#Salat Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/salat/ Bersama Kita Satu Sun, 04 Jul 2021 11:46:34 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.2 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #Salat Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/salat/ 32 32 Kata Ketua MUI soal Pelaksanaan Salat Iduladha di Tengah PPKM https://parade.id/kata-ketua-mui-soal-pelaksanaan-salat-iduladha-di-tengah-ppkm/ https://parade.id/kata-ketua-mui-soal-pelaksanaan-salat-iduladha-di-tengah-ppkm/#respond Sun, 04 Jul 2021 11:46:34 +0000 https://parade.id/?p=13594 Jakarta (PARADE.ID)- Ketua MUI, KH. Cholil Nafis menjawab pertanyaan terkait pelaksanaan Iduladha di tengah kebijakan PPKM. Ia mempersilakan umat mengikuti peraturan pemerintah. “Ulama memberi pendapat keagamaan. Cendekiawan memberi pandangan Medisnya. Pemerintah menetapkan kebijakan dan aturan. Masyarakat menaati Allah, Rasul-Nya dan Pemerintah. Bismillah,” demikian katanya, Ahad (4/7/2021). Sementara itu, MUI Pusat sendiri meminta aktivitas ibadah di […]

Artikel Kata Ketua MUI soal Pelaksanaan Salat Iduladha di Tengah PPKM pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ketua MUI, KH. Cholil Nafis menjawab pertanyaan terkait pelaksanaan Iduladha di tengah kebijakan PPKM. Ia mempersilakan umat mengikuti peraturan pemerintah.

“Ulama memberi pendapat keagamaan. Cendekiawan memberi pandangan Medisnya. Pemerintah menetapkan kebijakan dan aturan. Masyarakat menaati Allah, Rasul-Nya dan Pemerintah. Bismillah,” demikian katanya, Ahad (4/7/2021).

Sementara itu, MUI Pusat sendiri meminta aktivitas ibadah di masjid, musala, tempat ibadah publik yang bersifat kerumunan seperti pengajian, majelis taklim, tahlil, istighatsah kubra, dan sejenisnya untuk sementara dihentikan, demi menekan laju penyebaran wabah Covid-19.

Namun, permintaan itu untuk daerah yang berada di wilayah yang tidak terkendali. Sementara di daerah yang terkendali, MUI meminta penyelenggaraan ibadah dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat.

“Ini dilakukan untuk mencegah potensi terjadinya rantai penularan Covid-19,” bunyi rilis itu, kemarin.

Masjid dan tempat ibadah tetap menyerukan azan dan dilakukan petugas yang khusus dan rutin melakukan seruan azan, tidak berhenti. Namun untuk salat rawatib bagi jamaah umum diimbau dapat dilakukan di rumah masing-masing.

Permintaan ini tertuang dalam Taushiyah MUI tentang Pelaksanaan Ibadah, Shalat Idul Adha, dan Penyelenggaraan Qurban Saat PPKM Darurat yang ditandatangani Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dan Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, per Jumat 2 Juli 2021.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Kata Ketua MUI soal Pelaksanaan Salat Iduladha di Tengah PPKM pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/kata-ketua-mui-soal-pelaksanaan-salat-iduladha-di-tengah-ppkm/feed/ 0
Ketua MUI: Salat Jumat Virtual Tidak Sah https://parade.id/ketua-mui-salat-jumat-virtual-tidak-sah/ https://parade.id/ketua-mui-salat-jumat-virtual-tidak-sah/#respond Fri, 19 Mar 2021 03:57:29 +0000 https://parade.id/?p=11452 Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat kiai Cholil Nafis mengatakan bahwa untuk melaksanakan salat Jumat, antara imam dan makmum mesti di dalam satu area. Hal ini ia katakan ketika merespon adanya sebaran salat Jumat secara virtual di media sosial maupun di grup pesan seperti WhatsApp. “Ya. Pasti tdk sah, apalagi pakai host segala. […]

Artikel Ketua MUI: Salat Jumat Virtual Tidak Sah pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat kiai Cholil Nafis mengatakan bahwa untuk melaksanakan salat Jumat, antara imam dan makmum mesti di dalam satu area. Hal ini ia katakan ketika merespon adanya sebaran salat Jumat secara virtual di media sosial maupun di grup pesan seperti WhatsApp.

“Ya. Pasti tdk sah, apalagi pakai host segala. Khutbah itu ada syarat dan rukunnya. Dan saat khotib khutbah mk yg lain tdk boleh bicara menyimak khutbah,” demikian katanya, Jumat (19/3/2021), di akun Twitter-nya.

“Ini lucu klo jum’atan dibikin seperti diskusi publik he,” sambungnya, ketika merespon warganet dengan akun @Gus_Elbiero.

Beliau mengimbau agar jangan ikut jika ada salat Jumat yang diadakan seperti itu: khotbah pakai host online via zoom. Apalagi, kata dia, sampai salat Jumat berjamaah secara online, tidak sah.

“Ayo jum’at luring di masjid tersekat, menyimak@langsung khutbah n shalat jemaah Mari baca surat yasin, surat al-kahfi, surat al-waqi’ah, dan al-mulk.”

Sebaran yang mungkin saja dimaksud oleh penanya (warganet) adalah salat Jumat dengan khatib sekaligus imam Prof. Komarudin Hidayat. Salat Jumat virtual ini tertulis dalam sebaran diinisiasi oleh publicvirtue.

(Rgs/PARADE.ID)

Artikel Ketua MUI: Salat Jumat Virtual Tidak Sah pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/ketua-mui-salat-jumat-virtual-tidak-sah/feed/ 0
Tata Cara Salat di Atas Kendaraan https://parade.id/tata-cara-salat-di-atas-kendaraan/ https://parade.id/tata-cara-salat-di-atas-kendaraan/#respond Fri, 10 Jul 2020 13:23:42 +0000 https://parade.id/?p=3335 Jakarta (PARADE.ID)- Melakukan perjalanan, baik jauh maupun dekat, adalah salah satu kebutuhan manusia dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Sementara di sisi lain bagi seorang Muslim melakukan ibadah shalat, baik wajib maupun sunah, juga merupakan satu kebutuhan untuk mendekatkan diri kepada Allah subhânahû wa ta’âlâ. Yang menjadi permasalahan kemudian adalah ketika kebutuhan untuk menjalani ibadah […]

Artikel Tata Cara Salat di Atas Kendaraan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Melakukan perjalanan, baik jauh maupun dekat, adalah salah satu kebutuhan manusia dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Sementara di sisi lain bagi seorang Muslim melakukan ibadah shalat, baik wajib maupun sunah, juga merupakan satu kebutuhan untuk mendekatkan diri kepada Allah subhânahû wa ta’âlâ. Yang menjadi permasalahan kemudian adalah ketika kebutuhan untuk menjalani ibadah shalat berbenturan dengan kondisi dirinya yang sedang berada di atas sebuah kendaraan dalam sebuah perjalanan, sementara untuk turun dari kendaraan terkadang juga mengalami kendala-kendala tertentu, sehingga mau tidak mau shalat dilakukan di atas kendaraan. Lalu bagaimana para ulama menentukan aturan main untuk melakukan shalat di atas kendaraan?

Abu Bakar Al-Hishni di dalam kitabnya Kifâyatul Akhyâr menuturkan: يجوز للْمُسَافِر التنقل رَاكِبًا وماشياً إِلَى جِهَة مقْصده فِي السّفر الطَّوِيل والقصير على الْمَذْهَب Artinya: “Diperbolehkan bagi seorang yang sedang melakukan perjalanan baik berkendara atau berjalan kaki untuk melakukan shalat sunah dengan menghadap ke arah tempat tujuannya, di dalam perjalanan yang panjang (yang diperbolehkan mengqashar shalat) dan di dalam perjalanan yang pendek (yang tidak diperbolehkan mengqashar shalat) menurut pendapat yang dipegangi madzhab (Syafi’i).” (Abu Bakar Al-Hishni, Kifâyatul Akhyâr [Damaskus: Darul Basyair], 2001, juz I, hal. 125) Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits: عَنْ جَابِرٍ كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah radliyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW shalat di atas kendaraannya menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila beliau hendak shalat fardhu, maka beliau turun dan shalat menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)

Dari penjelasan dan hadits di atas dapat diambil satu pelajaran bahwa pada dasarnya shalat yang dapat dilakukan di atas kendaraan adalah shalat sunah saja. Ini bisa dipahami dari hadits di atas bahwa ketika Rasulullah akan melakukan shalat fardlu maka beliau akan turun dari untanya. Itu artinya ketika beliau melakukan shalat di atas unta yang beliau lakukan adalah shalat sunah, bukan shalat fardlu. Juga dipahami bahwa ketika seseorang melakukan shalat sunah di atas kendaraan maka diperbolehkan baginya untuk tidak menghadap ke arah kiblat sebagaimana Rasulullah juga melakukannya. Beliau menghadap ke arah manapun unta yang ditumpanginya menghadap. Pun orang yang melakukan shalat sunah di atas kendaraan juga diperbolehkan melakukannya tidak dengan berdiri, bisa dengan duduk meskipun keadaan memungkinkan untuk melakukannya dengan berdiri. Mengapa demikian? Karena kewajiban shalat sambil berdiri itu hanya berlaku untuk shalat fardlu saja. Untuk shalat sunah orang yang tidak sedang sakit sekalipun diperbolehkan melakukannya dengan duduk. Lalu bagaimana dengan shalat wajib? Masih berdasarkan hadits di atas, bahwa shalat wajib tidak bisa dilakukan di atas kendaraan kecuali bila dilakukan secara sempurna sebagaimana mestinya shalat itu dilakukan. Ini bisa dipahami dari kalimat bahwa Rasulullah turun dari untanya ketika hendak melakukan shalat fardlu. Turunnya Rasulullah dari kendaraan yang ditungganginya itu dimaksudkan agar beliau dapat melakukan shalat fardlu sebagaimana mestinya, yakni dengan menghadap kiblat, berdiri, ruku’ dan sujud secara benar.

Rasulullah pernah memerintahkan kepada Ja’far bin Abi Thalib untuk melakukan shalat di atas kapal laut ketika menuju ke negeri Habasyah dengan berdiri. أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ فِي السَّفِينَةِ قَائِمًا مَا لَمْ يَخْشَ الْغَرَقَ  Artinya: “Bahwa Nabi ﷺ memerintahkan Ja’far bin Abi Thalib untuk shalat di atas kapal laut dengan berdiri selama tidak takut tenggelam.” (HR. Al-Bazzar) Maka ketika seseorang dalam perjalanan dan hendak melakukan shalat fardlu sementara tidak mungkin dilakukan secara sempurna di atas kendaraan maka ia mesti turun dari kendaraannya. Ia mesti melakukan shalat fardlunya di atas tanah. Namun demikian melihat realita di lapangan sering kali terjadi beberapa kemungkinan yang menjadikan seseorang mungkin atau tidak mungkin melakukan shalat fardlu. Beberapa kemungkinan itu di antaranya adalah: Pertama, bila yang ditumpangi adalah kendaraan pribadi maka kiranya tidak ada alasan untuk tidak bisa turun dan melakukan shalat fardlu di atas tanah sebagaimana mestinya. Orang yang mengendarai kendaraan pribadi tentunya ia bisa sekehendaknya menghentikan kendaraannya. Kedua, bila yang ditumpangi adalah pesawat, kereta api, dan kapal laut maka masih ada kemungkinan untuk bisa melakukan shalat fardlu sebagaimana mestinya di atas kendaraan-kendaraan itu. Masalahnya kemudian tinggallah soal kemauan orang yang bersangkutan untuk shalat atau tidak. Ketiga, bila yang ditumpangi adalah kendaraan umum seperti bus antar kota maka kecil kemungkinan—untuk tidak mengatakan tidak bisa sama sekali—untuk melakukan shalat fardlu di atasnya. Kiranya sulit shalat di atas bus sambil berdiri, ruku’, dan sujud secara sempurna. Pun sulit pula melakukannya dengan menghadap ke arah kiblat. Harapan yang tersisa adalah bila bus berhenti di tempat peristirahatan—semisal rumah makan—tepat pada waktunya shalat. Bila terjadi kemungkinan yang ketiga, di mana penumpang benar-benar tidak bisa turun untuk shalat atau melakukan shalat secara sempurna di atas kendaraannya, maka satu-satunya yang mesti ia lakukan adalah shalât li hurmatil waqti, yakni melakukan shalat sekadar untuk menghormati datangnya waktu shalat, karena pada dasarnya seseorang tidak diperbolehkan meninggalkan shalat ketika ia menemui datangnya waktu shalat. Shalat li hurmatil waqti ini dilakukan bagi orang yang tidak bisa memenuhi ketentuan-ketentuan shalat secara sempurna, seperti tidak menemukan air dan debu untuk bersuci, dan tidak bisa menghadap kiblat, ruku’ dan sujud secara sempurna. Orang yang melakukan shalat li hurmatil waqti wajib mengulangi shalatnya ketika telah memungkinkan untuk melakukannya secara sempurna. Imam Nawawi dalam kitab Majmû’ menuturkan: قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَائِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الْأَرْضِ إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى الدَّابَّةِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ Artinya: “Para sahabat kami berpendapat, bila telah datang waktu shalat fardlu sementara mereka dalam perjalanan, dan bila turun untuk shalat di atas tanah dengan menghadap kiblat khawatir akan tertinggal dari rombongannya atau mengkhawatirkan dirinya sendiri atau hartanya, maka tidak diperbolehkan baginya meninggalkan shalat dan mengeluarkan dari waktunya. Ia mesti shalat di atas kendaraannya untuk menghormati waktu shalat dan wajib mengulanginya (bila telah memungkinkan), karena hal itu merupakan uzur yang jarang terjadi.”  (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab [Jedah: Maktabah Al-Irsyad], tt., juz III, hal. 222) Wallâhu a’lam.
(islam.nu.or.id/PARADE.ID)

Artikel Tata Cara Salat di Atas Kendaraan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/tata-cara-salat-di-atas-kendaraan/feed/ 0
“Semangat Salat Berjamaah, Semangat Atasi Wabah” https://parade.id/semangat-salat-berjamaah-semangat-atasi-wabah/ https://parade.id/semangat-salat-berjamaah-semangat-atasi-wabah/#respond Sun, 21 Jun 2020 17:43:17 +0000 https://parade.id/?p=1073 Jakarta (PARADE.ID)- “USTAZ, kira-kira jam berapa mulai boleh datang ke masjid?” Pagi-pagi seorang pria bertanya kepada pengurus masjid. Di tempat ibadah ini akan digelar kegiatan besar. Beratus-ratus orang hadirinnya. Satu orang pembicaranya. Banyak yang menantikannya. Kegiatan tersebut adalah Jumatan. Biasanya, tidak ada ketentuan jam berapa masjid dibuka untuk menggelar shalat Jumat. Datang ke masjid lebih cepat […]

Artikel “Semangat Salat Berjamaah, Semangat Atasi Wabah” pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- “USTAZ, kira-kira jam berapa mulai boleh datang ke masjid?”

Pagi-pagi seorang pria bertanya kepada pengurus masjid. Di tempat ibadah ini akan digelar kegiatan besar. Beratus-ratus orang hadirinnya. Satu orang pembicaranya. Banyak yang menantikannya.

Kegiatan tersebut adalah Jumatan. Biasanya, tidak ada ketentuan jam berapa masjid dibuka untuk menggelar shalat Jumat. Datang ke masjid lebih cepat tentu lebih baik, begitu agama mengajarkan.

Biasanya pula, tak ada jamaah yang bertanya jam berapa masjid mulai dibuka. Tinggal datang saja.

Namun kali ini, munculnya pertanyaan jamaah Masjid Baitul Karim tersebut bisa dimaklumi. Pasalnya, Jumat, 5 Juni 2020 itu adalah hari pertama masjid yang belum lama diresmikan Wakil Presiden ini akan menggelar shalat dan khutbah Jumat di masa pandemi Covid-19.

Sebelumnya, masjid yang terletak di Jl Cipinang Cempedak 1, Polonia, Jakarta Timur ini, turut menutup pintu bagi publik. Begitu pula kebanyakan masjid lainnya di DKI Jakarta, selama Gubernur Anies Baswedan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Jumat, 10 April 2020 lalu.

Otomatis, selama 8 pekan, masjid yang peletakan batu pertamanya dilakukan Gubernur Anies pada awal 2018 lalu ini sepi dari aktivitas Jumatan dan shalat fardhu lima waktu sebagaimana biasanya.

Selama itu pula, para jamaah masjid, yang kebanyakan masyarakat sekitar Cipinang Cempedak, Kebon Nanas, Otista Raya, bahkan ada yang tinggal hingga berkilo-kilometer dari Masjid Baitul Karim, memendam rindu dengan masjid beruangan cukup besar dan full AC tersebut.

Sampai beberapa waktu kemudian. Mulailah terdengar wacana pemerintah pusat akan menerapkan kehidupan normal baru (new normal), di antaranya dengan membuka masjid-masjid. Saat itulah, tampak sebagian jamaah Masjid Baitul Karim sudah menggebu-gebu ingin melepas rindu “berasyik-khusyuk” ibadah di masjid.

Ane siap cuci tangan, (pakai) masker, disemprot (disinfektan). Sampai masjid (harus) mandi juga boleh,” ujar salah seorang jamaah di grup WA jamaah masjid tersebut, 29 Mei 2020, agak bergurau tapi serius, menyebutkan sejumlah protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

Masker “Ekstrem”

“Jam 11-an InsyaaAllah udah sangat bisa.”

Salah seorang pengurus Masjid Baitul Karim menginformasikan di grup WA, Jumat (05/06/2020) pagi. Ini jawaban atas pertanyaan jamaah mengenai jam berapa mereka bisa masuk masjid hari perdana itu.

Maka berbondong-bondonglah jamaah dari berbagai penjuru menuju masjid. Tak cuma Baitul Karim, berbagai masjid lainnya di Jakarta hari itu menjadi daya tarik massa.

Pantauan hidayatullah.com beberapa saat menjelang waktu shalat siang itu, ramai-ramai orang berpakaian shalat hilir mudik di jalan. Baik jalan raya maupun jalan kecil dan gang-gang sempit. Pemandangan yang baru terlihat lagi setelah berbulan-bulan dirindukan.

Menariknya, dimana-mana para jamaah kali ini pada melengkapi diri dengan masker-masker masing-masing. Penggunaan masker merupakan salah satu langkah pencegahan penyebaran virus corona.

Begitulah protokol yang diterapkan di banyak masjid, termasuk Baitul Karim.

“Alhamdulillah, InsyaAllah Masjid Baitul Karim Hari ini akan kembali menyelenggarakan shalat Jumat.

Sesuai arahan MUI ada beberapa ketentuan yang harus kita perhatikan bersama untuk menjalankan protokol kesehatan,” pengumuman dari DKM Baitul Karim, Jumat itu.

Protokol tersebut di antaranya: Berwudhu dari tempat tinggal masing-masing; Memakai masker; Membawa sajadah dan Al-Qur’an sendiri; Menjaga kebersihan dan menjaga jarak.

“Dan sesudah shalat, jamaah tidak tinggal di dalam masjid,” tambahnya, seraya berdoa agar Allah Subhanahu Wata’ala memberikan perlindungan kepada kita semua.

Protokol kesehatan itu menjadi kebiasaan baru yang mesti dijalankan setiap jamaah secara ketat. Memang dirasa agak merepotkan bagi yang belum terbiasa. Namun, semangat menunaikan shalat berjamaah mengalahkan kerepotan itu.

Lihat saja di Baitul Karim. Para jamaah, mulai anak-anak hingga orang tua lanjut usia, tampak semringah menuju masjid. Semangat mereka terlihat menggebu-gebu, disambut pintu masjid yang akhirnya kali ini dibuka lebar-lebar setelah puluhan hari lebih banyak ditutup rapat.

Setelah melewati gerbang, para jamaah mesti melewati pemeriksaan suhu tubuh. Sejumlah petugas bersiaga dengan thermo gun di tangan masing-masing. Ada Suhardi Sukiman, Ketua Umum Syabab (Pemuda) Hidayatullah periode 2016-2019. Juga Deden Sugianto, pengurus PosDai DKI Jakarta. Keduanya ditemani petugas keamanan masjid. Mereka berjibaku memeriksa suhu tubuh satu per satu orang yang masuk kompleks masjid. Mereka bekerja sebagai sukarelawan.

Sebelum masuk ke ruang shalat, tersedia beberapa botol hand sanitizer untuk jamaah membersihkan tangan. Jamaah tampak memanfaatkan layanan gratis yang dipersembahkan Islamic Medical Service (IMS) bersinergi dengan Baitul Maal Hidayatullah (BMH) ini.

Di ruang shalat, pengurus masjid telah memasang batas-batas shaf shalat dengan isolasi, sebagai jarak jamaah. Saat ruang utama shalat sudah cukup kapasitasnya, petugas mengarahkan jamaah menempati selasar masjid di utara dan selatan.

Karpet masjid pun telah digulung dan disimpan. Lantai yang “pelontos” apa adanya telah dibersihkan.

Untuk pertama kalinya, suasana baru pun terhampar di masjid. Selain peci dan baju shalat, kali ini setiap jamaah memakai atribut tambahan. Masker mereka bermacam-macam motif, bentuk, dan warnanya. Ada masker khusus medis yang banyak dijual di apotek, ada masker kain dengan tali diikat ke belakang kepala, ada pula masker kain dengan lubang telinga tanpa tali pengikat.

Uniknya, pantauan hidayatullah.com, ada seorang jamaah yang maskernya cukup ekstrem. Jamaah ini menutup hampir seluruh tengkoraknya dengan sorban putih cukup tebal, melilit dari kepala, menutupi hampir seluruh wajah, sampai ke leher dan dada. Mirip Muslimah bercadar. Untungnya ruangan masjid cukup dingin, kalau tidak, dijamin ia bakal kepanasan.

Dilema

Jumat itu, suasana sakral berlangsung selama ibadah berjamaah. Khatib menyampaikan pesan agar umat memetik hikmah dari wajah global.

Pekan berikutnya terjadi peningkatan jamaah Jumat. Buktinya, pada Jumat kemarin, 19 Juni 2020, pihak takmir Masjid Baitul Karim memperluas tempat untuk shalat. Tadinya cuma di lantai satu, kali ini sampai ke lantai dua. Maklum, kapasitas masjid dikurangi sesuai peraturan pemerintah.

Memang, berbagai aturan dalam protokol kesehatan yang diterapkan pemerintah, disambut dengan sigap para jamaah. Setidaknya yang terlihat di situ.

Namun demikian pada kenyataannya di banyak masjid, protokol pencegahan Covid-19 itu tak sepenuhnya berjalan dengan baik. Hal ini dirasa memang tak mudah, apalagi di kawasan padat penduduk.

Sebagaimana pantauan hidayatullah.com di sebuah masjid jami, tak begitu jauh dari Stasiun Citayam, Kota Depok, Jawa Barat. Pada Jumat (19/06/2020), masjid tampak dipenuhi beratus-ratus jamaah sampai ke lantai dua. Alih-alih jaga jarak antar jamaah, yang terjadi malah kepadatan. Sampai-sampai tangga masjid pun terpakai untuk shalat. Begitu pula, hanya sebagian yang terlihat mengenakan masker. Daerah sini memang kawasan padat permukiman.

Pada masjid lain, wilayah Kalimulya, Depok, sebuah masjid hingga saat ini tetap menerapkan jaga jarak antar jamaah, ditandai dengan simbol silang di sebagian keramik pada lantai masjid yang digulung karpetnya. Pada hari Jumat, dilakukan pengecekan suhu tubuh jamaah tapi tidak rutin pada hari-hari lain. Di sini pun, jamaah tidak diwajibkan bermasker meski sebagian jamaah tetap mengenakannya.

Memang tak mudah menerapkan semua protokol kesehatan pencegahan Covid-19 yang diberlakukan pemerintah tersebut pada era normal baru saat ini.

“Kalau tidak dibantu, kerepotan saya (mengecek suhu tubuh dan memeriksa masker setiap jamaah setiap shalat),” ujar Zul, seorang penjaga sebuah masjid di DKI Jakarta kepada hidayatullah.com beberapa hari lalu.

Dilema memang. Pada satu sisi semangat umat Islam beribadah di masjid tak bisa dibendung lagi. Pada sisi lain, kasus Covid-19 juga belum menunjukkan tanda akan segera berakhir.

Sementara, penerapan protokol kesehatan itu membutuhkan sumber daya manusia, finansial, dan energi yang tidak sedikit. Satu unit thermo gun saja harganya sudah menguras celengan masjid yang saat pandemi justru minim pemasukan. “Sampai jutaan rupiah (per unit thermo gun),” ujar salah seorang relawan masjid di Jakarta. Pemerintah pun diharapkan memberikan solusi atas problem ini.

Terlepas dari itu, dirasa suatu kesyukuran bahwa sebagian kaum Muslimin bisa kembali shalat berjamaah di masjid. Tentu diharapkan, semangat beribadah itu tetap seirama dengan semangat mencegah dan mengatasi penularan penyakit.

“Semangat solat berjamaah berimbang dengan semangat mengatasi wabah. Di mesjid selalu jaga jarak, pakai masker, dan sering cuci tangan pakai sabun. Covid19.go.id,” bunyi pesan singkat (SMS) yang diterima awak hidayatullah.com dari Gugus Tugas pada Sabtu (13/06/2020) lalu.

(Hidayatullah/PARADE.ID)

Artikel “Semangat Salat Berjamaah, Semangat Atasi Wabah” pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/semangat-salat-berjamaah-semangat-atasi-wabah/feed/ 0