#TonyRosyid Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/tonyrosyid/ Bersama Kita Satu Mon, 17 May 2021 07:48:22 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8.1 https://parade.id/wp-content/uploads/2020/06/cropped-icon_parade-32x32.jpeg #TonyRosyid Arsip - Parade.id https://parade.id/tag/tonyrosyid/ 32 32 Kerumunan, Tema Politik yang Lagi Ngetrend https://parade.id/kerumunan-tema-politik-yang-lagi-ngetrend/ https://parade.id/kerumunan-tema-politik-yang-lagi-ngetrend/#respond Mon, 17 May 2021 07:48:22 +0000 https://parade.id/?p=12559 Jakarta (PARADE.ID)- Awas kerumunan! Begitulah warning dari pemerintah dan satgas covid. Benar, bahwa kerumunan menjadi faktor utama penyebaran Covid-19. Karena itu, harus dicegah dan diwaspadai. Sepakat! Semua kegiatan yang menyebabkan kerumunan harus diantisipasi. Ketegasan soal kerumunan akan berdampak terhadap tingkat penyebaran Covid-19. Gagal mencegah kerumunan, maka pandemi akan semakin panjang waktunya. Ini juga akan berdampak […]

Artikel Kerumunan, Tema Politik yang Lagi Ngetrend pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Awas kerumunan! Begitulah warning dari pemerintah dan satgas covid. Benar, bahwa kerumunan menjadi faktor utama penyebaran Covid-19. Karena itu, harus dicegah dan diwaspadai. Sepakat!

Semua kegiatan yang menyebabkan kerumunan harus diantisipasi. Ketegasan soal kerumunan akan berdampak terhadap tingkat penyebaran Covid-19. Gagal mencegah kerumunan, maka pandemi akan semakin panjang waktunya. Ini juga akan berdampak tidak saja kesehatan, tapi juga ekonomi. Saat ini, pertumbuhan ekonomi masih terkonstraksi yaitu minus 0,74 persen. Tiga quartal berturut-turut pertumbuhan ekononi minus. Inilah yang disebut resesi.

Karena alasan ini, pemerintah pusat dan daerah membuat aturan dan kebijakan sebagai upaya mencegah terjadinya kerumunan. Salah satunya terkait aturan mudik. Mulai dari pelarangan hingga pengetatan. Lepas dari pro-kontra dan dinamika yang tarkait dengan mudik, kita semua berharap pandemi segera berakhir.

Tidak hanya pusat, sejumlah pemerintahan daerah juga berupaya keras mengendalikan penyebaran Covid-19. Diantaranya adalah Anies Baswedan, Gubernur DKI. Sebagaimana kita tahu, Jakarta kota yang padat penduduk. Mobilitas, lintasan dan lalu lalang manusia yang berasal dari berbagai kota dan desa sangat tinggi. Maklum, ibu kota. Tempat rakyat dari berbagai daerah berkerumun. 60-70 persen kekayaan Indonesia berputar di Jakarta. Wajar jika rakyat berbondong-bondong untuk datang.

Diantara kebijakan Anies adalah mengendalikan kerumunan di Tempat Pemakaman Umum (TPU). Bukan melarang, tepatnya mengendalikan. Gubernur DKI ini mengkalkulasi, ziarah pada waktu yang bersamaan akan sangat berpotensi mengakibatkan penumpukan orang. Secara umum, setiap makam diziarahi 5-10 orang. Bisa dibayangkan, berapa jumlah peziarah pada hari lebaran itu. Untuk menghindari terjadinya kerumunan, ziarah baru dibuka mulai hari minggu. Ini dibuat semata-mata untuk menghindari manusia menumpuk di satu tempat pada waktu yang sama.

Begitu juga dengan wisata Ancol. Ada yang buru-buru menyimpulkan: “TPU ditutup, Ancol dibuka. Betul-betul kapitalis!”.

Pemprov DKI membuat kebijakan bahwa Ancol hanya dibuka untuk maksimal 30 persen pengunjung. Kapasitas Ancol itu  sebenarnya muat untuk 192 ribu pengunjung. Jadi, 30 persennya kurang lebih 64 ribu. Jumat lalu, hari kedua lebaran, Ancol hanya dikunjungi 39 ribu. Jauh dibawah 30 persen. Jadi, kalau ada yang bilang pengunjung Ancol tembus angka di atas 30 persen dan menuduh Pemprov DKI tidak konsisten dengan 30 persen, perlu cek data ini. Lihat data, baru bicara. Itu yang benar. Bukan bicara dulu baru cari data. Ini bisa menyesatkan.

Baca data, baru bicara harus menjadi tradisi kita dalam berliterasi dan berkomunikasi, sehingga tidak tersesat dalam kesalahan dan terjebak dalam hoaks.

Bagaimana cara mengendalikan angka 30 persen? Managemen Ancol hanya menjual tiket melalui online. Jadi, terkendali di angka 30 persen. Dan ini pun hanya untuk yang ber-KTP Jakarta. Artinya, pengunjung harus warga Jakarta.

Hanya saja, pengunjung sempat menumpuk di pantai. Dari situlah lalu ada kebijakan untuk melarang mandi di pantai. Larangan ini semata-mata untuk mengendalikan kerumunan. Jangan lalu bilang: pimpinan Jakarta sudah tidak sehat karena melarang warganya berenang. Bukankah berenang itu olahraga yang menyehatkan, kenapa dilarang. Salah lagi! Repot kalau berurusan dengan orang yang fokusnya hanya nyari kesalahan.

Bisa dipastikan, kapasitas 192 ribu diisi 39 ribu pengunjung pasti Ancol longgar. Tinggal bagaimana managemen Ancol mengontrol agar 39 ribu pengunjung tidak menumpuk di satu tempat dalam waktu bersamaan. Hanya itu saja.

Dibandingkan dengan tahun 2019, pengunjung Ancol di hari kedua lebaran mencapai 90 ribu. Lebih dari dua kali lipat tahun ini. Itu tahun 2019, dua tahun lalu.

Jika pekan lebaran ini jagat medsos diramaikan dengan isu kerumunan, ini hanya semata-mata karena kurang informasi soal data yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu sebagai object politik. Bahkan ada yang menghubungkan “pengunjung Ancol” dengan elektabilitas Anies. Ini tentu terlalu jauh dan sangat politis.

Saatnya kita bermedsos secara cerdas dengan pertama, selalu cek data. Kedua, melakukan analisis logis untuk mengukur setiap informasi. Ketiga, tidak mudah percaya, apalagi ikut share sebelum meyakini validitasnya.

Jika tiga langkah ini kita lakukan, maka berbagai isu, termasuk kerumunan, tidak akan mudah memprovokasi dan menyesatkan kita.

Jakarta, 17 Mei 2021

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Kerumunan, Tema Politik yang Lagi Ngetrend pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/kerumunan-tema-politik-yang-lagi-ngetrend/feed/ 0
Potensi Anies Menjadi Tokoh Fenomenal di 2024 https://parade.id/potensi-anies-menjadi-tokoh-fenomenal-di-2024/ https://parade.id/potensi-anies-menjadi-tokoh-fenomenal-di-2024/#respond Mon, 10 May 2021 07:14:13 +0000 https://parade.id/?p=12462 Jakarta (PARADE.ID)- Selamat Ulang Tahun Gubernur Anies Baswedan. Saya sengaja mengawalinya dengan ucapan “Selamat Ulang Tahun” karena hari ini, jumat tanggal 7 Mei Gubernur DKI Jakarta genap berusia 52 tahun. “Tumpeng Joglo” yang dipersembahkan para pegawai di Balaikota DKI seolah menyuguhkan “image dan emosi baru” dalam perpolitikan Jawa dan Indonesia. Di ruang politik, Anies punya […]

Artikel Potensi Anies Menjadi Tokoh Fenomenal di 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Selamat Ulang Tahun Gubernur Anies Baswedan. Saya sengaja mengawalinya dengan ucapan “Selamat Ulang Tahun” karena hari ini, jumat tanggal 7 Mei Gubernur DKI Jakarta genap berusia 52 tahun.

“Tumpeng Joglo” yang dipersembahkan para pegawai di Balaikota DKI seolah menyuguhkan “image dan emosi baru” dalam perpolitikan Jawa dan Indonesia.

Di ruang politik, Anies punya dua hal penting. Pertama, kemampuan. Kedua, kesempatan. Menjadi gubernur DKI itu sebuah kesempatan. Kesempatan untuk membuktikan ke publik tentang kapasitas dan kemampuan diri sebagai seorang pemimpin di Ibu Kota. Di posisi ini, perjalanan politik Anies akan ditentukan masa depannya.

Menjadi orang nomor satu di DKI itu magnet media. Publik melihat layaknya panggung nasional. Disini, Anies punya kesempatan untuk mengkomunikasikan gagasan dan karyanya. Jika berhasil, rakyat akan mengapresiasinya. Ini sekaligus akan melapangkan jalan bagi Anies untuk mendapat peran dan tanggung jawab yang lebih besar di negeri ini

Melihat popularitas dan tren elektabilitas dari sejumlah lembaga survei, respon publik terhadap Anies terlihat cukup tinggi. Terbukti, Anies hampir selalu berada di posisi teratas dalam sejumlah survei kepala daerah terkait pilpres 2024. Ini seolah mengkonfirmasi kesuksesan Anies memimpin Jakarta. Begitulah fakta yang terbaca di mata publik saat ini. Berbagai penghargaan atas prestasi Anies linier dengan respon akseptabilitas dan elektabilitasnya.

Suksesnya presiden Jokowi menjadi capres di 2014 juga satu hal yang menguntungkan bagi Anies. Sebab, sebelum jadi capres, presiden Jokowi adalah gubernur DKI. Sama dengan Anies untuk saat ini. Pencapresan Jokowi di 2014 berhasil membentuk dan mewariskan image bahwa posisi gubernur DKI berpotensi untuk menjadi tangga menuju ke istana.

Kapasitas dan sejumlah keberhasilan Anies memimpin DKI telah menempatkan cucu pahlawan Indonesia Abdurrahman Baswedan ini sebagai kepala daerah yang paling potensial menjadi calon presiden di 2024.

Saat ini, boleh dibilang Anies adalah tokoh paling fenomenal. Hal ini  mengingatkan kita kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2004.  Publik melihat Anies banyak disudutkan oleh pihak-pihak tertentu. Mirip presiden ke-6 ini, Anies banyak diam dan tidak merespon. Kecuali hanya menjawab: “Saya tidak akan menanggapinya dengan kata-kata, tapi membuktikannya dengan karya”. Narasi ini nampak berkelas dan cukup populer.

Anies juga mirip  presiden Jokowi di tahun 2014. Seorang gubernur yang fenomenal saat itu. Kemunculannya menjadi antitesa dan mampu mendobrak “elitisme politik” yang bertahan saat itu. Prabowo yang merepresentasikan tokoh dari kalangan elit di 2014 harus mengaku kalah dan menyerah terhadap mantan Walikota Solo itu.

Anies dianggap tokoh yang bersahaja, dikenal mampu berkomunikasi dan berkolaborasi dengan semua pihak di tengah situasi politik saat ini yang cenderung tinggi eskalasinya. Rakyat merindukan sosok yang dianggap mampu merekatkan kembali keutuhan bangsa. Dan itu diyakini ada di diri dan karakter Anies.

Selain kemampuannya berbicara di tengah bangsa sendiri dengan segala dinamika dan persoalan politik yang dihadapi, Anies telah beberapa kali menunjukkan kelasnya ketika berbicara di berbagai forum internasional. Posisinya di sejumlah organisasi internasional layak menjadi kebanggaan bangsa ini.

“Selamat Ulang Tahun Gubernur DKI Jakarta”, semoga setiap gagasan, rencana, langkah, keputusan dan karyamu bisa menjadi persembahan yang terus mampu menginspirasi dan menjadi spirit bangsa ini dalam menjaga, memakmurkan dan memajukan negeri besar bernama Indonesia ini.

Jakarta, 7 Mei 2021

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Potensi Anies Menjadi Tokoh Fenomenal di 2024 pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/potensi-anies-menjadi-tokoh-fenomenal-di-2024/feed/ 0
Pendukung Jokowi Mulai Merapat ke Anies https://parade.id/pendukung-jokowi-mulai-merapat-ke-anies/ https://parade.id/pendukung-jokowi-mulai-merapat-ke-anies/#respond Fri, 30 Apr 2021 13:32:37 +0000 https://parade.id/?p=12275 Jakarta (PARADE.ID)- 2024, periode Jokowi selesai. Kepemimpinan bangsa bergilir, dan harus berganti melalui mekanisme demokrasi yang disebut dengan pemilu. Meski sejumlah nama kandidat muncul, namun nama Anies Baswedan, Gubernur DKI ini kelihatannya paling populer. Beberapa postingan survei berupaya mengganjal Anies via media, tetapi sejumlah survei yang tidak dipublish kabarnya bocor dan telah menjadi pembicaraan para […]

Artikel Pendukung Jokowi Mulai Merapat ke Anies pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- 2024, periode Jokowi selesai. Kepemimpinan bangsa bergilir, dan harus berganti melalui mekanisme demokrasi yang disebut dengan pemilu. Meski sejumlah nama kandidat muncul, namun nama Anies Baswedan, Gubernur DKI ini kelihatannya paling populer.

Beberapa postingan survei berupaya mengganjal Anies via media, tetapi sejumlah survei yang tidak dipublish kabarnya bocor dan telah menjadi pembicaraan para wartawan dan analis politik. Anies unggul.

Bagi parpol, siapa yang berpotensi menang akan didukung. Ini sikap yang paling realistis. Setiap parpol akan menyelamatkan elektabilitasnya melalui dukungan terhadap capres terkuat. Dengan mengusung capres terkuat, coat-tail effect terjadi.

Selain coat-tail effect, parpol pengusung juga mendapat “ghonimah effect”. Jatah menteri atau jatah-jatah lain di struktur kekuasaan. Hal yang lazim terjadi di negara yang menganut sistem multi partai. Membentuk koalisi, lalu manang, maka secara bersama-sama sejumlah kader partai ikut ambil peran di pemerintahan.

Sikap yang sama akan dilakukan oleh umumnya para pengusaha. Untuk mengamankan bisnisnya, para pengusaha akan mendukung capres yang diyakini akan menjadi pemenangnya. Tidak sedikit para pengusaha yang melakukan survei untuk mengetahui nama capres yang paling potensial menang, kemudian didukungnya.

Bagaimana dengan Jokowi? Pilpres 2024 Jokowi juga akan bersikap sama: mendukung calon yang dianggap paling potensial untuk menang.

Mungkinkah Jokowi dukung Anies? Dalam politik, semua ada kalkulasi rasionalnya. Jika Anies dianggap paling potensial untuk menang, Jokowi hampir pasti akan mendukungnya. Begitulah lazimnya presiden-presiden sebelumnya selalu mengambil sikap politik seperti itu. Termasuk Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kabarnya secara diam-diam juga ikut andil memenangkan Jokowi di pilpres 2014, meski lawannya adalah besan SBY sendiri, yaitu Hatta Rajasa yang waktu itu sebagai cawapres.

Terlebih, 2024 kabarnya Gibran, putra Jokowi, digadang-gadang maju di pilgub DKI. Strategi terbaiknya, Gibran tidak berhadapan dengan Anies. Anies adalah incumbent, senior, punya banyak pengalaman, tokoh yang diakui kiprahnya di dunia internasional, unggul di panggung debat, seringkali muncul darinya gagasan out of the box, dan juga memiliki pendukung fanatik. Ini akan menyulitkan bagi siapapun yang ingin nyagub di DKI, termasuk Gibran. Kesimpulan ini, tentu tidak berlebihan melihat sejumlah track record dan prestasi yang diperoleh oleh Anies ketika memimpin DKI. Satu-satunya strategi terbaik adalah mendorong Anies nyapres agar Gibran, atau siapapun yang tertarik untuk nyagub di DKI tidak bertemu Anies.

Sejumlah pendukung Jokowi kabarnya sudah mulai merapat ke Anies. Salah satunya adalah Billy Haryanto, Wakil Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi). Pengusaha asal Sragen yang dua periode mendukung Jokowi ini, telah terang-terangan deklarasi mendukung Anies. Ia pun menjanjikan bahwa milenial Solo Raya akan ikut dukung Anies di pilpres 2024. Janji seorang pengusaha yang punya persediaan logistik, biasanya riil jika menyangkut dukungan.

Tak tanggung-tanggung, pengusaha asal Sragen ini memasang spanduk cukup besar bertuliskan: *Joglo Kemenangan Anies Capres 2024, Muda Mudi Solo Raya Siap Dukung Anies*

Di Joglo ini sejarahnya semua calon yang saya dukung dimulai. Dan semuanya jadi, kata pengusaha beras ini.

Dukungan Billy Haryanto ini, apakah merepresentasikan dukungan Jokowi? Boleh jadi deklarasi Billy Haryanto ini juga menjadi sinyal awal dukungan di kalangan para pengusaha kepada Anies di pilpres 2024.

Jakarta, 29 April 2021

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Pendukung Jokowi Mulai Merapat ke Anies pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/pendukung-jokowi-mulai-merapat-ke-anies/feed/ 0
Politik Identitas, Mengapa Dipersoalkan? https://parade.id/politik-identitas-mengapa-dipersoalkan/ https://parade.id/politik-identitas-mengapa-dipersoalkan/#respond Mon, 05 Apr 2021 03:07:11 +0000 https://parade.id/?p=11807 Jakarta (PARADE.ID)- “Jangan pilih calon yang gak qunut“. Ini politik identitas bukan? “Jangan pilih calon yang gak ziarah kubur?” Ini jelas narasi politik identitas. Hal ini lumrah terjadi di kampung saya Jawa Tengah, dan tempat saya pernah kos di Jawa Timur. Lucunya, para politisi yang teriak seperti inilah yang sering mempersoalkan politik identitas. Satu sisi […]

Artikel Politik Identitas, Mengapa Dipersoalkan? pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- “Jangan pilih calon yang gak qunut“. Ini politik identitas bukan? “Jangan pilih calon yang gak ziarah kubur?” Ini jelas narasi politik identitas. Hal ini lumrah terjadi di kampung saya Jawa Tengah, dan tempat saya pernah kos di Jawa Timur.

Lucunya, para politisi yang teriak seperti inilah yang sering mempersoalkan politik identitas. Satu sisi mereka mempraktekkan politik identitas, disisi lain mereka mengutuknya. Semacam ada kemunafikan dalam diri para politisi ini.

Preferenai sosiologis adalah fakta yang ada dalam masyarakat. Dan seringkali gaungnya membesar ketika musim pemilihan umum. Ini natural, dan berlaku di sepanjang sejarah perpolitikan Indonesia. Orang NU pilih calon dari NU. Disini Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) selalu dapat limpahan suara terbanyak dari warga NU. Orang Muhammadiyah pilih calon dari Muhammadiyah. Partai Amanat Nasional (PAN) menikmatinya. Orang Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pilih kader HMI, orang Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) pilih kader GMNI, begitu juga Ansor dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

Al-ijtima’ dharuriyun linauil insan“, kata Ibnu Khaldun. Solidaritas adalah keniscayaan sosial. Apakah berbentuk mekanik atau organik, solidaritas sosial akan selalu ada di sepanjang sejarah, kata Emile Durkheim.

Itu baru bicara ormas. Belum lagi bicara etnis. Terutama saat pilkada, “putra daerah” seringkali menjadi isu utama dalam ritual demokrasi lima tahunan. Setiap daerah merasa nyaman dipilih oleh putra daerahnya. Satu etnis, satu budaya dan satu bahasa.

Gak usah heran jika Umat Islam pilih calon muslim seperti yang terjadi di wilayah Jawa, Umat Kristiani pilih calon Kristen, seperti yang terjadi di Papua dan Menado, Umat Hindu pilih calon dari Hindu sebagaimana yang terjadi di Bali. Selama ini, pilihan politik semacam ini dianggap wajar dan diterima oleh masyarakat sebagai bagian dari kewajaran sosiologis.

Solidaritas sosial akan terbentuk secara natural sesuai ikatan dan kekuatan hubungan yang terjadi di kelompok tersebut. Bisa agama, etnis, organisasi atau profesi.

Mereka yang menyoal politik identitas umumnya karena tak memiliki identitas yang kuat. Atau berada dalam kelompok minoritas yang tak bisa memberi dukungan suara signifikan untuk menang dalam pemilihan. Cara efektif untuk meruntuhkan kekuatan lawan adalah dengan mengutuk  politik identitas, agar solidaritas kelompok pendukung lawan bisa beralih suaranya. Disini, isu politik identitas dimainkan. Dan yang paling sensitif dari isu identitas itu adalah agama, kemudian etnis.

Politik identitas bukan harga mati, kemutlakan politik, dan satu-satunya penjamin kemenangan. Banyak kasus dimana calon dari kubu mayoritas dikalahkan dalam pemilihan oleh calon dari kelompok minoritas. Faktor kekuatannya ada pada prestasi. Idealnya, calon terpilih adalah yang paling berprestasi. Jika prestasi sudah mendapat pengakuan masyarakat, maka politik identitas tak terlalu efektif lagi pengaruhnya. Politik identitas hanya berpengaruh jika para calon tidak mampu menunjukkan prestasi yang kuat dan menonjol.

Secara teoritis, politik identitas hanya bisa dinetralisir pengaruhnya dengan kekuatan prestasi. Jika anda punya prestasi yang diterima publik, maka akan banyak kelompok yang memberikan simpati. Tanpa menyoal identitas, anda akan mendapatkan  dukungan dari banyak kelompok tersebut. Lintas agama, lintas etnis, lintas profesi dan lintas golongan. Sekat-sekat identitas itu hanya akan terbuka pintunya dengan prestasi.

Kasus kekalahan Ahok di pilgub DKI, jangan kambinghitamkan politik identitas. Sebab, dua gubernur sebelumnya yaitu Fauzi Bowo dan Jokowi terpilih jadi Gubernur di DKI tak bisa lepas dari faktor identitas. Seandainya Fauzi Bowo bukan Betawi dan Jokowi bukan Jawa, mungkinkah terpilih jadi gubernur? Berat!

Di Pilgub DKI 2009 Fauzi Bowo menang. Saat itu basis analisis saya tertumpu pada preferensi sosiologis, dimana Fauzi Bowo Betawi-Jawa dan NU. Selain faktor incumbent (Wagub) dengan dana dan jejaring yang lebih kuat. Begitu juga Jokowi. Jawa dan didukung PDIP (partai terbesar di DKI), selain heroisme Mobil Esemka dan punya profil antitesa incumbent. Jadi, bukan karena prestasi spektakuler yang membuat mereka menang.

Jadi, tak perlu menyoal dan mempermasalahkan politik identitas. Ini justru memicu kegaduhan, menciptakan keterbelahan dan konflik di masyarakat. Kasihan rakyat. Selalu jadi obyek adu domba para perebut kekuasaan.

Kalau anda selalu sibuk menyoal identitas, boleh jadi, selain identitas anda tidak kuat, mungkin karena prestasi anda juga tidak bisa diandalkan. Minimnya prestasi mendorong para calon bertumpu dan mengandalkan politik identitas, atau mengutuk politik identitas bagi yang tidak memiliki kekuatan identitas.

Cukup tunjukkan prestasi diri, kerja yang bagus, program yang menyentuh dan bisa dirasakan langsung, atau setidaknya dianggap mampu jadi solusi oleh rakyat, maka secara alamiah, rakyat (lintas sektoral) akan memberi dukungan. Jika anda punya prestasi cemerlang, bersikap tidak sektarian, gak terikat dengan fanatisme kelompok, maka batas-batas identitas akan dengan sendirinya terbuka. Dengan begitu, rakyat tidak lagi melihat anda dari kelompok mana, agama dan etnis apa. Yang rakyat lihat hanya prestasi anda. Bukan yang lainnya.

Emha Ainun Najib, Arif Budiman, Anies Baswedan adalah beberapa nama yang tidak memerlukan identitas kelompok. Tapi mereka adalah orang-orang yang punya dedikasi, sibuk berkontribusi dan memberikan prestasinya untuk bangsa ini. Tidak terus bermimpi jadi orang besar dengan memperkosa identitas kelompok, atau sebaliknya, dengan sibuk mengutuk politik identitas .

Jakarta, 5 April 2021

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Politik Identitas, Mengapa Dipersoalkan? pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/politik-identitas-mengapa-dipersoalkan/feed/ 0
Ma’ruf Digoyang, Ma’ruf Melawan https://parade.id/maruf-digoyang-maruf-melawan/ https://parade.id/maruf-digoyang-maruf-melawan/#respond Tue, 01 Sep 2020 09:38:32 +0000 https://parade.id/?p=6523 Jakarta (PARADE.ID)- Beberapa hari lalu ketua Ind Police Watch (IPW), Neta S. Pane konferensi pers. Menyinggung kantor wapres agar dibersihkan dari orang-orang Jusuf Kalla. Para pendukung Ma’ruf merasa tak nyaman, katanya. Orang-orang Jusuf Kalla dianggap menjadi penghambat interaksi keluarga dan para relawan dengan wapres. Aneh! Sangat ganjil! Sulit diterima akal sehat! Orang Jusuf Kalla kuasi […]

Artikel Ma’ruf Digoyang, Ma’ruf Melawan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Beberapa hari lalu ketua Ind Police Watch (IPW), Neta S. Pane konferensi pers. Menyinggung kantor wapres agar dibersihkan dari orang-orang Jusuf Kalla.

Para pendukung Ma’ruf merasa tak nyaman, katanya. Orang-orang Jusuf Kalla dianggap menjadi penghambat interaksi keluarga dan para relawan dengan wapres.

Aneh! Sangat ganjil! Sulit diterima akal sehat! Orang Jusuf Kalla kuasi kantor wapres? Mereka hambat para pendukung Ma’ruf masuk? Lalu, apa kepentingan Jusuf Kalla kuasai kantor wapres?

Menjadi tidak aneh jika ungkapan Ma’ruf Amin dan para relawan yang disampaikan Neta S. Pane dipahami sebagai manuver. Bukan kepada orang-orang Jusuf Kalla sebagai sasaran tembaknya. Tapi kepada Jokowi.

Menyoal orang-orang Jusuf Kalla di kantor wapres hanya sebagai prolog. Tuntutan dan sasaran utamanya adalah Jokowi. Maka, dalam konferensi pers, disinggung soal reshuffle kabinet dan posisi komisaris BUMN. Apa targetnya? Memberi peran Ma’ruf sebagai wakil presiden secara proporsional. Terutama dalam menyusun kabinet dan penempatan orang-orang sebagai komisaris BUMN.

Publik tahu, posisi wapres selama ini hanya sebagai pelengkap konstitusi. Nyaris tak ada peran signifikan. Bahkan media pun tidak memberi ruang yang proporsional. Bagaikan burung di sangkar emas, kata Neta. Bandingkan ketika Jusuf Kalla yang jadi wapres.

Nyaris seperti masa Orde Baru. Wapres hanya sebagai syarat konstitusional tanpa signifikansi peran. Hanya sesekali muncul di berita. Semua media didominasi berita tentang presiden. Presiden gendong cucu saja viral. Apalagi presiden marah-marah dan lempar bingkisan.

Wajar jika wapres dan para relawannya protes. Kenapa baru sekarang? Boleh jadi pertama, ada tekanan terhadap wapres akhir-akhir ini. Maksudnya, wapres sedang digoyang. Kemungkinan kedua, posisi presiden mulai melemah ketika dihadapkan pada ancaman krisis ekonomi. Disini, Ma’ruf punya peluang bergaining. Bahkan bisa lebih dari itu. Krisis ekonomi jadi pintu masuk.

APBN mengalami defisit. Diperkirakan hingga 6,72 persen dari PDB. Sekitar 1.028,6 T. Pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen. PLN rugi 38,87 T. Pertamina rugi 11,13 T. Harga minyak dunia turun tapi dijual dengan harga normal ke rakyat kok bisa rugi? Tanya Ahok bro. Mungkin gara-gara ngitungnya sambil merem. Nasib BUMN yang lain? Cari sendiri datanya! Terlalu panjang kalau ditulis. Yang pasti, sejumlah BUMN telah dijaminkan untuk pinjaman infrastruktur. Ngeri-ngeri sedap.

Di sisi lain, gelombang protes rakyat mulai menyebar dan semakin masif. Muncul sejumlah kelompok oposisi. Diantaranya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dideklarasikan oleh ratusan tokoh berpengaruh dari berbagai elemen bangsa. Juga lahirnya “Anak NKRI” tak bisa dipandang sebelah mata. Gerakan 212 yang dikomandoi HRS, PA 212 dan GNPF Ulama juga masih terus eksis.

Protes Ma’ruf dan para relawannya adalah cara bergaining yang boleh jadi efektif, tapi tetap berisiko.

Efektif, jika kondisi ekonomi makin memburuk. Apalagi upaya pemerintah mendesak Bank Indonesia melakukan burden sharing (cetak uang) nampaknya belum ada tanda-tanda berhasil. Sementara kas negara kabarnya sedang bermasalah. Cari pinjaman luar negeri di masa pandemi juga tak mudah. Hampir semua ekonom di luar pemerintah memprediksi ekonomi bakal collaps.

Manuver Ma’ruf Amin tetap berisiko, jika presiden nantinya berhasil mengatasi kompleksitas masalah, terutama ekonomi. Maka posisi Ma’ruf bisa makin kehilangan peran.

Bagaimanapun, terjun di dunia politik harus berani ambil risiko. Dari pada hanya sebagai pelengkap konstitusi, pilihan untuk melawan jauh lebih rasional dan elegan. Rasional, karena wapres mesti punya peran. Elegan, peran ini akan ditulis sebagai referensi sejarah bangsa Indonesia.

Buat apa jadi wapres kalau kelak ditulis oleh sejarah sebagai wapres terlemah karena hanya sebagai pelengkap konstitusi tanpa peran berarti. Mundur atau melawan itu lebih terhormat.

Jakarta, 31 Agustus 2020

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Ma’ruf Digoyang, Ma’ruf Melawan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/maruf-digoyang-maruf-melawan/feed/ 0
Kok Penguasa Oposisi terhadap KAMI? https://parade.id/kok-penguasa-oposisi-terhadap-kami/ https://parade.id/kok-penguasa-oposisi-terhadap-kami/#respond Fri, 28 Aug 2020 04:32:46 +0000 https://parade.id/?p=6392 Jakarta (PARADE.ID)- Ketika KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) muncul dengan maklumatnya, publik ramai. Umumnya masyarakat positif menyambutnya. Bahkan cukup antusias. Ada dua indikator. Pertama, berita media. Sangat masif pra dan pasca deklarasi KAMI. Kedua, berdirinya sejumlah KAMI daerah. Meski begitu, ada juga yang kontra. Terutama dari sejumlah elit dan pendukung pemerintah. Mereka nampak gerah dan […]

Artikel Kok Penguasa Oposisi terhadap KAMI? pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Ketika KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) muncul dengan maklumatnya, publik ramai. Umumnya masyarakat positif menyambutnya. Bahkan cukup antusias. Ada dua indikator. Pertama, berita media. Sangat masif pra dan pasca deklarasi KAMI. Kedua, berdirinya sejumlah KAMI daerah.

Meski begitu, ada juga yang kontra. Terutama dari sejumlah elit dan pendukung pemerintah. Mereka nampak gerah dan merasa gak nyaman. Tentu, mereka punya alasan. Soal rasional tidaknya alasan ketidaknyamanan itu, biar rakyat yang akan menilai.

Kegerahan itu terlihat dengan munculnya sejumlah statemen negatif, dan bahkan juga muncul tandingan terhadap KAMI. Lahir komunitas yang mengatasnamakan KITA, KALIAN atau KAMI dengan singkatan yang berbeda. Karena sifatnya reaktif, apalagi hanya sebagai tandingan, biasanya gak lama. Muncul, lalu segera tenggelam. Gerakan tanpa militansi dan orientasi perjuangan biasanya gak bertahan lama. Apalagi jika bergantung biayanya.

Beberapa tokoh membuat tudingan yang cenderung menyudutkan KAMI. Dianggap barisan sakit hati, gak menerima kekalahan, pingin jadi presiden, dan makar. Macam-macam.

Anehnya, mereka yang melakukan kritik terhadap KAMI umumnya tidak bicara substansi. Lima hal yang menjadi bagian dari maklumat KAMI terkait persoalan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan HAM serta Sumber Daya Alam, nyaris tak disinggung. Yang disorot justru organisasi dan para tokohnya dengan berbagai stigma dan tuduhan yang gak perlu.

Perlu baca dulu maklumat KAMI, pahami, lalu diskusi. Kalau sudah baca, lalu sengaja mengabaikan karena dalam maklumat ada kebenaran data, maka tentu ini bukan saja gak fair, tapi juga gak mendidik bagi rakyat.

Mestinya, para pengkritik KAMI baca dan pelajari lebih dulu substansi dan konten maklumat KAMI. Jadikan konten itu sebagai tema diskusi. Adu data dan analisis jauh akan lebih konstruktif, memberi referensi yang baik dan dapat mencerdaskan rakyat.

Tapi, jika yang disoal adalah organisasi gerakan dan para tokohnya, apalagi dengan cara sebar fitnah dan sibuk membuat tuduhan, maka hal ini hanya akan menjauhkan bangsa dari substansi persoalan yang sedang dihadapi. Tahu-tahu krisis. Tahu-tahu bangkrut. Tahu-tahu meledak dan terjadi gejolak sosial. Ini jauh lebih berbahaya. Karena itu, gerakan seperti KAMI dan sejenisnya perlu hadir sebagai alarm, sebelum negara ini makin terpuruk dan terlambat untuk diatasi.

Ada ungakapan: “Orang bodoh selalu melihat siapa yang bicara. Orang pintar selalu melihat apa (konten) yang dibicarakan. Dan orang beradab selalu melihat nilai (value) di balik konten yang dibicarakan”.

Supaya tidak dianggap “bodoh”, semua pihak mesti melihat maklumat KAMI sebagai tema diskusi kebangsaan. Dari sini rakyat belajar dan bagaimana ikut ambil peran menghadapi persoalan negaranya.

Dalam konteks ini, nampaknya KAMI lebih siap. Kesiapan itu terlihat dari kredibilitas para tokohnya yang tampil. Soal ekonomi, ada Said Didu, Ichsanuddin Nursi, Budhiyanto dan Didik J. Rachbini. Rizal Ramli, kendati tak berada di struktur KAMI, tapi selalu mendukung dan satu pandangan dengan KAMI dalam analisis ekonominya.

Soal Hukum, ada Refly Harun, Abdullah Hehamahua, Joko Edy, Ahmad Yani dan sejumlah advokat. Soal politik, ada Gatot Nurmantyo, Husnul Mariyah, Ubaidillah Badrun, Bachtiar Hamzah dan Tamsil Linrung. Soal Sumber Daya Alam ada Marwan Batubara yang aktif menulis tentang persoalan minerba. Soal sosial budaya, ada Din Syamsuddin, Rachmat Wahab, dan Jeje Zainuddin.

Tokoh-tokoh yang jumlahnya ada 150 ini punya kapasitas di bidang masing-masing. Dan terus bertambah jumlah para tokoh yang gabung ke KAMI. Apalagi ada program KAMI berbasis profesi. Kabarnya akan lahir KAMI mahasiswa, KAMI kedokteran, KAMI advokat, KAMI purnawirawan, KAMI buruh, KAMI petani, KAMI nelayan, dan KAMI-KAMI yang lain. Jika ini terealisir, tentu akan menjadi potensi yang besar untuk berkontribusi kepada bangsa, sesuai bidang masing-masing.

Pemerintah bisa manfaatkan mereka sebagai sparing partner dalam membangun gagasan dan kebijakan. Bukan sebaliknya, sibuk mencari kesalahan dan melakukan pembunuhan karakter para tokohnya. Tentu, ini tidak baik bagi proses pembelajaran politik dan demokrasi kita.

Pemerintah dan DPR mestinya berterima kasih kepada para tokoh dan anak bangsa yang ikut membantu secara aktif menyelamatkan Indonesia dari krisis, terutama ekonomi, hukum dan politik. Mereka adalah orang-orang yang peduli terhadap bangsa dan negaranya. Dengan jiwa nasionalismenya, gerakan semacam KAMI inilah yang dapat mencegah terjadinya deviasi, distorsi dan disorientasi pengelolaan negara dari nilai dasar dan cita-cita bangsa. Terutama di tengah  DPR yang sedang kehilangan spiritnya untuk menjalankan tugas kontrolnya.

Jangan justru sebaliknya, pemerintah malah merasa gerah dan berupaya mengganjal KAMI. Gak lucu kalau kemudian pemerintah mangambil sikap oposisi terhadap KAMI.

Jakarta, 27 Agustus 2020

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Kok Penguasa Oposisi terhadap KAMI? pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/kok-penguasa-oposisi-terhadap-kami/feed/ 0
Buzzer dan Potensi Konflik Bangsa https://parade.id/buzzer-dan-potensi-konflik-bangsa/ https://parade.id/buzzer-dan-potensi-konflik-bangsa/#respond Mon, 24 Aug 2020 04:19:08 +0000 https://parade.id/?p=6212 Jakarta (PARADE.ID)- Sepekan ini ramai isu buzzer. Yang disoal adalah anggaran. Dana APBN dipakai untuk biayai operasi buzzer. Sejumlah institusi terlibat. Infonya 90,45 M. Sangat kecil jika diukur dari prosentase APBN.  Tapi, cukup besar jika melihat keadaan pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen. Di saat rakyat sedang sulit karena efek pandemi covid-19 dan defisit APBN mencapai […]

Artikel Buzzer dan Potensi Konflik Bangsa pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Sepekan ini ramai isu buzzer. Yang disoal adalah anggaran. Dana APBN dipakai untuk biayai operasi buzzer. Sejumlah institusi terlibat.

Infonya 90,45 M. Sangat kecil jika diukur dari prosentase APBN.  Tapi, cukup besar jika melihat keadaan pertumbuhan ekonomi minus 5,32 persen.

Di saat rakyat sedang sulit karena efek pandemi covid-19 dan defisit APBN mencapai 3,38 persen, buzzer mendapatkan suntikan dana 90.45 M.

Sebenarnya bukan soal besar atau kecil dana itu. Ada persoalan yang lebih mendasar. Pertama, apa manfaat buzzer buat bangsa ini? Kedua, ini lebih serius, ada dampak yang cukup menghawatirkan akibat operasi buzzer.

Menjawab pertanyaan pertama, kalau ada manfaat dari operasi buzzer, itu manfaat buat siapa? Yang pasti bukan untuk negara. Bukan pula untuk bangsa. Sesuai dengan design operasinya, buzzer dipakai untuk menghadapi lawan politik penguasa dan orang/kelompok yang kritik penguasa.

Buzzer bekerja untuk kepentingan penguasa, lebih dari kepentingan untuk negara. Karenanya, tak memiliki institusi dan kelembagaan khusus. Maka, anggarannya pun nempel ke program-program kementerian dan institusi lainnya.

Fokus buzzer adalah mengcounter segala bentuk kritik terhadap program dan kebijakan pemerintah.

Stigmatisasi makar, bahaya khilafah, Islam garis keras, ekstremisme dan radikalisme adalah bagian narasi yang terus dikelola oleh para buzzer untuk membunuh karakter dan gerakan kelompok yang diidentifikasi sangat kritis kepada pemerintah.

Swiping, Intimidasi dan persekusi oleh kelompok swasta berseragam juga seringkali menjadi bagian dari operasi buzzer. Tentu, ada anggarannya sendiri. Gak ada anggaran, gak akan jalan.

Operasi buzzer diduga menjadi salah satu sebab utama kegaduhan sosial dan politik selama ini. Sejumlah aktor yang selalu muncul ketika datang kritik kepada pemerintah adalah bagian dari salah satu model operasi buzzer yang selalu membuat kegaduhan situasi politik di negeri ini. Lu lagi.. Lu lagi… Orang-orang itu aja.

Kalau dilihat aktornya, macam-macam jenis buzzer. Dari yang ecek-ecek, buzzer kelas kampung yang hanya cukup diprovokasi, hingga yang paling canggih dan profesional. Kalau sudah berurusan dengan IT, maka buzzer yang diterjunkan dan beroperasi adalah dari kalangan profesional.

Sebagaimana yang dialami oleh sejumlah deklarator KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) beberapa waktu lalu. Ada sejumlah akun deklarator diretas, rapat wibinar diganggu, nomor WA dicloning, dst.

Anggaran 90.45 M sesungguhnya terlalu kecil jika dibandingkan dengan dampak dan potensi social-destruction yang diakibatkan oleh operasi buzzer. Yaitu potensi konflik sosial-horisontal. Hubungan antar kelompok dan agama dirusak. Kehidupan sosial dan berbangsa menjadi tak nyaman.

Kegaduhan selama ini sumbernya bukan ada tidaknya kaum radikal dan makar, tapi problem utamanya adalah adanya kelompok-kelompok bayaran yang bekerja secara sistemik menggaungkan isu radikalisme dan makar. Dari sinilah potensi konflik sangat menghawatirkan.

23 Agustus 2020

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Buzzer dan Potensi Konflik Bangsa pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/buzzer-dan-potensi-konflik-bangsa/feed/ 0
Berebut Masuk “KAMI” https://parade.id/berebut-masuk-kami/ https://parade.id/berebut-masuk-kami/#respond Sat, 22 Aug 2020 07:29:05 +0000 https://parade.id/?p=6145 Jakarta (PARADE.ID)- Gegara menulis tentang KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), sejumlah orang inbox ke akun Facebook dan japri saya. Mereka bertanya: bagaimana caranya mendirikan KAMI di daerah? Tentu itu kewenangan para deklarator untuk menjawabnya. Kedepan, nampaknya presidium dan deklarator KAMI akan disibukkan dengan gelombang pendaftaran dari rakyat yang ingin bergabung di gerbong KAMI. Satu sisi, […]

Artikel Berebut Masuk “KAMI” pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Gegara menulis tentang KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia), sejumlah orang inbox ke akun Facebook dan japri saya. Mereka bertanya: bagaimana caranya mendirikan KAMI di daerah? Tentu itu kewenangan para deklarator untuk menjawabnya.

Kedepan, nampaknya presidium dan deklarator KAMI akan disibukkan dengan gelombang pendaftaran dari rakyat yang ingin bergabung di gerbong KAMI. Satu sisi, ini menunjukkan besarnya respon dan dukungan rakyat. Di sisi lain, ini akan menguji konsistensi KAMI sebagai gerakan moral. Meski gerakan moral tetap punya peluang untuk bermetamorfosis jadi gerakan politik jika kondisi obyektif mendesaknya.

Sebagai pengamat, saya ingin mengawalinya dengan satu pertanyaan: mengapa rakyat nampak antusias menyambut lahirnya KAMI?

Resesi ekonomi, kekuasaan yang cenderung represif dan pengelolaan negara yang dicurigai banyak unsur manipulasi, membuat rakyat dalam waktu cukup lama resah. Mereka kecewa, lalu menemukan KAMI yang dianggap mampu menjadi lokomotif untuk menyuarakan kegelisahan mereka.

Kenapa bukan DPR? Bukankah DPR itu mewakili rakyat? Revisi UU KPK, diketuknya UU Minerba dan UU Corona, serta diajukannya RUU Omnibus Law dan RUU HIP/BPIP telah mengecewakan rakyat dan DPR dianggap tak lagi bisa dijadikan sebagai saluran aspirasi. Tidak hanya kepada DPR, tapi rakyat juga kecewa kepada pemerintah dan lembaga negara yang lain. Di tengah kekecewaan rakyat itu, lahirlah KAMI.

Antusiasme rakyat untuk menjadi bagian dari KAMI kerena sejumlah alasan. Pertama, KAMI lahir tepat waktu. Di saat rakyat hidup susah akibat resesi dan represi, mereka butuh saluran aspirasi. Sementara ruang aspirasi yang tersedia sangat rumit dan sempit. Dalam keadaan seperti ini, kehadiran KAMI dianggap mewakili mereka.

Kedua, adanya distrust (ketidakpercayaan) rakyat kepada pengelola negara yang dianggap tak mampu memberi harapan bangsa ini keluar dari kompleksitas masalah. Terutama masalah ekonomi, hukum dan politik.

Ketiga, analisis data, bahasa dan logika yang disampaikan oleh KAMI dalam maklumat dan sejumlah narasinya dinilai sebagai sesuatu hal yang faktual dan rasional. Sebab, rakyat merasakan apa yang dimaklumatkan oleh KAMI.

Keempat, KAMI dideklarasikan oleh para tokoh lintas etnis, agama, ormas dan profesi yang oleh rakyat dipercaya memiliki tidak saja kapasitas dan integritas, tapi juga ketulusan dan tujuan yang baik untuk bangsa ini. Kehadiran para tokoh deklarator tersebut seolah menjadi jawaban atas ketidakperdayaan rakyat selama ini ketika berhadapan dengan penguasa.

Kelima, bahwa reaksi berlebihan dan kontra-positif dari pihak-pihak yang merasa terganggu dengan lahirnya KAMI justru ikut menyebarkan informasi ke – dan mengobarkan semangat perlawanan – rakyat.

Jika mau ditambahkan keenam, ada sebagian rakyat yang menganggap bahwa bangsa ini telah hamil tua. Maksudnya? Ada situasi matang yang berpotensi mendorong terjadinya perubahan. Namanya juga anggapan. Sah-sah saja. Tentu mereka punya alasan dan analisisnya sendiri.

150 tokoh yang mendeklarasikan KAMI pada tanggal 18 Agustus lalu terdiri dari para aktifis lintas zaman. Mereka punya jejaring sosial, politik dan ekonomi yang memadai. Mulai dari tokoh ormas, ulama, TNI, para politisi, pengusaha, pers dan akademisi, semua ada di keanggotaan KAMI.

Artinya, preferensi heterogen ini mewakili kegelisahan dan kekecewaan semua lapisan rakyat terhadap pengelola negara. Terutama pemerintah dan DPR.

Jika KAMI terus konsisten dengan jati diri dan gerakan moralnya, maka dukungan rakyat akan menjadi air bah yang tak lagi bisa dianggap remeh oleh siapapun. Sikap dan respon kontra-produktif dari aliansi penguasa-parlemen justru akan menambah energi rakyat untuk memperkuat konsolidasi.

Isu ekonomi (krisis) dan isu kebangkitan komunisme (RUU HIP/BPIP) saat ini berpotensi menyatukan dua kekuatan terbesar bangsa inu yaitu rakyat dan TNI. Jika ini terjadi, maka sejarah tahun 1966 bisa terulang kembali. Ada situasi yang tak jauh berbeda.

Meski pemerintah cenderung slow respon terhadap isu komunisme yang membuat semakin resah MUI dan seluruh ormas Islam, tapi tak bisa diingkari bahwa pemerintah nampak panik ketika menghadapi resesi ekonomi.

Kepanikan ekonomi tarbaca saat aliansi pemerintah-parlemen mendesak BI cetak uang 600 T. Juga keterlibatan TNI-Polri di program pemulihan ekonomi. Ini layak jadi pertanyaan: ada apa?

Apakah ini sengaja disiapkan sebagai upaya antisipatif jika pemerintah gagal mengatasi krisis ekonomi di saat rakyat di semua lapisan dan daerah terkonsolidasi oleh KAMI? Allahu A’lam.

Jakarta, 21 Agustus 2020

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel Berebut Masuk “KAMI” pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/berebut-masuk-kami/feed/ 0
KAMI Datang, Mengapa pada Blingsat? https://parade.id/kami-datang-mengapa-pada-blingsat/ https://parade.id/kami-datang-mengapa-pada-blingsat/#respond Wed, 19 Aug 2020 16:29:49 +0000 https://parade.id/?p=6049 Jakarta (PARADE.ID)- Hari selasa, tanggal 18 Agustus 2020, “Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia” (KAMI) deklarasi. Pilihan tempatnya adalah Tugu Proklamasi. Tak kurang dari 150 tokoh menjadi deklarator. Diantaranya adalah Din Syamsudin, Gatot Nurmantyo, Rachmat Wahab, Rocky Gerung, Refly Harun, Gus Aam, dll. Dihadiri ribuan massa, baik dari Jakarta maupun luar Jakarta. Muncul pertanyaan mendasar: Ada masalah […]

Artikel KAMI Datang, Mengapa pada Blingsat? pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Hari selasa, tanggal 18 Agustus 2020, “Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia” (KAMI) deklarasi. Pilihan tempatnya adalah Tugu Proklamasi.

Tak kurang dari 150 tokoh menjadi deklarator. Diantaranya adalah Din Syamsudin, Gatot Nurmantyo, Rachmat Wahab, Rocky Gerung, Refly Harun, Gus Aam, dll. Dihadiri ribuan massa, baik dari Jakarta maupun luar Jakarta.

Muncul pertanyaan mendasar: Ada masalah apa dengan Indonesia sehingga harus diselamatkan?

Ekonomi minus 5,32 persen. Hutang tembus 6.376 T. Indonesia rangking ke-4 negara paling timpang di dunia setelah Rusia, India dan Thailand. Apakah ini bukan masalah?

1 persen orang kaya menguasai 50 persen aset negara.10 persennya kuasai 70 persen kekayaan negara. 60 persen kekayaan mereka peroleh melalui akses kekuasaan. Jelas ini masalah.

Riset bank dunia, pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati 20 persen orang terkaya di Indonesia. Kurang kaya lagi, terbitkan UU Minerba dan RUU Omnibus Law. Gile bener!

Belum soal hukum. Harun Masiku kemana? Djoko Tjandra, buronan 904 M disambut seperti sang raja. Legalitas lengkap dan dikawal aparat. Halo E-KTP dan Jiwasraya? Lama tak ada berita.

KPK lumpuh setelah revisi undang-undang. Novel Baswedan jadi tumbal. Hukum tegak ke lawan, lumpuh ke kawan. Tajam ke rakyat, tak berdaya melawan konglomerat. Kurang puas, institusi hukum pun dikudeta.

Di bidang politik, negeri ini bising dan gaduh. Yang disalahkan Islam garis keras. Khilafah dibawa-bawa. Mereka tak bisa membedakan mana Islam garis keras, mana Islam garis tegas. Keras dan tegas, tentu punya terminologi yang berbeda. Yang tegas dituduh keras agar bisa masuk katagori anti Pancasila. Para buzzer dikerahkan untuk menviralkan. Klasik dan gak kreatif! Kalau begini cara berpolitiknya, sampai kiamat Indonesia gak akan berhenti dalam kecemasan.

Apalagi kalau bicara Pemilu, sarat intervensi dan intimidasi. Biasa terjadi manipulasi. Pemilu telah jadi ladang para pemodal untuk bermain judi. Mereka klaim itu investasi. Suara rakyat jadi komoditi. Pemilu telah berubah fungsi jadi pasar transaksi. Di bidang ini, hukum lumpuh dan sama sekali tak punya gigi.

Belum lagi kalau lihat nasib kampus. Mereka kehilangan hak berdemokrasi. Rektor ditunjuk oleh menteri. Akibatnya, dosen dan mahasiswa berada dalam kendali. Berani macam-macam? DO!

Pers, terutama media mainstream pun menggigil. Tak bebas tayangkan berita. Banyak pemilik tersandera. Ruang jurnalistik makin sempit. Sesempit telinga elit. Beda pendapat dianggap hianat. Setiap kritik akan dilaknat. Ini hanya sekelumit permasalahan bangsa.

Soal Intimidasi, para deklarator KAMI ikut mencicipi. Masing-masing dijapri. Kirim gambar bahwa KAMI dianggap makar. Makar gundulmu!

Meeting Zoom diganggu, WA diretas, akun dihack. Spanduk penolakan dibentang di berbagai sudut jalan bertulis penolakan. 50 orang dikirim untuk orasi, coba menandingi dan ganggu deklarasi. Demokrasi macam apa ini?

Jangan cengeng bung! Gak perlu takut! KAMI lahir sebagai gerakan moral. Bukan makar! Kalau setiap kritik dianggap makar, bangsa ini bisa kelar!

Deklarasi KAMI untuk menyuarakan kembali pertama, cita-cita bangsa. Spirituality, humanity, nasionality, kerakyatan dan keadilan yang tertuang dalam lima sila Pancasila harus jadi dasar dalam mengelola negara. Prinsip Ketuhanan jangan diutak atik dengan RUU HIP/BPIP. Persatuan jangan diporakporandakan dengan gemar membuat tuduhan. Kerakyatan artinya suara rakyat harus didengar dan jadi pijakan pembangunan. Keadilan sosial mesti jadi orientasi setiap aturan dan kebijakan. Makarnya dimana bung?

Kedua, menyuarakan harapan dan keinginan rakyat yang sudah lama terabaikan oleh suguhan tiatrikal politik di panggung eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Ketiga, mengingatkan pemangku kekuasaan bahwa bangsa ini sedang berjalan ke arah yang salah. Terjadi deviasi, distorsi dan disorientasi. KAMI hadir untuk mengingatkan dan meluruskan. Pakai data dan analisis fakta.

KAMI deklarasi dan sampaikan delapan maklumat ini, agar kalian dengar. Kenapa kalian gusar?

Kenapa gak bicara substansi? Baca dan pelajari isi maklumat, lalu diskusikan. Delapan maklumat KAMI dihiraukan. Tuntutannya tak dibicarakan. Malah tudah sana sini. Lah, anda ini pejabat atau preman?

Kalau macam ini elit kita merespon setiap protes dan perbedaan, pantas saja Indonesia terus dilanda kegaduhan. Mereka perlu ambil kursus demokrasi, agar lebih matang dan siap berdiskusi.

KAMI anggotanya terdiri dari anak-anak bangsa. Apapun latarbelakang etnis, agama, profesi dan politiknya, mereka datang dengan niat baik dan tawarkan konsep keselamatan. Kenapa pada blingsatan?

Jakarta, 19 Agustus 2020

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid

Artikel KAMI Datang, Mengapa pada Blingsat? pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/kami-datang-mengapa-pada-blingsat/feed/ 0
Menunggu Pidato Anies Baswedan https://parade.id/menunggu-pidato-anies-baswedan/ https://parade.id/menunggu-pidato-anies-baswedan/#respond Sun, 16 Aug 2020 14:44:02 +0000 https://parade.id/?p=5891 Jakarta (PARADE.ID)- Bagi bangsa Indonesia, 17 Agustus itu sakral dan monumental. Itu adalah hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Momen yang oleh bangsa ini diabadikan tidak saja dalam bentuk peringatan, tapi sudah menjadi bagian dari ritual kebangsaan. Setiap 17 Agustus, evoria bernostalgia demikian meriah di setiap penjuru hingga pelosok negeri ini. Selain lomba, terdengar pidato para pimpinan dan […]

Artikel Menunggu Pidato Anies Baswedan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
Jakarta (PARADE.ID)- Bagi bangsa Indonesia, 17 Agustus itu sakral dan monumental. Itu adalah hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Momen yang oleh bangsa ini diabadikan tidak saja dalam bentuk peringatan, tapi sudah menjadi bagian dari ritual kebangsaan.

Setiap 17 Agustus, evoria bernostalgia demikian meriah di setiap penjuru hingga pelosok negeri ini. Selain lomba, terdengar pidato para pimpinan dan pejabat negara. Mulai dari pimpinan pusat hingga pejabat daerah. Terbersit kalimat tanya: “Apakah pidato-pidato itu mampu memberi efek bagi perubahan bangsa?”

Dari waktu ke waktu, pidato para pejabat dan elit bangsa itu seringkali tak lebih hebat dari lomba emak-emak posyandu dan remaja karang taruna. Monoton, normatif, dan biasa-biasa saja. Makin panjang pidato, makin membosankan. Dan rakyat tak paham, apalagi tersentuh hatinya. Mungkin karena demokrasi kita seringkali melahirkan para pemimin preman.

Tak ada yang beda dalam pidato itu, apalagi mengejutkan. Semua ucapan berputar pada kalimat “terima kasih dan memberikan apresiasi sedalam-dalamnya kepada para pejuang bangsa”. Dengan sedikit dibumbui cerita sejarah perjuangan yang heroik. Lalu, apa bentuk terima kasih dan apresiasi itu? Tak lebih dari struktur kata dan ungkapan kalimat belaka yang setiap tahun diputar “secara live” di depan rakyat.

Tahun lalu, tepatnya tanggal 17 Agustus 2019, di depan masyarakat Jakarta, pemimpin DKI, Anies Baswedan berpidato. Kali ini, ada yang beda. Sebab, dalam pidato Anies, ada tindakan. Ada kebijakan. Ada juga keputusan. Sebuah kebijakan dan keputusan yang mengejutkan.

Dalam pidatonya, Anies memberi apresiasi lebih konkret kepada para pejuang bangsa. Salah satu apresiasinya, Anies membebaskan beban pajak kepada tanah dan bangunan dimana para pejuang negeri ini pernah tinggal. Ahli warisnya kini tak lagi punya beban untuk membayar pajak. Suatu kebijakan berani dan revolusioner. Karena, tak pernah terpikirkan oleh siapapun, termasuk oleh ahli waris para pejuang itu. Berisiko terhadap pemasukan atau pendapatan pemerintah daerah.

Anies katakan: “Banyak para pejuang yang memperjuangkan kemerdekaan tanah ini tidak bisa membayar pajak di tanah yang mereka tinggal”.

“Bukankah ironi,” lanjut Anies. “Mereka berjuang untuk kita, mengusir penjajah dari tanah ini, mereka terusir dari rumahnya karena pajak yang diberikan oleh pemerintah kepada mereka.”

“Mulai tahun ini,” kata Anies “para pejuang dan anak turunannya, di rumahnya, tidak harus bayar pajak di Jakarta.” Bebas!

“Seorang yang amat berjasa pada Jakarta, justru kita pajakin sebesar-besarnya. Sekarang kita ubah, semua orang yang berjasa untuk Republik ini, inilah Ibu Kota, dan Ibu Kota menyampaikan terima kasih dan apresiasi untuk semua. Dengan apa, membebaskan mereka dari pajak bumi dan bangunan”. Jelas Anies.

“Saya, kami dan generasi Republik yang harus menyampaikan terima kasih telah berjuang untuk bangsa Indonesia. Ini adalah hutang budi yang kami tidak tahu bagaimana kita bisa melunasinya.” Begitu cuplikan pidato Anies tanggal 17 Agustus 2019, setahun lalu di Ancol. Pidato yang terukur kualitas dan kelasnya.

Yang dibutuhkan dari seorang pemimpin bukan hanya sekedar susunan kata, tapi keutuhan kalimat yang mampu menggerakkan terjadinya perubahan yang bisa secara langsung dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya. Maka, seorang pemimpin mesti punya narasi yang terukur, baik secara konseptual maupun konstektual.

Konseptual artinya, punya basis pertimbangan yang matang. Termasuk menghitung manfaat dan dampaknya. Konstektual artinya, sesuai kebutuhan -dan memberi solusi bagi problem rakyat- pada zamannya. Dalam konteks ini, Anies layak disebut sebagai pemimpin zaman. Kata-katanya dipahami, dirasakan dan pada akhirnya secara nyata bisa dinikmati efeknya oleh rakyat. Terukur dalam kata dan tindakan.

Besok, hari senen, 17 Agustus 2020 masyarakat Jakarta, mungkin juga Indonesia, menunggu apa yang akan disampaikan gubernur Jakarta ini dalam pidato hari kemerdekaan 17 Agustus 2020. Terobosan apa yang akan disampaikan orang nomor satu di Ibu Kota ini di hari sakral esok hari.

Jakarta, 16 Agustus 2020

*Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa, Tony Rosyid 

Artikel Menunggu Pidato Anies Baswedan pertama kali tampil pada Parade.id.

]]>
https://parade.id/menunggu-pidato-anies-baswedan/feed/ 0