanan mengadakan pawai di lingkungan mayoritas Muslim dan memainkan musik keras yang dicampur dengan lirik Islamofobia di luar masjid.
Krishnavanshi bernyanyi dalam bahasa Hindi dan Bhojpuri. Basis penggemarnya terutama di Uttar Pradesh, negara bagian terpadat di India dengan hampir 205 juta penduduk, diperintah oleh biksu Hindu berjubah kunyit BJP, Yogi Adityanath, yang dikenal karena retorika dan kebijakan anti-Muslimnya.
Dalam banyak lagunya, Krishnavanshi menyarankan Muslim adalah “anti-nasional yang harus pergi ke Pakistan”. Salah satu lagunya mengatakan: “Muslim pada akhirnya akan memaksa umat Hindu untuk salat jika mereka tidak segera bangun”.
Tapi penyanyi itu mengklaim bahwa itu bukan lagu kebencian.
“Saya tidak berpikir musik saya Islamofobia. Musik saya menandakan kebenaran dan jika seseorang berpikir itu Islamofobia, saya tidak dapat menghentikan mereka untuk merasa seperti itu,” katanya kepada media.
Baru-baru ini, pemerintah Uttar Pradesh memberinya penghargaan untuk lagunya yang memuji kepala menteri garis keras negara bagian itu, Adityanath.
(Irm/PARADE.ID)
Artikel Penyanyi India Ini Islamofobia? pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel Soal UAS, PERISAI Sebut Singapura Islamofobia pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>“Dari apa yang dipaparkan UAS tersebut, terlihat bahwa rezim saat ini tidak berpihak pada Islam, khususnya kepada seorang WNI sekaligus ulama yang sangat dihormati. Padahal tidak hanya di dalam negeri, UAS juga masyhur di negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam,” demikian siaran pers PERISAI, Rabu (18/5/2022), kepada parade.id.
Rezim saat ini telah menunjukan sifat Islamophobia karena bersikap diam saja dan lepas tangan terhadap kasus yang menimpa UAS. Alih-alih melindungi atau membantu WNI yang sedang mengalami masalah seperti UAS, Dubes RI untuk Singapura malah justru meminta pihak lain (UAS) agar meminta penjelasan langsung ke Kedubes Singapura di Jakarta.”
Kalau begitu, masih dalam rilis, mempertanyakan untuk apa ada perwakilan diplomatik (Dubes) di Singapura.
“Tidak hanya itu, Pemerintah Singapura juga menunjukan perilaku Islamophobia, di mana mereka melarang aktivitas dakwah yang akan dilakukan UAS.”
MHA (Kemendagri Singapura) hanya menyatakan bahwa UAS dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama seperti Singapura. Misalnya, dalam salah satu ceramahnya UAS menjelaskan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi syahid.
Dari sini PERISAI menilai Singapura terkesan membutakan diri terhadap program PBB Anti Islamophobia, serta berlaku unfairness, tidak adil, dan diskriminatif terhadap tokoh agama Islam.
Apabila pihak imigrasi Singapura tidak dapat menjelaskan secara detil penolakan UAS, maka Duta Besar Singapura untuk Indonesialah yang harus menjelaskannya.
“Kenapa pemerintah Singapura menolak UAS, apakah karena teroris? Apakah karena ISIS? Apakah membawa
narkoba? Apakah kurang berkasnya? Yang jelas tindakan Pemerintah Singapura ini justru menunjukkan sikap Islamofobia, bukan hanya terhadap UAS tetapi terhadap anggota keluarga dan teman UAS lainnya. Serta dapat
merusak hubungan baik antar-etnik Melayu dan Islam di Asia Tenggara.”
Menyikapi kasus tersebut, PERISAI mengecam Singapura karena telah mendeportasi UAS tanpa alasan yang jelas. Singapura diminta PERISAI harus meminta maaf secara langsung kepada umat Islam Indonesia karena telah mendeportasi UAS beserta rombongan.
Apabila dalam tempo 2×24 jam Pemerintah Singapura belum meminta maaf, maka Pemerintah RI diminta harus meninjau ulang hubungan Diplomatik RI-Singapura.
Selain itu, PERISAI Mendesak Dubes RI, Suryopratomo untuk meminta maaf kepada UAS umat Islam Indonesia karena telah bersikap acuh tak acuh pada kasus tersebut.
PERISAI juga berencana akan melakukan aksi unjuk rasa ke Kedubes Singapura, Jumat mendatang. Dipimpin oleh Muhammad Senanatha selaku Koordinator Lapangan (Korlap).
Rilis di atas ditandatangani oleh Joko Apriyanto selaku Ketua Wilayah DKI Jakarta, Ali Hasan selaku Sekretaris, dan Senanatha selaku Korlap
(Verry/PARADE.ID)
Artikel Soal UAS, PERISAI Sebut Singapura Islamofobia pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Artikel UAS Dideportasi Imigrasi Singapura, Fahri Hamzah Singgung Islamofobia dan Ketetapan PBB pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>Waketum partai Gelora, Fahri Hamzah yang menyoroti hal itu pun menyinggung islamofobia dan ketetapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
“Ada persoalan lain yang nampak dari kasus UAS ini, yaitu berkembangnya Islamophobia tidak saja di beberapa negara tetangga tetapi juga termasuk di dalam negeri. Islamophobia dan berbagai macam kebencian kepada sesama adalah penyakit ummat manusia kita hari ini,” ungkap Fahri, Rabu (18/5/2022).
Jika benar Singapura terjangkit apa yang disinggung oleh Fahri, maka negara itu sama saja seperti menganulir ketetapan PBB tanggal 15 Maret sebagai hari Internasional melawan Islamophobia. Dimana PBB telah mulai melancarkan kampanye global untuk melawan penyakit sosial ini.
“Kasus UAS ini dapat menjadi pelajaran awal di kawasan ASEAN. Paling tidak di dlm negeri sendiri,” tertulis demikian di akun Twitter-nya.
Di alam demokrasi ini, melintas negara menurut Fahri adalah Hak Asasi Manusia (HAM). Statuta ASEAN juga mengatur itu.
Makanya, kata dia, tidak perlu visa. Negara pun tidak perlu menjelaskan kenapa seseorang diterima, karena itu hak. Namun negara wajib menjelaskan kenapa seseorang ditolak (bagi yang setuju prinsip demokrasi dan HAM).
“Waktu UU imigrasi No. 6 Tahun 2011, Indonesia telah menerapkan seluruh konvensi dan aturan internasional yang menjunjung tinggi HAM dlm keimigrasian. Bahkan di beberapa pintu imigrasi memakai teknologi yg tidak perlu lagi ada pertemuan petugas dengan melintas batas.”
Dalam prinsip keimigrasian modern, lanjut dia, tugas penjaga perbatasan imigrasi hanya memastikan kelengkapan dokumen. Dia tidak memeriksa ceramah atah pandangan politik orang apalagi yang disampaikan di majelis-majelis keilmuan.
“Makanya perbatasan cukup pakai cap jari atau pengenal wajah.”
Sedangkan dalam konsep keimigrasian kuno, pelintas batas sangat bergantung kepada penerimaan politik negara tujuan yang sangat subjektif dan tidak bisa menerapkan prinsip-prinsip umum tentang HAM, tentang perjalanan dari satu titik ke titik lain.
“Itulah sebabnya kelengkapan administrasi bukan segalanya,” pungkas mantan Wakil Ketua DPR RI itu.
(Rob/PARADE.ID)
Artikel UAS Dideportasi Imigrasi Singapura, Fahri Hamzah Singgung Islamofobia dan Ketetapan PBB pertama kali tampil pada Parade.id.
]]>