#KNPA Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/knpa/ Bersama Kita Satu Mon, 10 Apr 2023 07:24:28 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #KNPA Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/knpa/ 32 32 Surat Terbuka KNPA, GEBRAK, dan KEPAL ke MK terkait UU Cipta Kerja https://parade.id/surat-terbuka-knpa-gebrak-dan-kepal-ke-mk-terkait-uu-cipta-kerja/ https://parade.id/surat-terbuka-knpa-gebrak-dan-kepal-ke-mk-terkait-uu-cipta-kerja/#respond Mon, 10 Apr 2023 07:24:28 +0000 https://parade.id/?p=23978 Jakarta (parade.id)- Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), dan Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) menulis surat terbuka bersama ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait Cipta Kerja. Mereka pada intinya meminta MK untuk tidak lepas tanggung jawab atas putusan inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja. “Pada 21 Maret 2023 lalu, DPR RI telah mengesahkan […]

Artikel Surat Terbuka KNPA, GEBRAK, dan KEPAL ke MK terkait UU Cipta Kerja pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK), dan Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL) menulis surat terbuka bersama ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait Cipta Kerja.

Mereka pada intinya meminta MK untuk tidak lepas tanggung jawab atas putusan inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja.

“Pada 21 Maret 2023 lalu, DPR RI telah mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu UU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU. Tindakan ini kemudian menyempurnakan tindakan melawan konstitusi yang dilakukan oleh pemerintah dengan menerbitkan Perpu Cipta Kerja,” demikian kutipan surat terbuka bersama yang diterima parade.id, Senin (10/4/2023).

“Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah menyatakan bahwa undang-undang nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat,” demikian lanjutannya.

Diuraikan oleh KNPA, GEBRAK, dan KEPAL, bahwa ada sembilan poin dalam putusan yang menyatakan pada pokoknya: Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima; Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;
Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan;
Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;
Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; dan Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.

Namun sebelum menerbitkan Perppu Cipta Kerja, pemerintah menerbitkan tiga peraturan yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Pertama, Peraturan Presiden Nomor 113/2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah.

Kedua, penerbitan Peraturan Pemerintah tahun 2021 tentang Modal Badan Bank Tanah. Ketiga, Rancangan Peraturan Presiden Percepatan Reforma Agraria di Kemenko Perekonomian yang mengacu pada UU Cipta Kerja, bukan pada UU No 5/1996 Tentang UUPA.

Bukan hanya menerbitkan peraturan turunan UU Cipta Kerja, pemerintah juga tetap melanjutkan proses keterlanjuran dalam kawasan hutan yang merupakan implementasi dari pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja.

Mekanisme keterlanjuran ini mengakomodasi aktivitas ilegal dalam kawasan hutan menjadi legal. Tentunya tindakan ini bersifat strategis dan berdampak luas.

“Sebagai lembaga negara yang bertugas menjaga konstitusi negara Republik Indonesia, tindakan-tindakan melawan konstitusi yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI di atas, seharusnya dipertanyakan MK dengan tegas: mengapa pemerintah dan DPR tidak menjalankan mandat konstitusi yang telah diputuskan.”

Sebab tindakan tegas dan aktif dari MK dibutuhkan, sekaligus menjadi pertanggungjawaban MK atas putusannya sendiri.

Tergabung dalam KNPA: Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI), Aliansi petani Indonesia (API), Bina Desa, Lokataru Foundation, Solidaritas Perempuan (SP), Rimbawan Muda Indonesia (RMI), dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP).

Ada pula Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Sajogyo Institute (Sains), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Yayasan PUSAKA, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Sawit Watch (SW), Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan HuMa Indonesia, dan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TuK-Indonesia).

Sementara tergabung ke dalam GEBRAK ada: Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Jaringan Komunikasi Serikat Pekerja Perbankan (Jarkom SP Perbankan), Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), Federasi Pelajar Indonesia (FIJAR), Sekolah Mahasiswa Progresif (SEMPRO), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Ada juga dari Kesatuan Pejuangan Rakyat (KPR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KRPI (Komite Revolusi Pendidikan Indonesia), Federasi Serikat Buruh Makanan & Minuman (FSBMM), FSPM (Federasi Serikat Pekerja Mandiri), FKI (Federasi Pekerja Industri), SPAI ( Serikat Pekerja Angkutan Indonesia), GPPI (Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia), FMRM (Forum Masyarakat Rusunawa Marunda), dan GP (Greenpeace Indonesia).

Pun termasuk SEMAR UI (Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia), TA (Trend Asia), BEM FH UPN VJ, dan BEM STIH Jentera.

Sementara yang tergabung ke dalam KEPAL, ada: Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Institute for Ecosoc Rights, FIAN Indonesia, Indonesia for Global Justice (IGJ), FIELD Indonesia (Yayasan Daun Bendera Nusantara), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Jaringan Masyarakat Tani Indonesia (JAMTANI), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP).

(Rob/parade.id)

Artikel Surat Terbuka KNPA, GEBRAK, dan KEPAL ke MK terkait UU Cipta Kerja pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/surat-terbuka-knpa-gebrak-dan-kepal-ke-mk-terkait-uu-cipta-kerja/feed/ 0
Orasi Ketum KASBI di Hari Tani Nasional Hari Ini https://parade.id/orasi-ketum-kasbi-di-hari-tani-nasional-hari-ini/ https://parade.id/orasi-ketum-kasbi-di-hari-tani-nasional-hari-ini/#respond Tue, 27 Sep 2022 11:40:22 +0000 https://parade.id/?p=21545 Jakarta (parade.id)- Ketua Umum (Ketum) Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos hadir di aksi Hari Tani Nasional, Selasa (27/9/2022), di depan gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Nining sempat memberikan orasi di aksi Hari Tani Nasional itu. Dalam orasinya, Nining mengatakan bahwa di Hari Tani Nasional ini, ingin mengingatkan bahwa banyak petani yang […]

Artikel Orasi Ketum KASBI di Hari Tani Nasional Hari Ini pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Ketua Umum (Ketum) Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos hadir di aksi Hari Tani Nasional, Selasa (27/9/2022), di depan gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta. Nining sempat memberikan orasi di aksi Hari Tani Nasional itu.

Dalam orasinya, Nining mengatakan bahwa di Hari Tani Nasional ini, ingin mengingatkan bahwa banyak petani yang tergusur di negeri ini. Digusur atas nama rakyat tetapi bukan kenyataannya.

“DPR/MPR RI seperti tidak mewakili kita. Mereka seperti lupa pada rakyatnya. Padahal kita yang memilih mereka,” Nining mengingatkan.

Petani, kata dia, belakangan ini kerap menjadi korban dari sistem pemerintah atau negara. Sistem yang dibuat oleh penguasa.

“Omnibus Law adalah bukti nyata rezim ini berpihak pada investor dan yang dekat dengan penguasa. Mengabaikan aspek kemanusiaan. Maka kami tidak akan berdiam diri. Kami akan bersama mereka rakyat yang terzalimi, karena buruh dan petani adalah korban sistem,” terangnya.

Nining mengingatkan, ke depan jangan lagi mudah percaya kepada mereka (DPR/MPR RI). Selain itu ia mengajak agar kita harus cerdas ke depannya supaya tidak mengalami hal sama seperti saat ini.

“Jangan tergoda dengan uang Rp50.000-100.000, yang pada akhirnya mereka buat UU yang tidak berpihak pada kita

KASBI beserta GEBRAK dikatakan olehnya akan terus berjuang dengan para petanu. Alasannya, karena masalah petani dan buruh, serta lainnya menjadi korban dari banyak sistem yang dibuat penguasa.

Banyak tokoh dan elemen petani, buruh, maupun pelajar di aksi Hari Tani Nasional ini. Sebut saja selain GEBRAK—KASBI, yakni KPBI, yang dipimpin Ilhamsyah, PSI, yang diwakilkan oleh Sekretaris Agus Ruli, dan masih banyak lagi.

Aksi dimulai dari pagi hingga sore hari. Pimpinan aksi sempat masuk ke dalam gedung DPR/MPR RI, untuk bertemu perwakilan MPR atau melakukan audiensi.

(Rob/parade.id)

Artikel Orasi Ketum KASBI di Hari Tani Nasional Hari Ini pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/orasi-ketum-kasbi-di-hari-tani-nasional-hari-ini/feed/ 0
Aksi Komite Nasional Pembaruan Agraria di Hari Tani Nasional https://parade.id/aksi-komite-nasional-pembaruan-agraria-di-hari-tani-nasional/ https://parade.id/aksi-komite-nasional-pembaruan-agraria-di-hari-tani-nasional/#respond Tue, 27 Sep 2022 11:17:33 +0000 https://parade.id/?p=21542 Jakarta (parade.id)- Ribuan massa yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), hari ini, Selasa, 27 September 2022, melakukan aksi unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional 2022, di gedung DPR/MPR RI, Jakarta. Ada sembilan tuntutan yang KNPA bawa. Pertama, menuntut dikembalikannya konstitusionalisme agraria dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan merombak orientasi kebijakan agraria yang liberal […]

Artikel Aksi Komite Nasional Pembaruan Agraria di Hari Tani Nasional pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (parade.id)- Ribuan massa yang tergabung dalam Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), hari ini, Selasa, 27 September 2022, melakukan aksi unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional 2022, di gedung DPR/MPR RI, Jakarta. Ada sembilan tuntutan yang KNPA bawa.

Pertama, menuntut dikembalikannya konstitusionalisme agraria dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan merombak orientasi kebijakan agraria yang liberal dan kapitalistik menjadi politik agraria kerakyatan sehingga keadilan dan kedaulatan Kembali berpusat pada rakyat.

Kedua, mendesak MPR RI sesuai mandat TAP MPR IX/2001 sesegera mungkin membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria (DPRA) yang bertanggungjawab memastikan: Pertanggungjawaban Presiden mengenai pelaksanaan Reforma Agraria termasuk penyelesaian konflik agraria, dan laporan pemerintah atas usaha-usaha merestrukturisasi ketimpangan penguasaan tanah yang memiskinkan rakyat, termasuk audit penerbitan konsesi dan ijin;
Lembaga Negara, Eksekutif, Yudikatif dan Legislatif mengkonsolidasikan pelaksanaan reforma agraria secara nasional dan sistematis; dan mempersiapkan serta mendorong RUU Reforma Agraria yang sejalan dengan cita-cita kontitusionalisme agraria.

Selanjutnya, KNPA menuntut agar DPR dan Presiden RI mencabut UU Cipta Kerja yang liberal dan kapitalistik beserta produk-produk hukum turunannya sekaligus membatalkan Bank Tanah dan badan baru lainnya.

Keempat, Presiden meluruskan pelaksanaan Reforma Agraria agar sejalan UUD 1945, UUPA 1960 dan TAP MPR IX/2001 dengan: Merevisi Perpres Reforma Agraria sesuai tuntutan Gerakan Reforma Agraria; Membentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria (BPRA) yang langsung dipimpin Presiden dengan pelibatan organisasi rakyat yang kredibel dalam perjuangan reforma agraria.

Tiga pekerjaan utama badan adalah penyelesaian konflik agraria, redistribusi tanah dan pengembangan ekonomi di lokasi pelaksanaan reforma agraria (land reform yang disempurnakan).

Kelima, meminta Presiden segera mengeksekusi usulan-usulan lokasi prioritas reforma agraria (LPRA) dari organisasi rakyat untuk menuntaskan masalah agraria struktural eks HGU PTPN/swasta, HGU/HGB terlantar/bermasalah, Perhutani/Inhutani, HTI, desa transmigrasi dan PSN.

Keenam, menuntut menghentikan model pembangunan dan perjanjian internasional yang liberal yang berjalan dengan cara-cara menggusur hak-hak rakyat, melakukan kejahatan lingkungan hidup, dan model pertanian pangan yang mengamputasi posisi petani, nelayan, petambak, peternak dan masyarakat adat sebagai produsen pangan utama.

Selanjutnya, menuntut agar memerintahkan Kapolri menghentikan penangkapan, intimidasi, dan kekerasan terhadap petani, masyarakat adat, buruh, nelayan dan aktivis yang membela hak atas tanah, sekaligus menghormati kebebasan petani untuk berserikat yang telah dijamin Konstitusi dan Undang-Undang.

Selain itu, Presiden diminta membatalkan pencabutan subsidi BBM bagi petani kecil, buruh, nelayan tradisional, nelayan kecil, mahasiswa, rakyat miskin dan seluruh komunitas rentan baik di desa dan kota. Terakhir, menyerukan kepada organisasi rakyat dan seluruh elemen gerakan sosial untuk memperkuat dan memperluas praktek-praktek reforma agraria atas inisiatif rakyat sebagai benteng pertahanan dari ancaman perampasan tanah dan penggusuran rakyat.

Koordinator Umum Aksi KNPA, Dewi Kartika menyampaikan bahwa aksi memperingati Hari Tani Nasional ini karena DPR dianggapnya tidak amanah kepada rakyat, khususnya kepada petani. Bahkan selama belasan tahunan ini, ribuan petani mengalami konflik agraria, di mana 900 lebih petani ditangkap hanya karena mempertahankan hak-haknya (atas tanah).

Hal lain yang yang dianggapnya merugikan kaum tani adalah kemunculan bank tanah. Bank tanah menurut Dewi telah merampak hak-hak petani.

Padahal, lanjut Dewi, pendiri bangsa ini telah memberikan perhatian kepada petani, yakni dengan dibuatnya UU Pokok Agraria pada tahun 1960. UU itu untuk memastikan kemakmuran petani Indonesia.

“Untuk kita harus terus menetus memperjuangkan reforma agraria sejati. Agar tidak ada lagi yang merampas hak tanah rakyat (petani). Kita ingatkan MPR bahwa ada konsensus tahun 2001, di mana mesti menjalankan agraria sejati” ungkapnya dalam orasi.

Soal UU Cipta Kerja, Dewi menyatakan bahwa petani tidak membutuhkannya. Petani, kata dia, butuh tanah, hak atas tanah.

MPR, didesaknya, memanggil Presiden. Meminta pertanggungjawaban Presiden terkait realisasi agraria. Tanya, sejauh mana perkembangan realisasi dari pemerintahan Jokowi-Amin.

“Sebab, tanpa kedaulatan agraria tidak ada kemakmuran untuk petani Indonesia,” cetus Sekjend Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) itu.

Banyak tokoh dan elemen petani, buruh, maupun pelajar di aksi Hari Tani Nasional ini. Sebut saja dari GEBRAK, KASBI, yang dipimpin Nining Elitos, KPBI, yang dipimpin Ilhamsyah, PSI, yang diwakilkan oleh Sekretaris Agus Ruli, dan masih banyak lagi.

Aksi dimulai dari pagi hingga sore hari. Pimpinan aksi sempat masuk ke dalam gedung DPR/MPR RI, untuk bertemu perwakilan MPR atau melakukan audiensi.

(Rob/parade.id)

Artikel Aksi Komite Nasional Pembaruan Agraria di Hari Tani Nasional pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/aksi-komite-nasional-pembaruan-agraria-di-hari-tani-nasional/feed/ 0
KNPA dan Konfederasi KASBI Minta Hentikan Kriminalisasi dan Perampasan Wilayah Adat Masyarakat Marjun https://parade.id/knpa-dan-konfederasi-kasbi-minta-hentikan-kriminalisasi-dan-perampasan-wilayah-adat-masyarakat-marjun/ https://parade.id/knpa-dan-konfederasi-kasbi-minta-hentikan-kriminalisasi-dan-perampasan-wilayah-adat-masyarakat-marjun/#respond Fri, 24 Jun 2022 10:30:39 +0000 https://parade.id/?p=20280 Jakarta (PARADE.ID)- Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) bersama Konfederasi KASBI menyebut bahwa konflik agraria di Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur antara Masyarakat Adat Dayak Marjun dengan perkebunan sawit PT. Tanjung Buyuh Perkasa Plantation (TBPP) sejak tahun 2004 bermuara pada kriminalisasi warga. Sabtu, 4 Juni 2022, Polres Berau dibantu Polsek Talisayan menangkap 6 (enam) orang, terdiri […]

Artikel KNPA dan Konfederasi KASBI Minta Hentikan Kriminalisasi dan Perampasan Wilayah Adat Masyarakat Marjun pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) bersama Konfederasi KASBI menyebut bahwa konflik agraria di Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur antara Masyarakat Adat Dayak Marjun dengan perkebunan sawit PT. Tanjung Buyuh Perkasa Plantation (TBPP) sejak tahun 2004 bermuara pada kriminalisasi warga.

Sabtu, 4 Juni 2022, Polres Berau dibantu Polsek Talisayan menangkap 6 (enam) orang, terdiri dari 4 Masyarakat Adat Dayak Marjun (Jamaludin, Shabir, Mansur, Amin) dan 2 (dua) lainnya yaitu Ketua DPC KASBI (Boni) dan pekerja sawit (Alek).

Penangkapan dilakukan berdasarkan laporan PT. TBPP, yang menuduh warga telah melakukan pemanenan dan pencurian sawit milik PT TBPP. Keenam warga dilaporkan melanggar Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Bahkan Boni yang merupakan DPC KASBI Berau juga dilaporkan menggunakan Pasal 55 KUHP.
Penetapan tersangka dan penangkapan yang dilakukan dengan penjemputan paksa pada 6 (enam) warga, dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana.

Saat proses BAP pun, aparat Polisi secara sepihak menunjuk pendamping hukum tanpa memberikan peluang bagi korban untuk memilih siapa yang akan mereka minta menjadi pendamping hukum.
Padahal pasal 54-56 KUHAP telah menjamin hak korban untuk memilih siapa yang akan mendampingi mereka.

“Informasi terbaru yang kami dapatkan terakhir, Kamis, 23 Juni 2022, perkara berlanjut dengan pelimpahan berkas penyidikan ke Kejaksaan Berau. Ke-6 warga yang dikriminalisasikan melakukan BAP di Kejaksaan Berau dan ditahan di Rutan Tanjung Redeb Berau. Dan dapat dipastikan, kriminalisasi ini akan terus berlanjut pada proses peradilan,” demikian siaran pers yang diterima parade.id, Jumat (24/6/2022).

Kasus pemanenan sawit oleh Masyarakat Adat Dayak Marjun di atas tanah ulayatnya, menurut KNPA dan KASBI tidak dapat secara sederhana disebut sebagai kasus pencurian dan menggunakan pendekatan hukum pidana. Jika ditilik ke belakang, hal yang melatarbelakangi aksi pemanenan sawit oleh Masyarakat Adat Dayak Marjun, adalah buah dari konflik agraria yang berlarut dan tidak kunjung diselesaikan.

“PT TBPP menanam sawit di luar batas HGU-nya dan merampas wilayah adat Dayak Marjun seluas kurang lebih 1.800 hektar. Masyarakat Adat Marjun yang bermuara pada kriminalisasi tersebut terjadi akibat pemerintah lalai dalam menangani persoalan konflik agraria yang dihadapi masyarakat.”

Masyarakat Adat Dayak Marjun telah melakukan protes dan penolakan kegiatan operasional PT TBPP yang merampas tanah ulayat dan merusak lingkungan dengan berbagai cara. Alih-alih mendapat respon, upaya-upaya mereka tersebut justru diarahkan pada tuduhan-tuduhan tindakan pidana. Padahal pasal 66 UU No.32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dengan tegas menyebutkan “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

Peristiwa ini pun menurut KNPA dan KASBI semakin menambah preseden buruk penanganan konflik agraria di Indonesia yang selalu mengedepankan pendekatan represif dan diskriminatif secara hukum terhadap masyarakat. Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir (2015-2017), sebanyak 1437 orang. dikriminalisi, 776 orang dianiaya, 75 orang tertembak, dan 66 orang tewas.

Korban-korban tersebut berjatuhan akibat pembiaran konflik berlarut-larut. Alih-alih menindak perusahaan yang telah merampas tanah-tanah masyarakat, pemerintah justru seringkali menurunkan aparat keamanan ke wilayah konflik yang berujung jatuhnya korban.

“Peristiwa ini adalah potret dari buruknya cara pemerintah dalam menangani dan menyelesaikan ratusan konflik agraria di Indonesia yang telah terjadi selama puluhan tahun.”

Preseden ini seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk melakukan evaluasi secara mendasar penyelesaian konflik agraria, termasuk evaluasi terhadap institusi Polri yang seringkali melakukan tindakan kontraproduktif di wilayah konflik.

Atas bacaan dan analisis situasi di atas, KNPA bersama Konfederasi KASBI menuntut beberapa hal. Pertama, Kejaksaan Negeri Berau untuk segera menghentikan proses hukum atas kriminalisasi yang menimpa Masyarakat Adat Marjun;
Kedua,Polres Berau segera membebaskan Masyarakat Adat Marjun dari ancaman kriminalisasi dan segala tuduhan hukum yang diskriminatif; ketiga, Pemkab Berau bertindak secara aktif dalam memenuhi hak atas tanah, wilayah dan lingkungan Masyarakat Adat Marjun Berau yang dirampas dna dirusak akibat PT. TBPP;

Keempat, Kapolri menindak tegas anggotanya yang telah melakukan tindakan kontraproduktif dan mengevaluasi keterlibatan aparat kepolisian di wilayah konflik agraria; kelima, Kementerian ATR/BPN segera mencabut HGU PT TBPP dan memberikan sanksi tegas atas tindakan perampasan tanah yang telah dilakukan pihak perusahaan;

Keenam, Presiden mengintruksikan Kementerian dan Lembaga terkait untuk secara benar mengimplementasikan pasal 66 UU PPLH; dan ketujuh, menuntut agar Presiden segera mengintruksikan Kementerian dan Lembaga terkait untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria Wilayah Adat Marjun sebagai bagian dari komitmen pelaksanaan reforma agraria dan pengakuan serta pemulihan hak-hak masyarakat adat.

(Irf/PARADE.ID)

Artikel KNPA dan Konfederasi KASBI Minta Hentikan Kriminalisasi dan Perampasan Wilayah Adat Masyarakat Marjun pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/knpa-dan-konfederasi-kasbi-minta-hentikan-kriminalisasi-dan-perampasan-wilayah-adat-masyarakat-marjun/feed/ 0