#Penghinaan Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/penghinaan/ Bersama Kita Satu Tue, 08 Jun 2021 02:13:35 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #Penghinaan Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/penghinaan/ 32 32 Pakar: Pasal Penghinaan Presiden Tak Boleh Multitafsir https://parade.id/pakar-pasal-penghinaan-presiden-tak-boleh-multitafsir/ https://parade.id/pakar-pasal-penghinaan-presiden-tak-boleh-multitafsir/#respond Tue, 08 Jun 2021 02:13:35 +0000 https://parade.id/?p=13030 Jakarta (PARADE.ID)- Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menanggapi secara positif pasal penghinaan presiden yang dimasukkan dalam R-KUHP, karena dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak boleh terjadi penghinaan. Namun demikian,  pasal tersebut harus jelas, tidak “abu-abu” tidak multitafsir dan memenuhi prinisp lex scripta, lex certa, lex stricta dan lex praevia. Lex scripta artinya hukum pidana […]

Artikel Pakar: Pasal Penghinaan Presiden Tak Boleh Multitafsir pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menanggapi secara positif pasal penghinaan presiden yang dimasukkan dalam R-KUHP, karena dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak boleh terjadi penghinaan.

Namun demikian,  pasal tersebut harus jelas, tidak “abu-abu” tidak multitafsir dan memenuhi prinisp lex scripta, lex certa, lex stricta dan lex praevia. Lex scripta artinya hukum pidana tersebut harus tertulis.

Lex certa artinya rumusan delik pidana itu harus jelas. Lex stricta artinya rumusan pidana itu harus dimaknai tegas tanpa ada analogi, dan lex praevia yang aritnya hukum pidana tidak dapat diberlakukan surut.

“Rumusan pasal dalam hukum harus jelas dan tegas, tidak boleh ada yang bias atau multitafsir yang justru akan memunculkan masalah baru,” tutur Suparji dalam keterangan persnya, Selasa (08/06/2021).

Suparji juga sependapat jika penghinaan presiden menjadi delik aduan absolut. Ia menegaskan bahwa jika menjadi delik umum, maka rawan terjadi penafsiran hukum yang cenderung subjektif.

“Kalau delik aduan artinya penghinaan harus dilaporkan oleh presiden sendiri atau pihak yang mendapat kuasa dari Presiden. Simpatisan atau pendukung tidak bisa secara serta merta melaporkan jika ada dugaan penghinaan presiden, tetapi  harus mendapat kuasa dari Presiden,” ulasnya.

Norma yang dirumuskan harus diatur secara jelas dan detail tentang teknis pengaduan. Selain itu, juga harus bisa dibedakan mana ujaran kebencian, mana yang kritik, mana membela diri atau mana yang untuk kepentingan umum.

“Jangan sampai ada pengaduan warga Negara hanya karena perbedaan pendapat. Pemahaman filosofis, yuridis dan sosiologis terhadap apa itu penghinaan, hate speech dan kritik sangat diperlukan,” kata dia.

Untuk itu, harus diperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006, yang pada pokoknya membatalkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam KUHP.

Kepada masyarakat, Suparji berpesan agar memberikan kritik yang membangun dan tidak menggunakan ujaran kebencian.

“Sampaikan kritik secara rasional, konstruktif, dengan elegan dan data yang jelas. Bukan hanya dengan emosional, maki-maki atau penghinaan,” pungkas Suparji.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Pakar: Pasal Penghinaan Presiden Tak Boleh Multitafsir pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/pakar-pasal-penghinaan-presiden-tak-boleh-multitafsir/feed/ 0
Tanggapan Pengamat soal Kembali Mencuatnya Pasal Penghinaan kepada Presiden https://parade.id/tanggapan-pengamat-soal-kembali-mencuatnya-pasal-penghinaan-kepada-presiden/ https://parade.id/tanggapan-pengamat-soal-kembali-mencuatnya-pasal-penghinaan-kepada-presiden/#respond Sun, 06 Jun 2021 07:55:55 +0000 https://parade.id/?p=12980 Jakarta (PARADE.ID)- Pengamat politik Hendri Satrio menanggapi kembalinya polemik soal munculnya pasal penghinaan kepada Presiden. Menurut Hendri, hal tersebut harusnya tidak dipakai kepada penghina, dengan catatan ia yang menjadi Presiden. “Gini deh, kelak bila saya dipilih jadi Presiden, penghina saya, akan saya undang ke Istana, saya traktir makan dan gak akan saya pake itu pasal […]

Artikel Tanggapan Pengamat soal Kembali Mencuatnya Pasal Penghinaan kepada Presiden pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Pengamat politik Hendri Satrio menanggapi kembalinya polemik soal munculnya pasal penghinaan kepada Presiden. Menurut Hendri, hal tersebut harusnya tidak dipakai kepada penghina, dengan catatan ia yang menjadi Presiden.

“Gini deh, kelak bila saya dipilih jadi Presiden, penghina saya, akan saya undang ke Istana, saya traktir makan dan gak akan saya pake itu pasal penghinaan. Gimana Setuju pilih Saya jadi Presiden?” tulis Hendri di akun Twitter-nya, Ahad (6/6/2021).

Diberitakan sebelumnya, bahwa Pemerintah dan DPR tengah menggodok Rancangan Undang-Undang KUHP. Sempat menjadi polemik di masyarakat, kini RKUHP tersebut tengah disosialisasikan.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan yakni tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Demikian dikutip merdeka.com.

Dalam Bab II Tindak Pidana terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden disebutkan dalam Pasal 217 yang berbunyi, setiap orang yang menyerang diri Presiden atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Sementara pasal 218 berbunyi:

Ayat 1: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Ayat 2: Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Sementara pasal 219 yakni mengatur tentang gambar atau biasa dikenal dengan meme presiden di media elektronik atau media sosial. Hal tersebut bisa termasuk melanggar pidana apabila dianggap menyerang kehormatan dan martabat presiden dan wakil presiden.

Pasal 219 tersebut berbunyi: Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Namun, dalam pasal selanjutnya dijelaskan, tindakan pidana tersebut hanya bisa diproses hukum apabila ada aduan. Pengaduan itu dilakukan langsung oleh presiden dan wakil presiden. Tidak bisa diwakilkan.

Pasal 220 berbunyi:

Ayat 1: Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

Ayat 2: Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Tanggapan Pengamat soal Kembali Mencuatnya Pasal Penghinaan kepada Presiden pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/tanggapan-pengamat-soal-kembali-mencuatnya-pasal-penghinaan-kepada-presiden/feed/ 0