#Jumat Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/jumat/ Bersama Kita Satu Fri, 19 Aug 2022 02:04:45 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.3 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #Jumat Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/jumat/ 32 32 Khotbah Jumat UBN: Kemenangan Hanya Milik Allah SWT https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-kemenangan-hanya-milik-allah-swt/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-kemenangan-hanya-milik-allah-swt/#respond Fri, 19 Aug 2022 02:04:45 +0000 https://parade.id/?p=21000 Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) Bismillahirrahmanirrahiim يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (Surat Ali Imran ayat 102). Saudaraku kaum mukminin, tugas kita sejatinya hanyalah mengokohkan iman, bersatu, dan berjuang. Kemudian menetapkan […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Kemenangan Hanya Milik Allah SWT pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

Bismillahirrahmanirrahiim

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (Surat Ali Imran ayat 102).

Saudaraku kaum mukminin, tugas kita sejatinya hanyalah mengokohkan iman, bersatu, dan berjuang. Kemudian menetapkan setiap gerak langkah dengan ats-tsabat yaitu istikamah dan konsisten. Surat At-Taubah ayat 25-26:

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَواطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِما رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْها وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذلِكَ جَزاءُ الْكافِرِينَ (26)

“Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang kafir.”

Ayat ini menggambarkan apa yang terjadi saat perang Hunain berkecamuk. Titik sorot yang ada dalam ayat 25 adalah kaum muslimin yang ketika itu terserang sindrom berbangga karena jumlah banyak. Merasa sombong karena yakin jumlah yang banyak itu akan membawa pada kejayaan.

Kondisi ini terjadi pasca Fathul Makkah, di tahun 8 Hijrah. Saat itu, dakwah sedang marak-maraknya. Jumlah pasukan kaum muslimin ketika itu mencapai angka 12.000. Sepuluh ribu adalah pasukan gabungan antara Muhajirin dan Anshar. Sementara yang 2.000 adalah pasukan asal Mekkah yang bergabung setelah penaklukan kota. Merasa diatas angin dengan jumlah 12.000 pasukan, saat itu bahkan ada yang berkata, “Kita tidak mungkin dikalahkan karena jumlah kita yang banyak.”

Di saat itulah cara berpikir kaum muslimin banyak yang berubah. Ketakutan dan harap cemas tidak lagi disandarkan pada Allah Swt, tetapi pada jumlah dan asumsi yang fana. Oleh karena itu, dalam ayat ini Allah Ta’ala menegaskan bahwa bisa saja, kaum muslimin merasa besar, tetapi sesungguhnya jumlah itu tidak ada maknanya untuk mengantarkan pada kemenangan.

Itu semua bermula dari kesombongan dan “merasa diri bisa” sehingga mengesampingkan pertolongan Allah Ta’ala. Padahal kemenangan dan pertolongan Allah –nashrullah– itu menyatunya kata nashr (pertolongan) dengan lafadz Allah. Maka, berapa pun jumlah dan senjata, bila Allah SWT tidak lagi menyatu dalam hati dan tujuan telah berpindah, kekalahan itu telah menghadang di depan mata.

Menjelang perang berkecamuk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang mempersiapkan persenjataan dan berbagai hal teknis yang diperlukan. Namun, dengan izin Allah, Dia menutupi kondisi hati umat Islam ketika itu pada Rasul. Seharusnya dengan persiapan matang dan jumlah pasukan yang lebih banyak tiga kali lipat; di atas kertas, kaum muslimin akan mendapatkan kemenangan dengan mudah. Bani Tsaqif dan Hawazin hanyalah dua bani yang memiliki 4000 pasukan. Namun, kebencian mereka terhadap kaum muslimin memang di atas rata-rata. Bisa dibilang, merekalah yang paling menginginkan kehancuran Islam.

Saat peperangan berkecamuk, saat takbir berkumandang, tetapi sandaran yang digunakan bukan lagi kepasrahan kepada Allah; maka disaat itulah 12.000 pasukan dengan 7000 pasukan elit pimpinan Khalid bin Walid di dalamnya, tak mampu menahan hujan panah yang dilancarkan oleh Bani Tsaqif dan Hawazin. Saat itulah bumi terasa sempit. Hati dicekam rasa takut dan cemas yang luar biasa. Kaum muslimin berlarian tunggang-langgang. Tak terhitung jumlah mereka yang harus menyerah pada kematian.

Khalid bin Walid sendiri dalam keadaan terkena panah dan tak mampu berbuat apa-apa, selain tertelungkup di atas tunggangannya .

Inilah yang Rasulullah SAW khawatirkan dengan bersabda, “Yang aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Merasa menyembah Allah, tetapi sebenarnya menyembah suami, istri, anak, anak, jabatan, pujian, bahkan jumlah yang sejatinya bagai fatamorgana.

Tahukah Anda, bahwa Islam tidak akan bangkit, bila masih ada orang-orang dengan pikiran dan perasaan seperti ini? Islam tidak akan berjaya. Kita juga tidak akan pernah mendapati kaum muslimin menjadi orang-orang yang memperoleh kemenangan.

Namun, Allah SWT masih melindungi kaum muslimin. Melihat pasukan Islam kucar-kacir, Rasulullah SAW memanggil Abbas ra untuk memanggil para veteran Baiturridwan untuk kembali ke medan perang. Mempertahankan kalimat Allah hingga titik darah terakhir. Maka, tak sampai 100 orang berbalik kembali berperang mati-matian melawan Bani Tsaqif dan Hawadzin.

Merekalah orang-orang yang yakin bahwa Allah, Huwal muhyi wal mumiit; merekalah yang beriman dengan bersih dan bercahaya. Maka, serangan balik dari orang-orang yang telah berjanji setia pada Rasulullah SAW di Baiturridwan itulah yang mengandaskan harapan dan mematahkan serangan orang-orang kafir.

Allah SWT kemudian menurunkan rasa tenang dan sakinah kepada Rasulullah SAW dan orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang bersandar dan berharap kepada Allah. Karena itu, marilah kita pahami bahwa tugas kita sebenarnya hanyalah bersatu, berjuang dan memegang kuat komitmen. Selebihnya, biarlah Allah SWT yang mengurusnya. Sesungguhnya kita bergerak dalam kesetiaan karena Allah sesungguhnya tidak butuh kita. Allah-lah yang kemudian menurunkan ribuan malaikat yang tidak terlihat mata. Membantu kaum muslimin sehingga menjemput kemenangan. Di sinilah nyata bahwa sesungguhnya Allah akan menang dan tidak pernah terkalahkan.

Para pendiri bangsa dan negara ini, para ulama dan mujahid meyakini itu, hingga merekalah yang mewarisi tanah yang besar dan luas ini. Kalau kita beriman dan yakin bahwa pertolongan itu hanya dari Allah Ta’ala maka hati kita pun teguh dan lisan kita pun kokoh. Sama ketika Suraqah menempelkan pedang di leher Rasulullah maka lisan Rasululllah yang menjawab, “Allah” langsung membuat Suraqah bergetar karena rasa takut akan keagungan dan kebesaran Allah SWT.

Terkadang untuk menang, kita terlalu serakah. Sebenarnya musuh-musuh Allah itu adalah urusan Allah untuk bagaimana menyiksanya. Seringkali kita terlalu ingin berbuat baik, tetapi justru hawa nafsu yang mendominasi. Semoga perang Hunain ini bisa menjadi ibrah yang baik bagi kita. Bahwa, sejatinya kemenangan hanyalah milik Allah dan apa yang kita raih sebenarnya adalah milik-Nya yang diperkenankan untuk kita miliki.

Maka, bertakwalah. Ikutilah jejak Rasulullah SAW, ikuti syariatnya, dan jauhi nafsu dalam beribadah. Jangan ikuti bid’ah dan perbanyaklah shalawat kepadanya. Hanya dengan mengikutinya maka kita akan terselamatkan dari berbagai bahaya yang ada dalam hidup ini.*

Artikel Khotbah Jumat UBN: Kemenangan Hanya Milik Allah SWT pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-kemenangan-hanya-milik-allah-swt/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Ketauhidan Lawan Kesyirikan https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-ketauhidan-lawan-kesyirikan/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-ketauhidan-lawan-kesyirikan/#respond Fri, 12 Aug 2022 04:26:58 +0000 https://parade.id/?p=20941 Oleh: KH. Bachtiar Nasir Bismillahirrahmanirrahiim. KEHIDUPAN hari ini penuh dengan cobaan yang menantang komitmen kita untuk menggenggam erat kalimat tauhid. Menguji apakah ketauhidan itu benar-benar telah mengakar dan menjadi pondasi kehidupan kita. Oleh karena itu, untuk bisa konsisten dalam bertauhid, maka kita juga harus tahu apa itu lawan dari tauhid yang akan menjerumuskan kita pada […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Ketauhidan Lawan Kesyirikan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: KH. Bachtiar Nasir

Bismillahirrahmanirrahiim.
KEHIDUPAN hari ini penuh dengan cobaan yang menantang komitmen kita untuk menggenggam erat kalimat tauhid. Menguji apakah ketauhidan itu benar-benar telah mengakar dan menjadi pondasi kehidupan kita. Oleh karena itu, untuk bisa konsisten dalam bertauhid, maka kita juga harus tahu apa itu lawan dari tauhid yang akan menjerumuskan kita pada penyembahan kepada selain Allah SWT. Lawan tauhid inilah yang kemudian kita kenal dengan syirik.

Lawan kata tauhid adalah syirik, lawan dari iman adalah kufur. Sementara lawan dari Islam adalah jahiliyah. Ada rumus dalam beragama, yaitu apa-apa yang kontradiktif dengan hal bersifat prinsip, tidak akan pernah bisa menyatu. Ada yang tidak bisa berdamai selamanya. Ada yang harus berperang selamanya. Haq dengan bathil; tidak pernah bisa didamaikan. Hal dan haram tidak pernah bisa dikompromikan. Bila telah masuk bercampur antara yang halal dengan yang haram, maka yang menang adalah yang haram. Barang siapa yang terperosok di wilayah syubhat yang samar maka ia telah berada di wilayah yang haram. Yang halal telah jelas, yang haram juga sudah jelas.

Peperangan antara penyembah Allah Ta’ala dengan penyembah thaghut, hingga akhir zaman akan tetap terjadi. Tidak pernah ada kata damai. Kecuali bagi para munafik. Di sinilah pentingnya, kita mengetahui apa itu syirik. Hingga kita akan dapat memurnikan tauhid yang ada dalam diri diri kita dan terhindar dari perilaku orang munafik. Manakala kita memahami tauhid, di saat itu pula, kita juga harus mengetahui apa itu lawannya. Temasuk juga apa-apa yang dapat menyesatkan, hingga dapat membuat kita terperangkap dalam kesyirikan.

Hari ini, banyak orang yang stres, tapi tidak sadar bahwa dirinya sudah kena stres. Karena itu, dia juga tak kunjung berobat untuk mengurangi penyakitnya. Begitu pula halnya dengan kemusyrikan. Banyak orang yang syirik, tetapi karena tidak tahu apa itu tauhid dan syirik, maka jadilah ia terperangkap kesyirikan.

Kesyirikan adalah kondisi saat kita sudah menduakan Allah. Orang musyrik itu bisa beriman kepada Allah SWT, juga bisa tidak. Yang satunya, menyembah Allah SWT sebagai tuhan tetapi juga mengabdi pada selain Allah SWT. Namun, ada juga yang sama sekali tidak beriman kepada Allah Ta’ala. Kedua-duanya sama-sama terperangkap dalam kondisi musyrik.

Bertauhid sendiri artinya memurnikan penghambaan semurni-murninya hanya kepada Allah. Surat Al-Ikhlas ayat 1-4:

قُلۡ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ‌
اَللّٰهُ الصَّمَدُ‌
لَمۡ يَلِدۡ ۙ وَلَمۡ يُوۡلَدۡ
وَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ

“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”

Dalam surat pemurniaan tauhid ini, Allah Azza wa Jalla memberitahu kita bahwa:
1. Pemurnian penghambaan kepada Allah Al-Quddus berarti menyerahkan segalanya untuk Dia. Menyucikan segala hal yang berpotensi mengotori kemurnian Dzat dan sifat-Nya bahkan bila itu adalah keakuan yang ada dalam diri sendiri. Menghapus egoisme dan keakuan untuk memprioritaskan dan menempatkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dalam tempat yang paling tinggi dalam jiwa sekaligus menerapkannya dalam setiap gerak langkah sehari-hari.
2. Tidak boleh ada yang dicintai, tidak boleh ada tempat bergantung, tidak boleh takut, dan tidak boleh berharap kepada yang lain melebihi kepada Allah Robbul Izzati.
3. Ikhlas itu bukan berarti rela. Namun, ikhlas berarti murni tunduk pada perintah Allah Ta’ala.

Seperti Siti Masyitah yang harus menahan jiwanya yang berguncang manakala menyaksikan anak-anaknya yang dilempar satu persatu dalam minyak yang mengelegak dan suaminya yang dibunuh di depan matanya. Masyitah tidak rela, tetapi dia tetap tunduk pada perintah Allah SWT dan tegak menyatakan bahwa tuhan yang sebenarnya adalah Allah dan bukan Firaun. Inilah yang disebut sebagai ikhlas.

Pertahanan Masyitah hampir runtuh manakala melihat anak-anaknya satu persatu wafat di kuali besar Firaun.

Namun, Allah SWT kemudian meneguhkan hati Masyitah dengan ucapan bayinya yang sejatinya belum mampu berbicara. Dia berkata, “Ibu sudah berada di jalan yang benar.” Maka, tegarlah kembali hati Masyitoh dan dia dengan ikhlas berkata ketika ia hendak dilemparkan pula ke dalam kuali besar, “Ada satu permintaanku, setelah tubuhku menjadi tulang belulang, maka kuburkanlah bersama tulang belulang anak-anakku. Sehingga aku dapat bersatu dengan anak-anakku tanpa terpisah lagi.” Firaun tekejut bahwa permintaan terakhir Masyitoh bukanlah untuk dibebaskan dari kematian, tetapi malah menerima dengan lapang karena tunduk pada Allah Azza wajalla.

Keikhlasan Nabi Ibrahim AS yang demi perintah Allah SWT kemudian menyembelih Ismail AS, juga sesuatu yang berhikmah dan menguatkan ketauhidan. Demi Allah SWT, Ibrahim bahkan mempersembahkan anaknya sendiri. Di saat inilah tidak lagi ada aku, anakku, cinta pada mahluk, dan lainnya.

 

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu. Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (Qs. As-Saffat ayat 102).

Namun, sangat disayangkan, hari ini kebanyakan orang hanya mengejar materi. Padahal uang hanyalah alat. Uang tidak akan pernah menyebabkan kesembuhan, juga tidak akan menjadi pangkal kebahagiaan.

Orang-orang yang berkuasa dan berbahagia hanyalah orang yang ditolong oleh Allah Swt. Ada orang yang sudah memiliki segalanya dalam ukuran dunia, seperti pesawat jet pribadi, pulau pribadi, bahkan anak-anaknya telah terbiasa menggunakan helikopter pribadi ketika bepergian. Namun, dia tidak pernah tenang. Dia tidak bahagia.

Oleh karena itu, lakukanlah segala sesuatu yang dapat membuat Allah SWT memberikan pertolongan-Nya kepada kita. Untuk sebuah kemenangan sejati di dunia dan akhirat.

اِذَا جَآءَ نَصۡرُ اللّٰهِ وَالۡفَتۡحُۙ
وَرَاَيۡتَ النَّاسَ يَدۡخُلُوۡنَ فِىۡ دِيۡنِ اللّٰهِ اَفۡوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Robbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh Dia Maha penerima tobat.” (Qs. An-Nasr: 1-3).*

Artikel Khotbah Jumat UBN: Ketauhidan Lawan Kesyirikan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-ketauhidan-lawan-kesyirikan/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Dua Potensi Manusia https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-dua-potensi-manusia/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-dua-potensi-manusia/#respond Fri, 29 Jul 2022 01:40:04 +0000 https://parade.id/?p=20776 Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) Bismillahirrahmanirrahiim Surat Asy-Syams ayat 7-10: وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا “Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya, merugilah orang yang mengotorinya.” Jiwa manusia yang […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Dua Potensi Manusia pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

Bismillahirrahmanirrahiim
Surat Asy-Syams ayat 7-10:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا

“Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya, merugilah orang yang mengotorinya.”

Jiwa manusia yang diciptakan Allah Ta’ala dengan sempurna, sejatinya memiliki dua potensi. Potensi untuk fujur (jahat atau maskiat) dan potensi untuk takwa. Karena itu, beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwanya untuk ketakwaan dan merugilah orang-orang yang mengotorinya dengan maksiat.

Sebagai seorang muslim, Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji kita dengan dua potensi ini sekaligus mengingatkan kita untuk berhati-hati. Jangan sampai kita gagal memilah; dengan potensi yang mana kita akan menjalani kehidupan. Jangan sampai kita lengah dari ancaman kemaksiatan dan jangan pula lalai untuk selalu kontinu menyucikan diri dari belenggu kemaksiatan.

Ingatlah bahwa kita bisa tersesat menjadi jahat karena kita sendiri yang mengotori diri. Juga, kita dapat menjadi manusia yang takwa karena giat dan taat beribadah menyucikan jiwa.

Untuk menjadi orang yang dapat senantiasa membersihkan jiwa dan menjaga takwa inilah, Allah Subhanahu wa Taala memberikan modal akal kepada manusia. Akal dapat membuat manusia menemukan kebenaran, sekaligus bebas menentukan dengan cara apa ia berkarya terbaik untuk kemaslahatan dunia.

Namun, di titik kebebasan inilah, kadang manusia lengah pada aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Taala. Kebebasan berpikir dan berkehendak ini membuat manusia lebih tinggi derajatnya dibandingkan mahluk lain. Namun, juga seringkali membuat manusia “menabrak” batasan Penciptanya.

Jika saja dengan kebebasan berakal ini, manusia menyucikan diri dan memurnikan hawa nafsunya pada kehendak Ilaahi, maka dia bisa lebih mulia dari para malaikat. Namun, bila ia menggunakan kebebasan untuk memilih memperturutkan nafsu maksiat, maka pada saat yang sama, manusia bisa lebih hina daripada hewan ternak seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

Status hina ini karena manusia justru menggunakan akal dan kebebasannya untuk mengotori jiwa dan melanggar aturan yang telah Allah Al-Hakam tetapkan. Untuk itu, hanya ada dua pilihan bagi kita; akankah mengambil jalan tazkiyah atau kita mengambil jalan tadsiyah (mengotori jiwa).

Tazkiyatun nafs adalah bekal utama untuk menjadi orang yang bahagia. Orang yang mulia. Orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Takwa merupakan sebaik-baik bekal. Berbekallah dengan takwa karena sebaik-baik bekal adalah takwa.

Takwa merupakan hasil dari proses tazkiyatun nafs. Juga merupakan modal utama untuk kekuatan dan kualitas terbaik diri kita. Terutama dalam rangka membangun indeks manusia Indonesia dari sisi kualitas. Salah satunya dengan membaca dan mengamalkan ayat-ayat Alquran. Di antara maksud diturunkannya Alquran adalah untuk tazkiyatun nafs.

Maka, sebagai seorang muslim dan mukmin; bila Anda ingin menambah kualitas diri, maka kuncinya adalah ber-tazkiyatun nafs berdasarkan perspektif Alquran.

Sedangkan, bila ada seorang muslim yang membaca Alquran, tetapi tidak mampu membersihkan jiwanya dan tidak dapat mewujud menjadi manusia berkualitas, maka dipastikan ada yang bermasalah dengan proses interaksinya dengan Alquran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pada surat Al A’la ayat 14:
قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ تَزَكّٰ
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman).”

Kemudian surat Thaha ayat 75-76:
وَمَنْ يَّأْتِهٖ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصّٰلِحٰتِ فَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الدَّرَجٰتُ الْعُلٰى ۙ
جَنّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗوَذٰلِكَ جَزَاۤءُ مَنْ تَزَكّٰى
“Dan barang siapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman, dan telah mengerjakan kebajikan, maka mereka itulah orang yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia).

(Yaitu) surga-surga ‘Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang yang menyucikan diri.”

Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam proses penyucian jiwa yang pertama dan utama adalah ikhlas. Keikhlasan di dalam hati kita. Ikhlas di sini bukan berarti rela. Ikhlas adalah memurnikan penghambaan kepada Allah. Tidak bercampur antara tauhid dengan kemusyrikan.

Kedua adalah keseimbangan. Keseimbangan kita dalam menjalani hidup. Keseimbangan seperti yang kita minta pada doa sapu jagat, “Rabbanaa, aatinaa fid dunyaa hasanah, wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa ‘adzaaban naar.”

Keseimbangan di sini juga bukan berarti 50-50. Namun, seimbang anatara kehidupan dunia yang baik (fid dunyaa hasanah) dan di akhirat nanti selamat hingga mencapai surga (wa fil aakhirat ihasanah) serta terlindungi dari siksa apa neraka.

Ketiga, berkesinambungan dan konsisten dalam beramal shalih.*

Artikel Khotbah Jumat UBN: Dua Potensi Manusia pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-dua-potensi-manusia/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Wajah Calon Penghuni Surga https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-wajah-calon-penghuni-surga/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-wajah-calon-penghuni-surga/#respond Fri, 22 Jul 2022 02:52:54 +0000 https://parade.id/?p=20668 Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) Bismillahirrahmanirrahiim Surat al-Ghasyiyyah ayat 8-10 وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاعِمَةٌ لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ “Banyak muka pada hari itu berseri-seri. Merasa senang karena usahanya. Dalam surga yang tinggi.” Setiap perbuatan atau usaha kita di dunia pasti akan diperlihatkan balasannya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di akhirat kelak. Di hari itu, ada […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Wajah Calon Penghuni Surga pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

Bismillahirrahmanirrahiim
Surat al-Ghasyiyyah ayat 8-10
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاعِمَةٌ
لِسَعْيِهَا رَاضِيَةٌ
فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ

“Banyak muka pada hari itu berseri-seri. Merasa senang karena usahanya. Dalam surga yang tinggi.”

Setiap perbuatan atau usaha kita di dunia pasti akan diperlihatkan balasannya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala di akhirat kelak.

Di hari itu, ada yang terlihat “wujuhuy yauma idzin khoosyiah” (wajah yang tertunduk, terhina) dan ada pula yang “wujuhuy yauma idzin naa’imah” (wajah yang berseri-seri). Ada yang tertunduk dan ada yang berseri-seri karena bahagia .

Tentu sangat beruntung orang-orang yang wajahnya berseri, lantaran amalan dan ikhtiarnya menggapai ridha Allah di dunia, diterima Allah Subhanahu wa ta’ala. Inilah wajah calon penghuni surga.

Lalu apa syaratnya agar wajah kita berseri-seri saat bertemu dengan Allah Subhanahu wa ta’ala di akhirat? Ada empat hal yang mesti kita upayakan selama hidup di dunia.

Pertama, iman. Di kehidupannya dunia, pada wajah orang yang shalih terpancar cahaya yang mengisyaratkannya sebagai calon penghuni surga. Pancaran itu sejatinya berasal dari iman yang mendasari setiap amal shalih yang dilakukannya.

Iman sendiri dibuktikan dengan lisan dan perbuatan. Menyatakan iman dengan lisan untuk orang-orang yang tidak terlahir sebagai muslim itu, sungguh membutuhkan pengorbanan. Inilah pembuktian untuk iman yang dideklarasikan dengan lisan.

Setelah dengan lisan, iman itu juga harus dibuktikan dengan perbuatan. Contohnya shalat. Dalam shalat, terdapat dua rukun, yaitu rukun fi’liyah yang berarti perbuatan dan rukun qauliyah yaitu perkataan. Dua-duanya wajib dikerjakan.

Kedua, ikhlas. Setelah iman dengan lisan dan perbuatan; landasan amal shalih yang selanjutnya adalah keikhlasan. Ikhlas, sejatinya adalah melakukan segala sesuatu hanya untuk Allah Swt semata. Pada praktiknya, orang yang ikhlas seringkali menyembunyikan amal shalihnya. Ini karena ia tidak ingin keikhlasannya terkontaminasi dengan keinginan untuk diapresiasi orang lain.

Namun demikian, ikhlas saja tidak cukup. Hal ini disebabkan, banyaknya di antara kita yang ketika beribadah hanya mengikuti perasaan, tetapi minim ilmu. Sehingga, tidak sesuai dengan tuntunan sunah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.

Mengikuti tuntunan sunah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam inilah yang menjadi syarat ketiga. Dengan demikian, melakukan sebuah amal shalih pada awalnya harus berorientasi ikhlas karena Allah dan kemudian, harus dibarengi dengan pengetahuan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Muhammad saw. Inilah langkah-langkah yang harus kita lakukan dalam melakukan sebaik-baik amal.

Syarat keempat, berorientasi akhirat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pada surat Al Isra’ ayat 19:
وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا

“Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman; maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.”

Visi tertinggi seorang muslim dalam kehidupan dunia adalah akhirat. Namun, sayangnya, kebanyakan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia seperti yang digambarkan dalam surat Al Kahfi ayat 104.
اَلَّذِيْنَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ يُحْسِنُوْنَ صُنْعًا

“(Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.”

Inilah orang yang celaka, usaha terbaiknya hanya terhenti untuk dunia. Di mata Tuhan nya perbuatan mereka ini hanya sia-sia. Saat seseorang tidak memiliki orientasi akhirat; tidak memiliki visi masa depan untuk sampai di surga, maka pada malam hari hanya dimanfaatkan untuk tidur.

Padahal dengan banyak tidur, otomatis hak istimewa sebagai hamba yang ada pada malam hari akan hilang. Atau, karena terlalu sibuk dengan urusan bisnis dan karier, lalu tidur terlalu larut. Sehingga waktu tahajud terlewat. Subuh pun kesiangan.

Waktu-waktu istimewa di sepertiga malam pun hilang.

Namun, tidak demikian dengan para pekerja keras yang berorientasi akhirat, tidur selarut apa pun dan dalam kondisi yang selelah apa pun dia akan tetap menjaga waktu istimewanya dengan Allah pada sepertiga akhir malam.

Artinya, di sinilah kekuatan cara berpikir kita yang akan menjadi penyokong konsistensi dan produktivitas seorang muslim untuk terus melakukan amal shalih yang akan mengantarkannya menjejak di surga.

Kebanyakan kita berorientasi jadi orang kaya. Namun, tidak banyak orang yang menyadari hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menggambarkan bahwa orang kaya baru bisa masuk surga setelah diseleksi 500 tahun; setelah orang miskin beriman yang masuk surga.

Artinya, di sini cara berpikir atau mindset kita tentang kekayaan yang harus diubah dengan mindset orientasi akhirat. Sehingga, jadilah orang kaya yang seluruh aset dan jiwa raganya untuk akhirat, seperti Abu Bakar ra, Utsman bin Affan ra, dan Abdurrahman bin Auf ra.

Akhirnya, marilah kita selalu ingat bahwa dunia itu singkat. Karena itu, marilah kita menapaki kehidupan dengan empat hal di atas yaitu iman, ikhlas, mengikut sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berorientasi akhirat. Dengan izin Allah, wajah kita akan berseri-seri di akhirat dan hidup kita di dunia juga bahagia.*

Artikel Khotbah Jumat UBN: Wajah Calon Penghuni Surga pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-wajah-calon-penghuni-surga/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Menatap Idul Kurban dengan Taqwa https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-menatap-idul-kurban-dengan-taqwa/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-menatap-idul-kurban-dengan-taqwa/#respond Sat, 02 Jul 2022 08:45:27 +0000 https://parade.id/?p=20406 Oleh: KH Bachtiar Nasir Jiwa-jiwa yang beriman saat ini merasa sangat bahagia menyambut Iduladha yang akan dilaksanakan. Jika ingin menjadi bagian di momen yang sangat besar ini, maka tingkatkanlah ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena dengan taqwa yang membuat kita bisa menikmati momen yang sangat agung ini. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Menatap Idul Kurban dengan Taqwa pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: KH Bachtiar Nasir

Jiwa-jiwa yang beriman saat ini merasa sangat bahagia menyambut Iduladha yang akan dilaksanakan.

Jika ingin menjadi bagian di momen yang sangat besar ini, maka tingkatkanlah ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, karena dengan taqwa yang membuat kita bisa menikmati momen yang sangat agung ini.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَ ‎﴿١﴾‏ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ ‎﴿٢﴾‏

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah. (Q.S. Al-Kautsar (108) : 1-2).

Pada hari tersebut ada dua ibadah agung yang disatukan, ibadah agung yang sifatnya vertikal (shalat), dan ibadah agung yang sangat kuat nilai horizontal/kemanusiaan (berkurban).

Beruntunglah orang-orang yang mempersiapkan dirinya dengan ketaqwaan, sehingga sejak saat ini sudah bisa merasakan kebahagiaan Iduladha.

Para jamaah haji juga dalam kondisi sangat berbahagia yang pada tanggal 8 Dzulhijjah berada di mina dan puncak kebahagiaannya pada tanggal 9, hari Arafah, karena haji itu puncaknya adalah wukuf di Arafah.

Bagi yang tidak berhaji juga sangat dianjurkan untuk berpuasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Allah Subhanahu wa ta’ala tidak akan mensyariatkan sesuatu kecuali hal tersebut mengandung keagungan.

Tema pada khutbah kali ini adalah menatap Idul Qurban dengan taqwa agar para jamaah sekalian memandang Iduladha dengan ketaqwaan dan bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Ibrahim dan Ismail `Alaihissalam, kesabaran dari sayyidah Hajar, dan juga yang dirasakan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam.

Berkurban menurut mazhab Syafi’i adalah dianjurkan, terkhusus pada kondisi saat ini, jika banyak umat Islam yang berkurban, maka akan menggerakkan roda ekonomi umat Islam. Begitu juga dengan kondisi sebagian negeri Islam yang mendesak kita semua untuk berbagi, tapi tidak sembarang berbagi.

Ada beberapa tujuan-tujuan disyariatkannya berkurban:

1- Berkurban merupakan bentuk pengakuan kita bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan kenikmatan yang besar, sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Kautsar. Berkurban juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah menundukkan hewan ternak kepada kita.

Orang yang bersyukur pada saat Iduladha, maka dia akan mendapatkan balasan kesyukuran dari Allah asy-Syakuur.

Para orang tua mari ajarkan anak-anak dan menantu. Wahai pemuda jadilah pemuda yang mandiri dalam berkurban agar bisa merdeka dari mentalitas hewan ternak yang selalu dicucuk hidungnya.

Ismail `Alaihis salam ketika hendak disembelih, ia bersabar. Dan inilah bentuk kemerdekaan yang hakiki ketika seseorang pasrah sepenuhnya di hadapan Allah dan bertaqwa mengikuti syariat Allah.

Begitu juga dengan kesabaran Ibrahim `Alaihis salam. Ketika anak yang dicintainya Ismail `Alaihis salam sudah sampai pada usia bisa bekerja sama dengan ayahnya, Allah Subhanahu wa ta’ala perintahkan untuk menyembelihnya. Para pemuda, jadilah Ismail-ismail masa kini, maka kalian akan menjadi manusia yang merdeka.

2. Menapaktilasi jejak Nabi Ibrahim `Alaihis salam

Jika ingin menapaktilasi jejak Ibrahim `alaihis salam yang telah memberikan jalan kepada kita untuk menjadi orang yang bertaqwa, maka berkurbanlah. Dan persiapkanlah mulai dari sekarang dengan kurban yang terbaik.

Jika masih tidak mampu juga, maka bantulah tenaga dan skill-mu agar daging-daging kurban tersebut sampai kepada yang membutuhkannya. Bisa juga dengan memasakkannya supaya penerimannya bisa menerimanya dengan baik dan enak.

Apalagi saat ini, umat islam membutuhkan persatuan yang lebih kuat lagi dalam menghadapi tantangan yang lebih berat. Lihatlah saat ini yang muncul para penghina Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam. Mereka melakukan itu karena mereka melihat bahwa umat islam tidak kuat. jika mereka tahu umat Islam bersatu, maka mereka tidak akan berani menghina simbol umat Islam.

3. Syariat kurban menguatkan tauhid

Pada masa lalu ada orang-orang yang mengharamkan hewan-hewan tertentu yang tidak diharamkan oleh Allah Ta’ala.

Bahkan ada yang menyembah hewan-hewan tertentu. Mereka menjadikannya tuhan atau perwujudan tuhan. Islam datang dengan syariat menyembelih hewan-hewan yang disyariatkan.

Hewan-hewan ternak oleh sebagian orang telah dituhankan. Islam datang dengan syariatnya dan menjelaskan bahwa hewan-hewan ternak tersebut tidak pantas untuk dituhankan.

Syariat berkurban penuh dengan nilai-nilai tauhid. Dan ini memberikan kesempatan kepada kita semua untuk membuktikan ketauhidan kita kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan berkurban.

Buat anak laki-laki, agar menjadi pemberani sembelihlah hewan kurbanmu sendiri. Pemuda-pemuda muslim harus kuat lengannya, harus mahir tangannya, dan siap siaga dari setiap serangan yang datang.

4. Kemulian Islam dalam memperlakukan hewan qurban

Islam mengajarkan agar dalam menyembelih dengan pisau yang sangat tajam dan ketika menyembelih tidak boleh terlihat oleh hewan ternak lainnya yang belum disembelih.

Inilah Islam yang mengajarkan kepada kita tentang adab dan akhlak, bahkan kepada hewan ternak. Islam tidak hanya mementingkan kesehatan dan higienis, tapi yang lebih penting dari itu adalah adab dan akhlak dengan tuntunan syariat-syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam.

Artikel Khotbah Jumat UBN: Menatap Idul Kurban dengan Taqwa pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-menatap-idul-kurban-dengan-taqwa/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Menyucikan Allah Yang Maha Tinggi https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-menyucikan-allah-yang-maha-tinggi/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-menyucikan-allah-yang-maha-tinggi/#respond Fri, 24 Jun 2022 10:26:30 +0000 https://parade.id/?p=20278 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman سَبِّحِ ٱسْمَ رَبِّكَ ٱلْأَعْلَى ‎﴿١﴾ Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi (QS al-A‘la (87): 1) Banyak sekali kata tasbih disebutkan dalam Al-Qur’an. Dalam bentuk yang bermacam-macam ia disebutkan 87 kali; baik dalam bentuk madhi (kata lampau), mudhari‘, amr (perintah), masdar, dan ism Masdar. Kata-kata tasbih pada ayat ini berbentuk kata […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Menyucikan Allah Yang Maha Tinggi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
سَبِّحِ ٱسْمَ رَبِّكَ ٱلْأَعْلَى ‎﴿١﴾
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi (QS al-A‘la (87): 1)
Banyak sekali kata tasbih disebutkan dalam Al-Qur’an. Dalam bentuk yang bermacam-macam ia disebutkan 87 kali; baik dalam bentuk madhi (kata lampau), mudhari‘, amr (perintah), masdar, dan ism Masdar. Kata-kata tasbih pada ayat ini berbentuk kata perintah.

Tasbih adalah menyucikan Allah baik secara keyakinan, perkataan, dan perbuatan dari hal-hal yang tidak layak untuk disematkan kepada Allah Yang Maha Suci Bertasih secara ringkas berarti menyucikan Allah semua hal-hal yang tidak pantas, baik dalam bentuk sifat maupun perbuatan. Misalnya dalam keseharian, jangan menyebut nama Allah di tempat yang kotor, jangan mengidentikkan Allah dengan hal-hal yang kotor, jangan berbicara tentang Allah dengan candaan-candaan yang merendahkan sifat Allah, dan jangan juga mendamprat takdir Allah.

Jangan sebut nama Allah sedang hatimu tidak sedang mengagungkan-Nya. Jangan membaca Al-Qur’an sedang hatimu masih lalai mengingat Allah.. ini berarti kamu tidak sedang menyucikan Allah subhanahu wa ta’ala.

Misalnya juga, jangan berdzikir sementara prilakumu tidak menunjukkan bahwa kamu sedang berdzikir kepada Allah.
Dalam menyebut nama-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, dan membaca kitab suci-Nya, jangan dalam keadaan tidak mengagungkan Allah subhanahu wa ta’ala.

Termasuk benda-benda yang tertulis lafzhul jalalah Allah, dan asmaul husna dan sifat-sifat-Nya yang Tinggi tidak boleh dibawa ke tempat-tempat kotor, bukan hanya di toilet, di semua ruang-runag yang hina, dan di tempat-tempat maksiat juga sucikanlah Allah subhanahu wa ta’ala.

Ini dari hal yang sederhana. Di dalam surah al-A‘la ayat 1, kita diperintahkan untuk menyucikan Allah subhanahu wa ta’ala dari sisi tauhid rububiyyah. Dari hal yang sederhana, ketika kita melihat ciptaan-ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala, maka lihatlah matahari yang energinya tidak habis, tidak ada yang bisa merubah matahari yang terbit dari timur menjadi terbit ke barat maka bertasbihlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketika sunrise dan sunset, sucikanlah Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu juga ketika berada di pantai melihat lautan, sucikanlah Allah subhanahu wa ta’ala
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(Q.S. Ali Imran (3) : 191)

Orang-orang yang terbiasa menyucikan Allah dari hal-hal yang sederhana, -in syaa Allah- dia termasuk orang yang disucikan Allah subhanahu wa ta’ala dan akan ditinggikan derajatnya oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan hdiupnya akan penuh dengan keberkahan.

Seandainya Nabi Yunus `alaihis salam bukan orang suka bertasbih tentu ia akan berada dalam perut ikan hingga hari dibangkitkan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
فَٱلْتَقَمَهُ ٱلْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ ‎﴿١٤٢﴾‏ فَلَوْلَآ أَنَّهُۥ كَانَ مِنَ ٱلْمُسَبِّحِينَ ‎﴿١٤٣﴾‏ لَلَبِثَ فِى بَطْنِهِۦٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. (Q.S. ash-Shaffat (37) : 142-144)

Ketika kita menggunakan akal pikiran kita dan berangkatnya dari menyucikan Allah subhanahu wa ta’ala, maka kita akan menemukan hal-hal hebat dalam hidup kita. Dan puncaknya adalah ketika Allah memberikan taufik-Nya kepada kita untuk senantiasa bertasbih kepada-Nya.
Ketika sujud dan ruku’ kita semua bertasbih kepada-Nya, akan tetapi sedikit yang memahami apa maksud dari bacaan tasbihnya.

Apa maksud dari subhaana rabbiyal ‘Azhiim wa bihamdihi. Apa maksud dari subhaana rabbiyal A‘laa wa bihamdihi. Seandainya kita faham ketika ruku‘ kita menyucikan Allah yang Maha Agung dan ketika sujud kita menyucikan Allah yang Maha Tinggi, maka tentu kita akan seperti para sahabat Nabi shallallahu `alaihi wa sallam yang kuat berlama-lama dalam sujud dan ruku’nya.

Ketika kita faham bahwa ketika kita shalat kita menyucikan Allah subhanahu wa ta’ala tentu kita akan menikmati shalat kita dan memperbanyak rakaat shalat.

Kenapa kita harus bertasbih atas nama Allah Yang Maha Tinggi?
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
ٱلَّذِى خَلَقَ فَسَوَّىٰ ‎﴿٢﴾‏ وَٱلَّذِى قَدَّرَ فَهَدَىٰ ‎﴿٣﴾‏ وَٱلَّذِىٓ أَخْرَجَ ٱلْمَرْعَىٰ ‎﴿٤﴾‏ فَجَعَلَهُۥ غُثَآءً أَحْوَىٰ ‎﴿٥﴾
yang menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk, dan yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. (Q.S. al-A‘laa (87) : 2-5)

Pertama, kita bertasbih kepada Allah, karena Alla-lah yang menciptakan kita dari belum ada sebelumnya tanpa contoh, dan Allah menyempurnakan penciptaan manusia.
Kalau ingin menjadi seorang yang senang bertasbih, maka ingatlah Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakanmu dan menyempurmakan penciptaanmu.

Kedua, Allah telah menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.
Lihatlah kaki dan tangan kita, keduanya seimbang, dan lihatlah anggota tubuh kita dan keinginan-keinginan kita.

Allah juga memberikan hidayah-Nya kepada kita, agar keinginan kita senantiasa meraih hal-hal yang bermanfaat.

Ketiga, Allah telah menumbuhkan rumput-rumputan.
Ketika kita bisa makan daging kambing dan sapi itu karena hewan itu makan dari rerumputan. Dan Allah-lah yang menumbuhkan rerumputan tersebut.

Keempat, dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. Allah subhanahu wa ta’ala bisa merubah rerumputan tersebut menjadi kering. Begitu pula manusia yang segar kemudian seiring usia tubuhnya layu dan rapuh tulangnya.

Mari kita perbanyak bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Ketika bersujud ingatlah ayat-ayat tersebut (al-A‘laa : 1-5) maka kamu akan menikmati sujudmu dan semakin sempurnalah tasbihmu.

لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. (Q.S. Al-Anbiya’ (21): 87)

Inilah tasbih Nabi Yunus `alaihis salam yang membuatnya terbebas dari berbagai kegelapan dan Ia pun terselamatkan.
Perbanyaklah bertasbih, maka kita akan menjadi orang yang beruntung.

Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan dicintai ar-Rahman :
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيمِ

*Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

Artikel Khotbah Jumat UBN: Menyucikan Allah Yang Maha Tinggi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-menyucikan-allah-yang-maha-tinggi/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Sikap Muslim terhadap Para Penghina Nabi https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-sikap-muslim-terhadap-para-penghina-nabi/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-sikap-muslim-terhadap-para-penghina-nabi/#respond Fri, 10 Jun 2022 13:06:04 +0000 https://parade.id/?p=20087 Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) ADANYA pihak yang menghina Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam in, bagi orang-orang yang beriman akan menjadi ukuran kecintaannya kepada baginda Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam, bagaimana ia menyikapi penghinaan tersebut. Hal tersebut juga menjadi ukuran bagi keimanan dan ketauhidan seorang muslim di hadapan Nabinya, Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam. Hal […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Sikap Muslim terhadap Para Penghina Nabi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

ADANYA pihak yang menghina Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam in, bagi orang-orang yang beriman akan menjadi ukuran kecintaannya kepada baginda Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam, bagaimana ia menyikapi penghinaan tersebut.

Hal tersebut juga menjadi ukuran bagi keimanan dan ketauhidan seorang muslim di hadapan Nabinya, Muhammad Shallallahu `alaihi wa sallam.

Hal tersebut juga bisa menjadi batu sandungan bagi setiap orang terhadap Alquran al-Karim dan risalah yang dibawa oleh Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam.

Karena penghinaan terhadap Nabi tidak saja terkait dengan pribadi nabi, tapi juga terkait dengan risalah yang dibawa oleh Nabi.

Kami memberikan peringatan dan bimbingan kepada umat, bagaimana menyikapi dan mengambil hikmah di balik penghinaan terhadap Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam.

Kejadian baru-baru ini lebih menyakitkan karena disampaikan di oleh seseorang yang memiliki kedudukan di suatu negeri dalam sebuah diskusi yang mewakili lembaga yang berkuasa di negerinya. Dan ini adalah penistaan di tingkat formal yang tidak terjadi sebelumnya.

Kejadian tersebut memiliki dampak positif dalam membangkitkan semangat cinta kepada Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam. Semoga hal tersebut meluas menjadi semangat persatuan.

Apabila ada isu besar seperti ini, umat Islam belum juga bangkit dan bersatu, lalu mau menunggu momentum apalag? Apa menunggu hingga ada pembantaian dan dihinakan sehina-hinanya?

Penghinaan terhadap Nabi ini memang sudah terjadi sejak lama dan terus berulang, sebagaimana permusuhan abadi yang tidak pernah damai selamanya antara yang haq dan yang batil. Dan jangan coba-coba untuk mendamaikan antara kebenaran dan kebatilan, karena jika itu dilakukan maka bisa jadi berada dalam kemunafikan jiwa atau promotor kemunafikan.

Pengikut Nabi selamanya tidak akan bisa didamaikan dengan pengikut setan di muka bumi ini.

Tentu antara kebenaran dan kebatilan ada batas toleransi yaitu lakum dinukum wa liya diin (Untukmu agamamu dan untukku agamaku).

Terkait penghinaan tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْـَٔايَٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ ‎﴿١١٨﴾‏

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Q.S. Ali Imran (3) : 118)

Atas nama toleransi janganlah terlalu naif atas nama demokrasi, kamu memilih orang kepercayaanmu dari orang yang tidak seiman dengan kamu. Karena mereka tidak akan berhenti membuat kemudharatan kepada kamu. Dan dalam benak mereka, yang mereka inginkan dari kamu adalah kesusahan.

Hikmah penting dari pada ayat tersebut adalah jangan serahkan hal-hal penting dalam kehidupanmu terutama yang terkait dalam urusan agama kepada orang yang tidak beriman.

Dan jika pada urusan yang tidak penting dan tidak terkait pada urusan agama, ini tidak masalah, karena setiap manusia pasti ada manfaatnya walaupun ia masih kafir. Dan kita harus bertoleransi di dalam kehidupan ini. Dan di Indonesia sebagai negara yang mayoritas muslim sudah menunjukkan toleransinya.

Dalam surah Fushshilat tentang penghinaan terhadap Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam adalah pengulangan. Dan pengulangan ini juga sebagai bentuk permusuhan yang tidak pernah berakhir sampai hari Kiamat.

Dan perlu diingat, Nabi yang dihina tidak akan pernah hina. Selamanya para Nabi itu agung. Para sahabat dalam menghadapi penghinaan terhadap Nabi, maka mereka semakin cinta dan loyal kepada Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam.

Sebagaimana Umar radhiyallahu `anhu yang siap memenggal orang yang tidak mempercayai Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam, walaupun pada akhirnya hal tersebut dilarang oleh Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam.

Orang-orang yang senantiasa memuliakan Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam di tengah penghinaan seseorang kepada beliau dan berpihak kepada pihak yang benar, maka ia akan mendapatkan kemuliaan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

مَّا يُقَالُ لَكَ إِلَّا مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِن قَبْلِكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ ‎﴿٤٣﴾

“Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih.” (Q.S. Fushshilat (41): 43)

Ketika Nabi ada yang menghina, maka ada dua pilhan. Ketika kita berpihak kepada Nabi maka kita akan mendapatkan ampunan dan kemuliaan. Dan jika kita berada di pihak yang mendukung penghina Nabi, maka akan berhadapan dengan siksaan yang pedih.

Kebencian musuh-musuh nabi, lebih kepada risalah yang dibawa oleh Nabi, dan nabi sang pembawa risalah menjadi pusat cacian mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَإِذَا رَأَوْكَ إِن يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَٰذَا ٱلَّذِى بَعَثَ ٱللَّهُ رَسُولًا ‎﴿٤١﴾

“Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): “Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul?” (Q.S. al-Furqan (25) : 41).

Kenapa mereka marah terhadap Alquran? Karena Alquran menampakkan kebohongan mereka dan apa yang mereka katakan atas nama kitab suci mereka. Dimulai dari konsep ketuhanan mereka yang dibongkar kebohongannya di dalam Alquran al-Karim.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa setia kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam dalam menang maupun kalah. Karena biasanya penghinaan kepada Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam itu ketika kaum muslim dalam jumlah yang minoritas.

Dan Alhamdulillah beberapa perusahan besar sudah memboikot produk negeri penghina Nabi. dan mereka mengatakan bahwa hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.

Dan Alhamdulillah, ada pemerintah daerah di Indonesia yang menstop investasi dengan India. Semoga keberpihakan tersebut menunjukkan kemuliaan orang yang memuliakan Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam.*

Jumat, 10 Juni 2022

Artikel Khotbah Jumat UBN: Sikap Muslim terhadap Para Penghina Nabi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-sikap-muslim-terhadap-para-penghina-nabi/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Merasa Cukup Bersama Allah https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-merasa-cukup-bersama-allah/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-merasa-cukup-bersama-allah/#respond Fri, 03 Jun 2022 10:35:25 +0000 https://parade.id/?p=19950 Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) BENCANA terbesar dalam hidup bermula disebabkan tidak merasa cukup bersama Allah Subhanahu wa ta’ala. Awal dari semua ketangguhan dan martabat kehormatan adalah merasa cukup bersama Allah Subhanahu wa ta’ala. Perjalanan menuju perjumpaan dengan Allah dan mengajak manusia kepada Allah tidak sepi dari berbagai tantangan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, فَإِن […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Merasa Cukup Bersama Allah pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

BENCANA terbesar dalam hidup bermula disebabkan tidak merasa cukup bersama Allah Subhanahu wa ta’ala.

Awal dari semua ketangguhan dan martabat kehormatan adalah merasa cukup bersama Allah Subhanahu wa ta’ala.

Perjalanan menuju perjumpaan dengan Allah dan mengajak manusia kepada Allah tidak sepi dari berbagai tantangan.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَإِن تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ [التوبة : 129]
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Nabi Muhammad), “Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan pemilik ‘Arasy (singgasana) yang agung.” (at-Taubah : 129)

Jika kebaikan berbalas keburukan, jika kasih sayang berbalas kekerasan, dan dakwah kepada Allah mendapatkan penolakan keras maka ucapkanlah.

Terutama bagi para pejuang dakwah, agar menghafalnya dan mentadabburi ayat tersebut agar semakin kokoh dalam menghadapi ujian dalam dakwahnya dan bisa melindunginya dari hal-hal yang membahayakannya; baik dari sisi dunia maupun akhirat.

Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam dengan semua kesempurnaan perangkat dakwahnya tak luput dari berbagai ujian dan cobaan.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ [التوبة : 128]
Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. (at-Taubah : 129)

Dalam hadits disebutkan:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ حَدَّثَهُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ فَقَالَ الْمَقْضِيُّ عَلَيْهِ لَمَّا أَدْبَرَ: حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رُدُّوا عَلَيَّ الرَّجُلَ، فَقَالَ : مَا قُلْتَ؟ قَالَ : قُلْتُ حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ يَلُومُ عَلَى الْعَجْزِ وَلَكِنْ عَلَيْكَ بِالْكَيْسِ، فَإِذَا غَلَبَكَ أَمْرٌ فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Dari Saif dari ‘Auf bin Malik, ia bercerita kepada mereka bahwa nabi shallallahu `alaihi wa sallam memutuskan perkara antara dua orang, orang yang diputuskan kalah berkata saat beranjak, “Hasbiyallaahh wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah bagiku dan Dia adalah sebaik-baik pelindung).” Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Bawa kemari orang itu.” Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang kau ucapkan?” orang itu menjawab, “Hasbiyallaahh wa ni’mal wakil.” Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencela kelamahan tapi hendaklah kamu bersikap cerdas, bila sesuatu mengalahkanku, ucapkanlah : “hasbiyallaahh wa ni’mal wakil.” (HR Ahmad)

Al-Firuzabadi (wafat 827 H) dalam kitab Sifrus Sa‘adah menjelaskan bahwa banyak kalimat-kalimat ruqyah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu `alaihi wa sallam, di antaranya adalah

تحصَّنتُ بالذي لا إلهَ إلّا هو إلهي وإلهُ كلِّ شيءٍ
“Aku berlindung dengan Allah yang tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain-Nya. Ia adalah tuhan segala sesuatu.”

واعتصمتُ بربِّي وبربِّ كلِّ شيءٍ
“Aku memohon pertolongan kepada Rabbku dan Rabb segala sesuatu.”

وتوكلتُ على الحيِّ الذي لا يموتُ
“Aku bertawakkal kepada Allah al-Hayyu al-ladzii laa yamuut (yang Maha Hidup yang tidak akan pernah mati).”

واستدفعتُ الشرَّ بلا حولَ ولا قوةَ إلّا باللهِ،
“Aku memohon perlindungan dari keburukan dengan laa haula wa laa quwwata illah billah (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).”

حسبيَ اللهُ ونعمَ الوكيلُ،
“Cukuplah Allah bagiku dan Dia adalah sebaik-baik pelindung.”

حسبيَ الربُّ من العبادِ،
“Cukuplah Rabb bagiku dari hamba-hamba-Nya.”

حسبيَ الخالقُ من المخلوقِ،
“Cukuplah Allah Maha Pencipta bagiku dari makhluk-Nya.”

حسبيَ الرزاقُ من المرزوقِ،
“Cukuplah Allah Maha pemberi rezeki bagiku dari orang yang diberi rezeki oleh-Nya.”

حسبيَ الذي هو حسبي،
“Cukuplah Allah bagiku yang Ia menjadi kecukupanku.”

حسبيَ الذي بيدهِ ملكوتُ كلِّ شيءٍ، وهو يجيرُ ولا يجارُ عليه،
“Cukuplah Allah bagiku yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu, sedangkan Dia melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab-Nya).”

حسبيَ اللهُ وكفى، سمِع اللهُ لمن دعا، ليس وراءَ اللهِ مَرمى،
“Cukuplah Allah bagiku dan dia telah memberikan kecukupan, mengabulkan hambanya yang berdoa kepada-Nya, yang tiada selain Allah yang menjadi tujuan.”

حسبيَ اللهُ لا إلهَ إلّا هو عليه توكلتُ وهو ربُّ العرشِ العظيمِ
“Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan pemilik ‘Arasy (singgasana) yang agung.” (Sifrus Sa‘adah, 249)

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ [الزمر : 38]

Sungguh, jika engkau (Nabi Muhammad) bertanya kepada mereka (kaum musyrik Makkah) siapa yang menciptakan langit dan bumi, niscaya mereka menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Kalau begitu, tahukah kamu tentang apa yang kamu sembah selain Allah jika Allah hendak mendatangkan bencana kepadaku, apakah mereka (sesembahan itu) mampu menghilangkan bencana itu atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat mencegah rahmat-Nya?” Katakanlah, “Cukuplah Allah (sebagai pelindung) bagiku. Hanya kepada-Nya orang-orang yang bertawakal berserah diri.” (az-Zumar : 38).*

Jumat, 3 Juni 2022

Artikel Khotbah Jumat UBN: Merasa Cukup Bersama Allah pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-merasa-cukup-bersama-allah/feed/ 0
Khotbah Jumat UBN: Al Quds yang Terzalimi https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-al-quds-yang-terzalimi/ https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-al-quds-yang-terzalimi/#respond Fri, 27 May 2022 07:26:19 +0000 https://parade.id/?p=19817 Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) Al Israa ayat 9-10 اِنَّ هٰذَا الْقُرْاٰنَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًاۙ – ٩ وَّاَنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ࣖ – ١٠ “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada […]

Artikel Khotbah Jumat UBN: Al Quds yang Terzalimi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh: Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)

Al Israa ayat 9-10
اِنَّ هٰذَا الْقُرْاٰنَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًاۙ – ٩
وَّاَنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا ࣖ – ١٠

“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (9) dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih. (10)”

Konflik yang memecah belah dunia Islam dalam menyikapi Al-Quds dan Al- Aqsa sehingga melemahkan perjuangan mereka sendiri adalah karena abai terhadap panduan Alquran. Konflik perpecahan ini menyebabkan kezaliman pendudukan Israel di Tanah Suci tempat kiblat pertama umat Islam terus berkepanjangan hingga 74 tahun.

Perpecahan yang menimpa umat Islam saat ini telah memasuki semua faktor penentu kemenangan, seperti: politik, militer, ekonomi, hukum, sosial, bahkan agama.

Bahkan yang sangat menyedihkan adalah atas nama normalisasi hubungan antara dunia Islam dengan Israel, secara sadar atau tidak telah menggadaikan kesucian tanah yang diberkahi itu dan mengkhianati amanah kenabian. Lebih dari itu telah memposisikan muslim dan para pejuangnya semakin sulit dan menderita. Kezaliman bukan hanya dilakukan oleh kaum pendudukan Zionis Israel, tetapi juga oleh internal umat Islam sendiri.

Sebab semua pelemahan internal dan kezaliman ini adalah karena ego kepentingan negara, bangsa dan kepentingan sesaat individu dan lembaga/organisasi yang mengatasnamakan Islam. Pada hakekatnya bukan untuk kepentingan Islam dan Al-Quds/Al-Aqsa bahkan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan universal.

*Skenario Allah di Al-Aqsa sangat jelas!*

– Al-Israa ayat 4-7
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israel dalam Kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. (4)

Maka jika datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan hamba-hamba Kami yang memiliki kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (5)

Kemudian Kami memberikan giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami membantu Anda yang lebih besar. (6)

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan jika datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua orang lain kan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (7)”

Jumat, 27 Mei 2022

Artikel Khotbah Jumat UBN: Al Quds yang Terzalimi pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/khotbah-jumat-ubn-al-quds-yang-terzalimi/feed/ 0
Bahaya Memutuskan Silaturahmi, Khotbah Jumat UBN https://parade.id/bahaya-memutuskan-silaturahmi-khotbah-jumat-ubn/ https://parade.id/bahaya-memutuskan-silaturahmi-khotbah-jumat-ubn/#respond Fri, 20 May 2022 11:52:15 +0000 https://parade.id/?p=19680 Oleh Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) Diantara prinsip dasar sistem sosial Islam adalah membangun jalinan masyarakat muslim yang harmoni bagai satu tubuh. Ikatan persaudaraan yang terbangun sampai pada tingkatan jika salah satu organ ada yang sakit maka seluruh tubuh ikut merasakannya dan menjadi demam. Kelompok sosial yang mendapat prioritas utama untuk diperhatikan adalah kerabat serahim dan […]

Artikel Bahaya Memutuskan Silaturahmi, Khotbah Jumat UBN pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Oleh Ustaz Bachtiar Nasir (UBN)
Diantara prinsip dasar sistem sosial Islam adalah membangun jalinan masyarakat muslim yang harmoni bagai satu tubuh. Ikatan persaudaraan yang terbangun sampai pada tingkatan jika salah satu organ ada yang sakit maka seluruh tubuh ikut merasakannya dan menjadi demam.

Kelompok sosial yang mendapat prioritas utama untuk diperhatikan adalah kerabat serahim dan senasab keturunan. Merekalah yang pertama mendapatkan hak-hak persaudaraan Islam. Sebagaimana mereka pula yang berhak mendapatkan hubungan kasih sayang.

Berlaku buruk dan mengabaikan hak-hak kerabat serahim dan senasab adalah sifat orang-orang yang merugi dalam hidupnya karena telah memutuskan hubungan yang Allah perintahkan untuk disambung. Bahkan pelakunya digolongkan sebagai perbuatan jahat dan berdosa besar.

Siapakah Alarham yang berhak mendapatkan prioritas hubungan silaturrahim?
Mereka adalah kerabat dari jalur ayah dan jalur ibu. Ayah, ibu, kakek dan nenek adalah Alarham. Anak- anak dan cucu-cucu dari jalur mereka semua adalah Alarham. Saudara-saudara kandung, paman, bibi dan anak keturunan mereka adalah Alarham.
Mereka semualah yang dimaksud oleh Allah sebagai Ulul Arham (serahim dan senasab).

… ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ [الأنفال : 75]

“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Alanfal: 75)

Apa saja bentuk pemutusan silaturrahim?
– Menjauhi pergaulan dengan mereka
– Enggan mengunjungi mereka
– Tidak menghadiri undangan mereka
– Menolak membantu mereka
– Tidak ikut meringankan beban mereka
– Tidak memprioritaskan menyambung hubungan dengan mereka padahal mereka lebih berhak untuk dihubungi

Beberapa bahaya memutuskan silaturrahim:
1. Dilaknat Allah dan akan dituliskan dan dibutakan diakhirat kelak.
Wahai anakku janganlah bergaul dengan pemutus silaturrahim karena aku dapati dalam Alquran mereka dilaknat Allah (Ali bin Husein)

قال الله تعالى: { فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ } . (سورة محمد:32-33).

{وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ} (الرعد:25)

2. Ditetapkan Allah sebagai orang Fasiq dan Merugi:
قال الله تعالى: {وَمَا يُضِلُّ بِهِ إِلَّا الْفَاسِقِينَ * الَّذِينَ يَنقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِن بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَن يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ} (البقرة:26-27)

3. Disegerakan azabnya di dunia dan apa yang telah disiapkan di akhirat.

فعن أبي بكر رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “ما من ذنب أجدر أن يعجل الله لصاحبه العقوبة في الدنيا مع ما يدخر له في الآخرة من البغي وقطيعة الرحم ” . (رواه ابو داود والترمذي وابن ماجه).

4. Diharamkan masuk Surga
“لا يدخل الجنة قاطع”. (رواه البخاري ومسلم). يعني قاطع رحم.
ومعنى عدم دخول الجنة كما قال النووي رحمه الله في شرح مسلم: ( “لا يدخل الجنة قاطع” هذا الحديث يتأول تأويلين سبقا في نظائره في كتاب الإيمان أحدهما: حمله على من يستحل القطيعة بلا سبب ولا شبهة مع علمه بتحريمها فهذا كافر يخلد في النار ولا يدخل الجنة أبداً، والثاني: معناه ولا يدخلها في أول الأمر مع السابقين بل يعاقب بتأخره القدر الذي يريده الله تعالى).(انتهى كلامه رحمه الله).

5. Amalnya tidak terangkat dan tak diterima oleh Allah.
فعن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: “إن أعمال بني آدم تعرض على الله تبارك وتعالى عشية كل خميس ليلة الجمعة فلا يقبل عمل قاطع رحم”.(رواه أحمد).

وقال الطِّيبي رحمه الله: إن الله يبقي أثر واصل الرحم طويلا فلا يضمحل سريعا كما يضمحل أثر قاطع الرحم.

وقال القرطبي رحمه الله تعالى: اتقوا الأرحام أن تقطعوها.

“ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها”. (رواه البخاري).

Jumat, 20 Mei 2022

Artikel Bahaya Memutuskan Silaturahmi, Khotbah Jumat UBN pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/bahaya-memutuskan-silaturahmi-khotbah-jumat-ubn/feed/ 0